SKOR.id – Ducati mendominasi Kejuaraan Dunia MotoGP sejak menurunkan delapan motor—masing-masing dua unit untuk satu tim pabrikan (Ducati Lenovo), satu skuad satelit (Prima Pramac Racing), dan dua tim independen (Gresini Racing dan Pertamina Enduro VR46 Racing)—sejak musim 2022.
Sejak itu pula pabrikan asal Borgo Panigale, Bologna, Italia, itu selalu mampu merebut gelar juara dunia pembalap (Francesco Bagnaia pada 2022 dan 2023 serta Jorge Martin pada 2024) dan konstruktor yang bahkan mereka kuasai sejak 2020.
Namun pada MotoGP 2025 nanti mungkin ceritanya akan lain. Ducati hanya akan menurunkan enam unit Ducati Desmosedici GP, menyusul keputusan Tim Pramac yang menerima pinangan Yamaha untuk menjadi tim satelitnya.
Berkurangnya tim dan pembalap di grid, dipastikan bakal memengaruhi Ducati. Namun, para bos Ducati menegaskan jumlah motor dan pembalap bukan menjadi kekhawatiran utama mereka. Lalu, apa yang menjadi problem utama bagi Ducati di MotoGP 2025?
Skor.id akan coba membahasnya secara detail dalam Skor Special edisi kali ini. (Skor Special adalah artikel yang akan memberikan perspektif berbeda setelah Skorer membacanya dan artikel ini bisa ditemukan dengan mencari #Skor Special atau masuk ke navigasi Skor Special pada homepage Skor.id.).
Problem Ducati pada musim 2025 nanti bukan hanya karena kehilangan sekutu lamanya yang terpercaya, Pramac, yang berimbas pada berkurangnya motor menjadi enam. Mereka juga masih dibatasi oleh status pabrikan “Peringkat A” yang otomatis tidak ada wildcard hingga ban uji paling sedikit.
Pun begitu, tidak satu pun dari hal-hal tersebut di atas yang paling mengkhawatirkan General Manager Ducati MotoGP Gigi Dall'Igna.
Kehilangan Pembalap Berkualitas
“Masalah sebenarnya adalah pabrikan lain bakal memiliki pembalap yang lebih baik,” kata Dall’Igna.
“Di masa lalu Anda melihat beberapa motor – misalnya, ketika Aprilia membuat perubahan dari dua motor menjadi empat, dan hasilnya kurang lebih sama.
“Saya tidak berpikir bahwa hanya memiliki enam motor di grid, enam pembalap, akan menjadi masalah nyata bagi kami. Masalah sebenarnya adalah (Jorge) Martin akan berangkat ke perusahaan lain, dan juga Enea (Bastianini). Inilah masalah sebenarnya,” Dall’Igna menegaskan.
Saat ini, Ducati masih memang memiliki Pecco Bagnaia dan juara dunia MotoGP enam kali (2013, 2014, 2016, 2017, 2018, 2019) Marc Marquez di tim pabrikan, Fabio Di Giannantonio dan Franco Morbidelli di VR46 Racing, serta Alex Marquez dan Fermin Aldeguer di Gresini Racing.
Nama terakhir patut dipertanyakan apakah kepindahannya ke Ducati bakal “melemahkan” roster mereka, setidaknya dalam jangka pendek?
Bagaimanapun, Aldeguer sekarang mengambil salah satu slot kontrak pabrik selama dua tahun, dan melakukannya setelah musim Moto2 yang sangat mengecewakan. Namun, taruhan yang dihadapi Aldeguer sekarang jauh lebih tinggi untuk menjadi prospek.
Menyesalkah Ducati Rekrut Aldeguer?
Meskipun turun di Moto2 sejak 2021, Aldeguer baru menjalani musim penuh mulai 2022 sampai 2024. Puncak performa Aldeguer di Moto2 terjadi pada musim 2023. Saat itu, ia mampu memenangi empat Grand Prix akhir secara beruntun kendati akhirnya harus puas finis di posisi ketiga klasemen akhir.
Performa impresif Aldeguer membuat Ducati menariknya pada Maret 2024 dengan kontrak dua tahun dan opsi perpanjangan dua tahun lagi. Semua tahu, Ducati akhirnya mengirim rider berusia 19 tahun itu ke Gresini untuk MotoGP 2025.
Namun perubahan ban di Moto2 dari Dunlop ke Pirelli mulai tahun 2024, seolah menjadi bencana bagi Aldeguer. Musim yang seharusnya menjadi pembuktian bagi Aldeguer bila Ducati tak salah mengontraknya, justru berakhir di bawah yang diharapkan.
Jika pada Moto2 2023 Aldeguer menjadi salah satu dari dua pembalap yang memakai motor buatan Boscoscuro, pada 2024 ia harus bersaing dengan tiga rider pengguna motor buatan Italia itu.
Salah satu pemakai Boscoscuro, Ai Ogura (MT Helmets – MSi) bahkan menjadi juara dunia Moto2 2024. Sedangkan Aldeguer yang justru pembalap asli Boscoscuro (di Moto2 turun dengan nama tim Speed Up Racing) hanya mampu finis di posisi kelima klasemen akhir.
Kabar bila Ducati telah kecewa terhadap Aldeguer, bahkan sebelum ia berada di atas Desmosedici pun ditanggapi dengan tajam oleh Dall’Igna ketika ditanya tentang si pembalap.
“Bagi saya, Fermin adalah salah satu talenta muda di MotoGP – saya sangat senang memiliki dia di salah satu tim kami. Dia memiliki banyak hal bagus dan beberapa hal yang harus dia kembangkan dan pahami dengan lebih baik,” ujar Dall'Igna.
“Saya kira kami dapat membantunya melakukan hal ini. Jadi saya yakin bahwa dalam beberapa tahun dia akan berjuang untuk kejuaraan.”
Penilaian Dall’Igna seolah menguatkan kenyataan bahwa musim terakhir Aldeguer di Moto2 mengecewakan bagi Ducati namun bukan kegagalan besar seperti yang diyakini orang.
Jika melihat statistik Moto2 2024 lalu, Aldeguer termasuk salah satu rider dominan. Musim lalu, hanya 10 pembalap Moto2 yang mampu memimpin balapan.
Bila ditotal dalam lap, Aldeguer tercatat 73 lap memimpin lomba dalam semusim. Meskipun jauh, Aldeguer hanya kalah dari Aron Canet (110). Bandingkan dengan Ogura, yang hanya mampu memimpin balapan dalam 20 lap.
Sedangkan posisi rata-rata saat balapan berlangsung, Aldeguer juga tidak terlalu buruk, yakni 6,6. Ia memang kalah dari Canet (4,5) dan Ogura (5,1) tetapi lebih baik daripada rider sekelas rekan setimnya Alonso Lopez, serta Joe Roberts (masing-masing 7,7).
Mereka yang berada di lingkungan Aldeguer, termasuk Ducati, akan memiliki gagasan terbaik tentang apa yang harus dia “kembangkan dan pahami dengan lebih baik”. Tetapi, melihat hasil Moto2 2024, Aldeguer sepertinya harus menghadapi pra-musim yang berat di MotoGP.
Hal itu dinilai lumrah terjadi, dan pastinya bisa terjadi pada anak berusia 19 tahun. Ya, ini seharusnya menjadi perhatian Ducati. Namun perhatian Ducati ada batasannya karena mereka tidak mengontraknya untuk menjadi pembalap Moto2 terbaik tetapi menjadi pembalap MotoGP terbaik yang dia bisa.
Sudah Tepatkah Aldeguer Promosi ke MotoGP pada 2025?
Kampanye Moto2 yang hebat dapat memberikan penghargaan dan keuntungan besar bagi pembalap. Nama si rider akan ada dalam buku sejarah. Tetapi di MotoGP modern, hal itu hanya penting hingga pramusim pertama, yang kemudian hanya menjadi penting hingga balapan pertama.
Beberapa orang akan merasa hasil Moto2 2024 adalah bukti bahwa Aldeguer belum siap untuk MotoGP. Tetapi kesiapan itu bukanlah sesuatu yang biner.
Lagi pula, taruhan Suzuki bahwa Joan Mir yang masih mentah bisa tampil cemerlang di MotoGP alih-alih bertahan di Moto2 selama lebih dari satu musim yang layak, terbayar dengan cara yang luar biasa di tahun 2020 (menjadi juara dunia).
Apakah Aldeguer cocok untuk MotoGP adalah sesuatu yang masih harus ditunggu untuk mengetahuinya. Tes pertamanya, tentu saja, tidak memberikan petunjuk yang jelas.
Aldeguer memang yang tercepat di antara para pemula, meskipun di atas Ducati hal semacam itu mungkin merupakan ekspektasi minimum. Dia mengalami kecelakaan kecil - hal yang normal dalam proses pembelajaran pemula.
Aldeguer juga berseri-seri dengan gembira saat berbicara dengan media setelah tes selesai, dengan mengatakan bahwa “semuanya luar biasa” di mesin, meskipun hal itu pasti memerlukan sedikit adaptasi. “Semua staf Ducati dan tim saya senang,” tuturnya.
Aldeguer tertinggal 1,761 detik dari pembalap tercepat tes. Tetapi apakah itu banyak? Apakah itu sesuatu?
Antara tahun 2018 dan sekarang, para pemula yang melakukan debut tes kolektif mereka memiliki rata-rata selisih 2,350 detik dari pembalap tercepat pada hari pertama mereka.