SKOR.id – Kendati Prinsipal Tim Williams F1 James Vowles sudah meminta maaf karena telah menyebut Mick Schumacher “tidak istimewa dan hanya akan menjadi baik”, faktanya pernyataan bos tim asal Inggris itu di Grand Prix Italia, dua pekan lalu, kian menegaskan soal posisi Mick Schumacher.
Perannya sebagai pembalap cadangan Mercedes telah membuatnya tetap bermimpi F1. Namun, kendati masih optimistis, faktanya pembalap asal Jerman berusia 25 tahun itu telah dilupakan oleh Williams – yang mendapat pasokan power unit dari Mercedes – yang justru memberikan posisi kepada Franco Colapinto untuk sisa musim F1 2024.
Mirisnya, Mick Schumacher juga ditolak oleh Alpine – yang mobilnya dikendarai Schumacher di FIA World Endurance Championship/WEC (Kejuaraan Balap Ketahanan Dunia) – untuk lowongan tahun 2025 (yang malah jatuh ke tangan Jack Doohan).
Berkaca dari kondisi-kondisi di atas, dua pertanyaan besar pun muncul: apakah peluang Schumacher untuk turun di F1 sudah habis? Atau, apakah ia secara tidak fair sudah diabaikan?
Skor.id akan coba mengulasnya dalam Skor Special kali ini. (Skor Special adalah artikel yang akan memberikan perspektif berbeda setelah Skorer membacanya dan artikel ini bisa ditemukan dengan mencari #Skor Special atau masuk ke navigasi Skor Special pada homepage Skor.id.).
Pilihan Sangat Sedikit
Putra legenda balap F1 Michael Schumacher itu diyakini masih akan menjadi reserve driver Merceds, sambil melanjutkan turun balapan di WEC. Tetapi, target Schumacher sesungguhnya adalah kembali turun membalap di F1.
Secara teknis ada dua lowongan untuk tahun 2025 tetapi mengingat salah satunya berada di ekosistem pembalap Red Bull, satu-satunya kursi yang masih terbuka adalah di Sauber, yang mulai awal tahun depan akan dimiliki sepenuhnya oleh Audi menjelang masuknya F1 pada tahun 2026.
Valtteri Bottas yang saat ini menjabat tampak difavoritkan untuk kursi tersebut. Namun dengan adanya lobi yang vokal di Jerman, selalu ada kemungkinan bahwa Audi mungkin ingin memilih susunan pembalap Jerman dengan menggandeng Schumacher dan Nico Hulkenberg.
Namun saat ini hal tersebut tampaknya sangat sulit dan akan menjadi keputusan yang membingungkan. Meskipun, Schumacher memang memiliki hubungan dengan bos baru Audi F1 Mattia Binotto sejak ia menjadi bagian dari akademi Ferrari.
Bahkan jika siapa pun selain Bottas yang mendapatkan kursi itu, tampaknya lebih mungkin untuk memilih pendatang baru. Mungkin anak didik Sauber sendiri juara Formula 2 2023 dari McLaren junior, Theo Pourchaire, atau Gabriel Bortoleto yang dilatih Fernando Alonso yang kini berada di urutan kedua di klasemen F2. Keduanya telah menjadi kandidat kuat.
Apakah Karier F1 Schumacher Sudah Selesai?
Mick Schumacher masih merupakan salah satu pembalap F1 yang mungkin perlu ditempatkan di suatu tempat. Jadi, tidak bisa dikatakan kariernya sudah pasti berakhir.
Tetapi, harus diakui bahwa prospeknya untuk mendapatkan pekerjaan penuh waktu (pembalap utama di satu tim F1) dan permanen mungkin sudah hilang. Kemungkinan besar, Schumacher akan absen satu musim lagi.
Dia akan terus menjadi pilihan bagi tim mana pun yang perlu melakukan pergantian pembalap. Namun, karena ditolak mentah-mentah atau diabaikan oleh banyak tim, harapan Schumacher memudar. Tetapi mengingat pengalamannya, Schumacher tetap bisa bermain sehingga tidak bisa sepenuhnya putus asa.
Apakah F1 Berlaku Tidak Fair pada Schumacher?
Apakah F1 telah memberi Schumacher kesempatan yang adil? Ada banyak orang yang berpendapat bahwa hal itu belum terjadi, dan tidak hanya anggota keluarga dan basis penggemarnya sendiri.
Penasihat motorsport Red Bull Helmut Marko pernah mengatakan adalah “fakta” bahwa Schumacher diperlakukan tidak adil oleh Guenther Steiner, mantan Prinsipal Tim Haas, saat Schumacher memperkuat tim itu.
Di sana, Schumacher mencetak 12 poin dalam 43 start - meskipun itu termasuk musim debut pada tahun 2021 saat Haas turun dengan mobil yang tidak dikembangkan dan sebagian besar tidak berubah dari pendahulunya (sasis 2020). Dalam situasi yang lebih representatif pada tahun 2022, ia dikalahkan secara komprehensif oleh Kevin Magnussen.
Bagaimanapun, Marko jelas tidak merasa hal itu tidak adil. Ada opsi untuk membawa Schumacher ke Red Bull pada tahun 2023. Tetapi yang dibuat saat itu justru keputusan naas untuk mengontrak Nyck de Vries.
Selaiin itu, ada satu aspek dari Schumacher yang membuatnya tidak menarik bagi tim-tim F1, yakni nama belakangnya (yang berujung pada kebisingan di sekitarnya).
Hal ini sebelumnya digambarkan sebagai hal yang positif bagi Schumacher, namun tidak demikian halnya belakangan ini. Steiner bahkan pernah mengatakan dalam sebuah wawancara dengan Sky Sports F1 tahun lalu bahwa Haas menganggap komentar dari orang-orang seperti pamannya, Ralf Schumacher, dan sebagian media Jerman bersifat kontra-produktif.
“Mereka (media-media Jerman) mencoba memberikan tekanan untuk mempertahankan Mick dan menyalahkan tim. Menurut saya itu tidak baik untuk Mick,” kata Steiner.
Meski begitu, semua itu tidak akan menjadi masalah jika Schumacher dianggap lebih dari sekadar pembalap F1 yang baik.
Schumacher memang seperti itu. Jika diberi kesempatan lagi di F1, dia tidak akan melakukan pekerjaan yang buruk dan akan memiliki kesempatan untuk membuktikan bahwa dia menggunakan waktu istirahatnya untuk memperbaiki kelemahannya.
Namun sulit untuk membantah bahwa putra juara dunia F1 tujuh kali Michael Schumacher itu akan melakukan pekerjaannya dengan baik. Padahal, itulah yang dicari oleh tim.
Vowles, di tengah sejumlah reaksi keras, mengatakan bahwa dia “bodoh” jika mengatakan Schumacher “tidak istimewa”, seraya menjelaskan bahwa dia menggunakan kata itu dalam konteks beberapa juara dunia termasuk Ayrton Senna dan Lewis Hamilton. Ia pun membenarkan telah meminta maaf kepada Schumacher.
Tapi pada dasarnya Vowles benar. Schumacher tidak pernah menunjukkan potensi superstar di F1, seperti ayahnya. Jika memilikinya, ia tidak akan dikalahkan oleh Magnussen pada tahun 2022 saat mengendarai mobil yang bisa mencetak poin.
Di F1, performa adalah yang terpenting dan segalanya. Intinya, Mick Schumacher belum membuat kagum tim mana pun yang ia dukung. Itulah sebabnya ia terus-menerus masuk dalam daftar opsi tetapi tidak pernah berada di urutan teratas.
Meski begitu, Mick Schumacher memiliki pengalaman F1 selama dua musim serta pengujian jarak tempuh baru-baru ini untuk Mercedes, McLaren, dan Alpine, yang berarti, untuk saat ini, ia masih 'terkini' sebagai pembalap F1.
Meskipun demikian, Mick Schumacher tetap masih kandidat yang logis untuk menjadi pembalap mengingat betapa kecilnya jumlah pembalap dengan pengalaman F1 baru-baru ini.