SKOR.id – Manusia saat ini hidup di dunia yang didominasi oleh data. Ke mana pun melihat, Anda akan disuguhi statistik, dasbor, grafik, dan bagan. Kejuaraan Dunia MotoGP tidak terkecuali di dunia digital dan kaya data ini.
Sebagai puncak olahraga motor roda dua, inovasi selalu selangkah lebih maju. Data memang penting. Namun, ada elemen manusia yang sangat krusial karena feeling sama pentingnya dengan data.
Saat pembalap memasuki garasi, kepala mekanik dan insinyur melihat data, yakni telemetri yang terkenal bak kitab suci. Tetapi kemudian rider berkomentar: “Saya tidak punya feeling dengan bagian depan.” Bagaimana perasaan ini bisa terjadi? diukur? Bagaimana cara mengubah sensasi menjadi data?
Saat ini, ada posisi baru di tim-tim MotoGP yang disebut “rider coach”, pelatih pembalap. Posisi yang juga dikenal dengan nama rider track analyst ini bertugas menjawab pertanyaan-pertanyaan pembalap seperti di atas untuk membantu rider meningkatkan performa di area yang sangat spesifik terkait dengan trek tertentu.
Valentino Rossi menjadi pionir dipakainya rider coach ini, kala dirinya memperkenalkan Luca Cadalora sebagai rider track analyst pribadinya pada tahun 2016. Sebagian besar rider coach ini memang direkrut dari mantan pembalap motor, bahkan ada yang sekaliber juara dunia.
Seperti apa tugas rider coach ini? Apa saja yang mereka sediakan untuk pembalap? Seberapa besar pengaruh adanya rider coach ini buat pembalap?
Skor.id akan coba membahasnya Skor Special edisi kali ini. (Skor Special adalah artikel yang akan memberikan perspektif berbeda setelah Skorer membacanya dan artikel ini bisa ditemukan dengan mencari #Skor Special atau masuk ke navigasi Skor Special pada homepage Skor.id.).
Seperti diungkapkan Manuel Poggiali, rider coach untuk tim pabrikan Ducati, peran yang dijalankannya ini sangat penting buat pembalap.
Karena tugas yang terbilang sensitif dan krusial ini, Dorna Sports selaku penyelenggara MotoGP mengizinkan para rider coach ini mengambil foto maupun video dari sisi lintasan selama sesi latihan untuk digunakan sebagai data internal tim.
Pengertian Rider Coach
Tugas seorang rider coach mencakup semua aspek yang berkaitan dengan pembalap: menganalisis postur di atas motor, garis balap (racing line) dan kecepatan di lintasan, gaya berkendara, dan sebagainya.
Dalam setiap latihan, rider coach mengikuti aksi dari service road (jalan di sisi lintasan untuk mengantisipasi insiden atau hal krusial lain) dengan dilengkapi kamera dengan tujuan untuk mengamati dan mendokumentasikan semua yang dilakukan pembalap.
“Saya bergabung dengan tim pada awal tahun 2014,” ujar Poggiali, juara dunia kelas 125cc (kini Moto3) 2001 dan 250cc (Moto2) 2003.
“Saya harus mengakui sangat puas luar biasa jika dapat melihat hasil bagus yang diperoleh para pembalap seperti saat kami finis 1-2 di Mugello dan dan 1-3 di Assen.”
Target pekerjaan rider track analyst adalah untuk meningkatkan performa pembalap. Untuk lebih spesifiknya, yakni: menunjukkan titik-titik kritis pengendara di suatu sirkuit dan memahami dengan tepat apa yang sedang terjadi.
Apa Saja yang Dikerjakan Pelatih Pembalap
Para rider coach biasanya memulai dari database. Bahkan sebelum sesi pagi hari Jumat (latihan bebas pertama/FP1), mereka menyoroti poin-poin penting di trek itu untuk setiap pembalapnya.
“Dalam kasus saya, saya bekerja dengan Pecco (Bagnaia), Enea (Bastianini)—dan kami mendukung Tim Gresini. Selama FP1 dan FP2 saya mengikuti aksi di trek, dan mendokumentasikannya dengan foto dan video,” tutur Poggiali.
“Ini sangat berguna untuk memahami apa yang terjadi pada pembalap saat dia mengendarai motor di berbagai fase lintasan dan juga balapan. Materi ini menambah informasi tambahan.”
Pertanyaan berikutnya pun muncul, bagaimana cara tim menggabungkan data telemetri dengan foto dan video yang dibuat seorang rider coach.
“Telemetri tentu sangat penting dan bermanfaat. Tetapi soal gaya berkendara, telemetri tidak bisa melihat posisi pembalap di atas motor dan posisi pasti motor di lintasan. Itu karena aturan di MotoGP tidak mengizinkan penggunaan GPS,” kata Poggiali.
“Idenya adalah memiliki gambaran yang jelas dan objektif tentang apa yang terjadi di luar sana sehingga pembalap dapat memahami dan kemudian meningkatkan sektor atau manuver tertentu.”
Setelah mengambil gambar dan video, rider coach lantas melakukan briefing bersama tim dan pembalap. Para insinyur dan kepala kru (crew chief) lalu melihat data namun tidak menyaksikan aksi langsung pembalap di lintasan.
“Sayalah jembatannya—membuat analisis yang jelas dan objektif akan mempercepat prosesnya,” kata pemenang 12 Grand Prix, 11 pole positions, and 35 finis podium dari semua kelas selama aktif di Kejuaraan Dunia Balap Motor antara 1999 sampai 2008.
Massimiliano “Max” Sabbatani, rider track analyst Tim Prima Pramac Racing, menjelaskan salah satu tugas penting yang diembannya adalah menganalisis racing line pembalap. Di Pramac, Sabbatani – mantan pembalap kelas 125cc yang juga juara Eropa kelas itu pada 1998 – diberi tugas membantu Franco Morbidelli untuk meningkatkan waktu lapnya.
“Dengan video ini saya bisa merekam Morbidelli dan Jorge Martin (pembalap Pramac lainnya) di seluruh tikungan. Misal, Morbidelli P1 di satu tikungan dalam sebuah sesi. Saya harus langsung menjelaskannya sebelum sesi berikutnya, semua harus berjalan sempurna,” ucap Sabbatani dalam video yang diunggah situs web resmi MotoGP.
“Selanjutnya, saya akan memaparkan (waktu lap dan waktu di tikungan) pembalap terbaik di sesi itu, membandingkannya dengan pembalap kami lalu melihat racing line yang mereka pilih.
“Ini Anda (maksudnya Morbidelli) dan ini Bastianini (pembalap dengan waktu lap lebih baik atau juga terbaik). Ketika di area ini, Anda sudah memiliki line yang mirip dengan Bastianini,” kata Sabbatini.
Seberapa Sulit Mengubah Gaya Balap Pembalap
Mengubah gaya berkendara pembalap membutuhkan waktu karena ini berhubungan dengan kebiasaan. Poggiali mengaku mengerjakan prioritas dan poin-poin penting yang spesifik untuk trek tersebut.
Poggiali mencontohkan, ia dan timnya mengerjakan setiap aspek balapan. Awal, misalnya, dari grid ke tikungan pertama bisa memakan waktu 5 hingga 10 detik.
“Lalu, 10 detik sebelum durasi balapan (biasanya sekira 40 menit) berakhir sangatlah penting. Bayangkan (jumlah 10 detik itu) untuk sprint. Jadi sangat penting untuk mengoptimalkan fase ini,” tuturnya.
Aspek lainnya, menurut Poggiali, adalah angin. Jika kondisi sirkuit berangin, Poggiali menganalisis aspek ini dan karakteristiknya. Apakah konsisten atau ada embusan angin? Apa arahnya dan sebagainya. Lalu, ban juga menjadi faktor kunci lainnya.
Menjaga Segala Sesuatunya Tetap Terkendali
Dari data dan foto serta video yang dikumpulkan rider coach diharapkan pembalap bisa menemukan margin bagi potensi untuk melewati lawan. Minimal mengelola balapan dengan kecepatan terbaik tanpa selalu berada pada batas atau melampauinya.
“Jika Anda kehilangan sepersepuluh (detik) per lap di suatu sektor, misalnya, dan hal ini dapat terulang, Anda harus mengidentifikasi di tikungan mana hal ini terjadi, lalu mencoba memperbaikinya dan memahami di mana Anda dapat memperoleh margin,” kata Poggiali. “Skenario berbeda harus dibuat ketika misalnya dalam satu lap kami kehilangan sepersepuluh tetapi pada lap berikutnya 0,3. Di sini ada yang kurang jelas karena ketertinggalannya tidak konsisten. Jadi, kami harus memeriksa betul mengapa ini terjadi.”
Aturan dan Prinsip Kerja Rider Coach
Dalam olahraga ekstrem yang hanya mengandalkan stopwatch seperti MotoGP, jangan pernah meremehkan apa pun karena setiap detail kecil juga berarti. Berikutnya, selalu dengarkan pembalap.
Masukan dari pembalap biasanya sangat positif, karena merekalah yang pertama ingin berkembang. Rider coach lalu mendiskusikan poin-poin yang perlu dikerjakan.
Pembalap sering berbicara tentang apa yang dia rasakan. Jadi tugas rider coach adalah memahami mengapa dia tidak memiliki feeling, dari mana asal mula masalah ini. Banyaknya pekerjaan biasanya berkaitan dengan beberapa faktor.
“Tugas kami adalah mencoba menerjemahkan ‘kurangnya perasaan’ ini menjadi sesuatu yang objektif untuk mengidentifikasi masalah dan mencoba memperbaikinya,” kata Poggiali.
“Sebagai mantan pembalap, saya juga memiliki persepsi dan meremehkan, dan menurut saya ini adalah nilai plus. Apa yang kami cari adalah pengendaraan yang mulus dan konsisten, seperti sebuah aliran.”
Soal Bagnaia, Bastianini, dan Marc Marquez
Saat disinggung soal para pembalap yang ditanganinya, Poggiali menjelaskan bila kedua pembalap tim pabrikan Ducati Lenovo sama-sama cepat dan konsisten.
Kekuatan utama Bagnaia adalah pengereman. Saat ini, ia adalah salah satu, dan bahkan bisa dibilang pembalap terkuat di grid. “Pengereman ini sangat penting ketika hendak menyalip lawan,” ujar Poggiali, seraya enggan mengungkapkan kelemahan juara dunia MotoGP dua musim terakhir tersebut.
Di sisi lain, kekuatan Bastianini adalah teknik masuk tikungan dan manajemen ban. Dalam balapan ia sangat pandai mengeluarkan kemampuan ban secara maksimum, hal itu terlihat pada paruh kedua di setiap balapan.
“Di paruh pertama musim ini, kami memfokusan kerja dengannya dalam hal meningkatkan pengereman. Hasilnya, di Mugello dan Assen dia sangat fenomenal dalam mengoptimalkan kerja seluruh tim, kompetitif,” kata Poggiali.
“Kini, ia terlihat kesulitan di kualifikasi. Padahal, di paruh pertama musim, Bastianini kuat di kualifikasi dan justru kurang kuat di balapan.”
Soal Marc Marquez, di mata Poggiali juara dunia balap motor delapan kali – termasuk enam di kelas MotoGP: 2013, 2014, 2016, 2017, 2018, 2019 – dari Tim Gresini Racing itu adalah salah satu pembalap dengan terlengkap di grid.
“Saya pikir, batasan dirinya dalam beberapa balapan justru datang dari euforianya yang mendorongnya melakukan lebih banyak kesalahan!” ucap Poggiali.
“Mengenai cara berkendaranya, kecelakaan yang menimpa lengan kanannya memengaruhi beberapa gerakan yang dulu biasa ia lakukan dengan mudah. Kami berupaya memahami cara membuatnya lebih mulus untuk mendapatkan margin agar ia tidak selalu berada pada batasnya.”