SKOR.id – Akhir pekan ini, Kejuaraan Dunia Formula 1 2024 memasuki putaran ke-18, Grand Prix Singapura. Balapan 62 lap di trek sepanjang 4,94 km Marina Bay Street Circuit akan digelar pada Minggu (22/9/2024) malam dengan start mulai pukul 19:00 WIB.
GP Singapura menjadi salah satu dari tujuh Grand Prix di Asia yang masuk kalender Kejuaraan Dunia Formula 1 2024 yang terdiri dari total 24 round. Singapura juga menjadi satu-satunya Grand Prix F1 yang digelar di kawasan Asia Tenggara dalam beberapa tahun terakhir.
Potensi perluasan Formula 1 di Asia Tenggara menjadi topik hangat akhir-akhir ini. Negara-negara seperti Thailand dan Indonesia saat ini sedang dipertimbangkan untuk menjadi tuan rumah balapan F1. Hal itu diungkapkan CEO Liberty Media Greg Maffei di sela-sela acara yang diselenggarakan oleh Autosport di Monako, Mei lalu.
Ini tentu menjadi sinyal positif bagi negara-negara yang disebutkan di atas, utamanya Indonesia yang sejak Sirkuit Internasional Mandalika, Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), menggelar Kejuaraan Dunia Superbike (mulai akhir 2021) dan Kejuaraan Dunia MotoGP (mulai 2022).
Namun, menggelar Formula 1 tidak semudah membalikkan telapak tangan. Bagi Indonesia, banyak faktor yang memengaruhi dan tantangan yang harus diatasi untuk menggelar ajang balap mobil paling bergengsi di dunia.
Apa saja yang harus disiapkan Indonesia jika ingin menggelar F1? Berapa biaya yang harus dikeluarkan? Realistiskah rencana Indonesia menjadi tuan rumah salah satu putaran F1?
Skor.id akan coba mengulasnya dalam Skor Special kali ini. (Skor Special adalah artikel yang akan memberikan perspektif berbeda setelah Skorer membacanya dan artikel ini bisa ditemukan dengan mencari #Skor Special atau masuk ke navigasi Skor Special pada homepage Skor.id.).
Indonesia Sudah Lama Berencana
Keinginan Indonesia untuk menjadi tuan rumah putaran Kejuaraan Dunia Formula 1. Seperti dikutip dari situs resmi Sekretariat Kabinet Republik Indonesia, menjelang akhir Mei 2019 silam, Presiden RI Joko Widodo meminta otoritas terkait untuk menjajaki peluang Indonesia menggelar balap Formula 1 pada 2021.
Abdulbar Mansoer yang saat itu menjadi Presiden Direktur Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC) – badan usaha milik negara yang terspesialisasi dalam pengembangan dan pengelolaan kompleks pariwisata terintegrasi yang berhak mengelola The Mandalika di Lombok Tengah, NTB – menyatakan Presiden ingin F1 bisa menjadi salah satu yang bisa mengangkat nama Indonesia dan mengembangkan sport tourism.
Setelah mampu menggelar MotoGP dan World Superbike di Mandalika, asa untuk menggelar Formula 1 di Indonesia makin menguat. Sekira awal 2023, Ketua Umum Ikatan Motor Indonesia (IMI) Bambang Soesatyo menegaskan organisasinya terus berusaha melakukan lobi-lobi untuk mendatangkan F1 ke Indonesia.
Sebagai bukti keseriusan Indonesia, pemerintah saat itu berencana untuk membangun sirkuit Formula 1 di Pantai Indah Kapuk (PIK), Jakarta Utara, dan Bintan, Kepulauan Riau.
Menjelang akhir tahun 2023, Bambang Soesatyo menegaskan bila IMI akan berusaha keras menjadikan Indonesia salah satu tuan rumah untuk Kejuaraan Dunia Formula 1 2026.
Butuh Biaya Fantastis
Formula 1 adalah puncak dari motorsport. Orang-orang terkaya membayar mahal untuk menontonnya, perusahaan-perusahaan terbesar bersaing untuk mendapatkan tempat terbatas untuk mensponsorinya, dan pemilik tim mengeluarkan biaya besar untuk menempatkan pembalap mereka di belakang kemudi.
Meskipun demikian, hal ini masih menjadi beban keuangan yang sangat besar bagi pemerintah setempat (baca: negara) dan pemilik trek swasta yang bekerja sama untuk mendanai dan menjadi tuan rumah Grand Prix Formula 1.
Bagi tuan rumah, keuntungan tidak dijamin. Bahkan, terkadang titik impas sudah dianggap beruntung. Sebagai informasi, commitment fee dari Liberty Media selaku pemegang hak penyelenggara dan komersial F1, yang diminta dari tuan rumah jumlahnya sangat fantastis.
Uniknya, jumlah uang yang harus disetorkan ke Liberty Media ini bervariasi untuk setiap sirkuit, antara 20 juta dolar AS sampai 57 juta dolar AS untuk sekali gelaran.
Penyelenggara GP Monako yang paling kecil, 20 juta dolar AS, karena dinilai bersejarah dan memiliki daya tarik tersendiri. Karena statusnya “mirip” Monako, commitment fee GP Belgia (22 juta dolar AS), GP Emilia Romagna (21 juta dolar AS), dan GP Italia (25 juta dolar AS), juga “tidak begitu besar”.
Penyelenggara Grand Prix di Cina, Azerbaijan, Arab Saudi, Qatar, Spanyol-Madrid (mulai 2026), dan Bahrain harus menyetor antara 50 juta dolar AS sampai 57 juta dolar AS (sekira Rp758,04 miliar sampai Rp864,16 miliar) dengan Azerbaijan yang tertinggi (57 juta dolar AS).
Angka-angka di atas adalah “setoran” yang harus diserahkan ke Liberty Media oleh penyelenggara lokal. Padahal, satu Grand Prix biasanya memiliki kontrak lebih dari setahun.
Bahrain diperkirakan membayar 52 juta dolar AS per tahun untuk balapannya hingga tahun 2036. Sementara, F1 akan tetap di Sirkuit Silverstone, Inggris, hingga tahun 2034 dengan biaya sekitar 30 juta dolar AS setiap tahunnya.
Saat ini, F1 akan menghasilkan 770 juta dolar AS dalam biaya promosi balapan tahun depan, angka yang tampaknya akan terus meningkat.
Komparasi dengan Hosting Fee MotoGP
Saat pertama menggelar MotoGP di Mandalika pada 2022, hosting fee (kabarnya sebesar Rp143 miliar) ditanggung oleh pemerintah pusat lewat Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf).
Lantas pada 2023, Kemenparekraf membantu membayar hosting fee kepada Dorna Sports selaku pemegang hak komersial dan penyelenggaraan MotoGP sebesar Rp78,8 miliar dalam bentuk belanja iklan Wonderful Indonesia.
Adapun hosting fee yang harus dikeluarkan untuk MotoGP 2024 di Mandalika pada 27-29 September nanti ternyata naik drastis menjadi Rp231,29 miliar.
Kendati besar, hosting fee MotoGP masih terbilang lebih kecil dibanding commitment fee untuk menggelar Formula 1 per tahun.
Sirkuit
Seperti sudah disebutkan di atas, dari sejumlah sumber menyebut Indonesia berencana menyiapkan dua sirkuit untuk Formula 1, PIK dan Bintan.
Bintan International Circuit (BIC) yang kabarnya menyedot investasi senilai Rp1,2 triliun berlokasi di Lagoi, Kabupaten Bintan dan dikelilingi 34 ribu hektare wilayah konservasi hutan bakau.
Seperti dikutip dari akun Instagram @sirkuitinternasionalbintan, BIC nantinya akan memiliki panjang lintasan lebih dari lima kilometer dengan 18 tikungan untuk balap mobil dan 17 balap motor seperti MotoGP.
Di sisi lain, kawasan PIK 2 sudah ditetapkan sebagai proyek strategis nasional (PSN) terbaru. Diberitakan bila area seluas 1.000 hektare itu nantinya akan memiliki sirkuit F1 yang rencananya akan menggelar balap jet darat perdana pada 2029.
Awal bulan Apri 2024 lalu, Menparekraf Sandiaga Uno menyebut berharap bisa mengundang Formula 1 lima tahun lagi dari sekarang.
Beberapa bulan sebelumnya, tepatnya Oktober 2023, Sandiaga melalui akun X miliknya menyebut pihaknya berencana mengajukan Sirkuit Internasional Mandalika untuk menjadi tuan rumah Formula 1, menyusul kesuksesan gelaran MotoGP 2022 dan 2023.
Namun, saat itu Sandi juga menyebut masih mengkaji ulang untung dan ruginya menggelar F1. Jika menguntungkan, proyek ini akan ditindaklajuti.
Masalahnya, Mandalika belum bisa menggelar F1 karena saat ini baru berlisensi Grade A Federasi Motor Internasional (FIM). Sementara, F1 memerlukan sirkuit dengan Grade 1 dari Federasi Autommobil Internasional (FIA).
Untuk menaikkan grade Mandalika sesuai standar FIA untuk F1 jelas dibutuhkan anggaran sangat besar. Sirkuit Internasional Mandalika saja sudah menghabiskan Rp2 triliun saat dibangun.
Dari sejumlah sumber diketahui, saat ini membangun sebuah sirkuit standar F1 membutuhkan biaya minimal 270 juta dolar AS (sekira Rp4,09 triliun) dengan biaya perawatan mencapai 18 juta dolar AS per tahun.
Bahkan, sirkuit jalan raya Las Vegas di AS yang baru masuk kalender pada 2023 kabarnya menyedot anggaran hingga 400 juta dolar AS (Rp6,06 triliun).
Besar kecilnya anggaran pembuatan sirkuit tentu dipengaruhi sejumlah faktor. Desain dan panjang lintasan, fasilitas penunjang, serta lokasi, hanyalah beberapa hal yang harus dipikirkan saat membangun sirkuit.
Untung-Rugi
India dan Korea adalah dua dari banyak contoh Grand Prix yang menunjukkan betapa sulitnya bagi pemilik trek untuk mendapatkan keuntungan dengan tiket menjadi satu-satunya sumber pendapatan mereka.
Kedua negara itu hanya menjadi tuan rumah beberapa kali Grand Prix dan harus membatalkan Grand Prix berikutnya karena berbagai alasan. Namun, kerugian finansial yang besar tampaknya menjadi salah satu penyebab utama.
Grand Prix India pada tahun 2013, tahun terakhir operasionalnya, merugi 24 juta dolar AS. Sedangkan Grand Prix Korea mengalami kerugian 37 juta dolar AS pada tahun 2012, hanya satu tahun sebelum berakhirnya operasional. Meskipun trek lain biasanya tidak merugi sebanyak itu, namun tetap saja sulit mencapai titik impas.
Jika menjadi tuan rumah Formula 1 tidak menguntungkan untuk investasi, mengapa pemerintah dan pemilik lintasan swasta benar-benar mengambil proyek ini? Mengapa tidak mengalokasikan uang tersebut ke bidang ekonomi lain yang benar-benar akan memberikan manfaat lebih langsung?
Ada banyak bukti yang menunjukkan bahwa uang yang diperoleh dari pariwisata dan perjalanan akibat Grand Prix sebenarnya menstimulasi perekonomian lokal hingga pada titik di mana terdapat keuntungan positif.
Misalnya, meskipun Las Vegas diperkirakan menghabiskan sekitar 500 juta dolar AS pada Grand Prix 2023, manfaat pariwisata dari balapan tersebut diperkirakan sebesar 1,2 miliar dolar AS yang berasal dari pengeluaran di hotel, restoran, dan bisnis lokal lainnya.
Selain itu, Grand Prix Singapura dari tahun 2008 hingga 2018 memberikan manfaat bagi perekonomian lokal dengan mendatangkan 450 ribu pengunjung tambahan yang menghabiskan sekitar 1,4 miliar dolar AS untuk perekonomian lokal.
Terakhir, Grand Prix Meksiko yang diselenggarakan di Mexico City terus menghasilkan peningkatan tahunan sebesar 12% dalam jumlah tamu yang menginap di hotel mewah pada hari perlombaan akhir pekan.
Mexico City juga terus melihat pengeluaran pengunjung rata-rata sekitar 1.730 dolar AS per orang pada akhir pekan Grand Prix untuk barang dan jasa yang tidak terkait dengan Formula 1.