- Kasus meninggalnya pesepeda dalam uji coba JLNT, Minggu (23/5/2021), menjadi alarm pentingnya memahami detak jantung saat berolahraga.
- Batas maksimal detak jantung ketika olahraga adalah 50-70 persen dari 220 detak jantung per menit dikurangi usia.
- Batasi durasi olahraga adalah langkah bijak untuk mengurangi risiko yang tidak diinginkan.
SKOR.id - Uji coba JLNT (Jalan Layan Non-Tol) Kampung Melayu-Tanah Abang (Casablanca) pada Minggu (23/5/2021) menghadirkan kisah pilu meninggalnya pesepeda 62 tahun.
Menurut Kepala Bidang Lalu Lintas Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Rudy Saptari, pesepeda itu diduga mengalami kelelahan ketika berkendara hingga akhirnya meninggal dunia.
Kondisi ini memunculkan berbagai pertanyaan seputar bagaimana hubungan olahraga dengan kebugaran yang sebenarnya?
Apakah olahraga akan meningkatkan kesehatan atau justru membahayakan jiwa seseorang?
Dilansir dari detik.com, heart rate atau denyut jantung bisa menjadi salah satu faktor yang meningkatkan risiko kematian ketika berolahraga.
Menurut dr Michael Triangto, SpKO dari RS Mitra Kemayoran, detak jantung mendiang pesepeda itu sempat mencapai 180 BPM (beat per minute) sebelum meninggal dunia.
Kondisi tersebut memang sangat berisiko untuk seseorang yang telah menginjak usia di atas 60 tahun dan lebih berbahaya lagi untuk orang dengan riwayat penyakit tertentu.
Dokter Michael Triangto menjelaskan bahwa intensitas berolahraga sebaiknya tidak melebihi denyut jantung maksimal, yakni 50-70 persen dari detak normal.
Lantas bagaimana cara untuk mengetahui denyut jantung maksimal yang aman untuk berolahraga?
"Heart rate maksimal itu adalah 220 BPM dikurangi usia. Kalau orang ini usianya 60 tahun, berarti 220 dikurangi 60. Maka 160 itu 100 persennya dia," ucap dr Michael Triangto.
"Kalau untuk tujuan kesehatan, maksimalnya berapa denyutnya? 220 Dikurangi usia. Nah training zone-nya untuk mencapai tingkat kesehatan lebih baik itu 50-70 persen saja."
Dokter Michael manambahkan pentingnya untuk menghindarai olahraga secara berlebihan demi mendapatkan tubuh yang sehat.
Batasi durasi dan beban olahraga sesuai dengan kapasitas tubuh diri sendiri menjadi alarm penting agar tidak menimbulkan risiko lebih lanjut.
Menurutnya, anggapan bahwa makin lama berolahraga maka akan makin sehat sepenuhnya keliru.
"Jadi, kalau kita mau berolahraga sehat itu harus jelas, 30 menit ya berhenti. Bukan berjam-jam. Kalau mau sehat itu enggak perlu berat-berat. Itu malah melampaui batasan."
Ikuti juga Instagram, Facebook, dan Twitter dari Skor Indonesia.
Tiga Tahun Tak Bermain, Legenda Arema dan Timnas Singapura Kembali dari Masa Pensiun https://t.co/vIWweWaUGw— SKOR.id (@skorindonesia) May 24, 2021
Berita Kebugaran Lainnya:
Makanan yang Baik Dikonsumsi sebelum, saat, dan setelah Bersepeda