SKOR.id – Piala Eropa (Euro) 2024 akan memasuki puncaknya dengan digelarnya pertandingan final antara juara tiga kali (1964, 2008, 2012) Spanyol melawan Inggris.
Duel tersebut akan berlangsung di Stadion Olympia (juga sering disebut Olympiastadion) di Berlin, Jerman, pada Minggu (14/7/2024) malam waktu setempat atau mulai (15/7/2024) mulai pukul 02.00 WIB.
Euro 2024 merupakan edisi ke-17 turnamen sepak bola terbesar antarnegara Eropa. Dimulai sejak 1960, sudah ada 16 pertandingan final Euro. Skor.id mencoba memilih lima laga final terbaik sepanjang sejarah Piala Eropa:
1992 – Denmark 2-0 Jerman
Berada di posisi kelima, laga final Euro 1992 antara Denmark melawan Jerman merupakan sebuah pertandingan yang mengangkat sepak bola hingga ke akar-akarnya dan mengembalikannya ke paradigma yang berbeda.
Ada konteks politik dalam duel yang berlangsung di Stadion Ullevi, Gothenburg, Swedia, itu yang menjadi salah satu kisah paling luar biasa dalam sejarah sepak bola internasional. Seharusnya itu menjadi gelar pertama Jerman setelah reunifikasi, namun Denmark memiliki ide lain.
Kemenangan Denmark di turnamen ini menjadi semakin mengejutkan karena fakta bahwa mereka tidak benar-benar dimaksudkan untuk bermain di turnamen tersebut.
Perang saudara di Yugoslavia – runner-up Euro 1960 dan 1968, akibat langsung dari runtuhnya Tembok Berlin dan pembubaran Uni Soviet, menyebabkan negara itu didiskualifikasi sebelum dimulainya kompetisi di Swedia.
Itu membuka peluang yang cukup lebar bagi Denmark untuk lolos setelah finis kedua di belakang Yugoslavia di fase kualifikasi.
Nama kiper Peter Schmeichel melonjak dari daftar tim, begitu pula Brian Laudrup. Namun tidak ada keraguan bahwa Jerman melaju ke final sebagai favorit.
Tetapi setelah tendangan roket John Jensen pada menit ke-18 yang begitu memukul dan gol Kim Vilfort, satu jam berselang, Denmark berhasil melewati jalan unik mereka menuju kemenangan yang menakjubkan.
1976 – Cekoslovakia 2-2 Jerman Barat (adu penalti 5-3)
Final Piala Eropa pertama yang harus ditentukan lewat adu penalti ini layak ditempatkan di peringkat keempat laga puncak terbaik dalam sejarah Euro. Cekoslovakia unggul 2-0 sebelum setengah jam lewat gol-gol Jan Svehlik (menit ke-8) dan Karol Dobias (25).
Jerman Barat membalas satu gol dengan cepat melalui Dieter Muller dan skor tetap sama hingga menit ke-89. Ketika cahaya hampir meninggalkan mata sang juara bertahan, Bernd Holzenbein menyamakan berhasil kedudukan yang berawal dari tendangan sudut.
Setelah perpanjangan waktu tanpa gol pada laga di Stadion Red Star, Belgrade, Yugoslavia, adu penalti pun digelar. Tiga algojo masing-masing tim sukses menjalankan tugasnya. Uli Hoeness menjadi penembak keempat Jerman Barat tetapi tendangannya melambung di atas mistar.
Lalu, Antonin Panenka maju sebagai penendang kelima atau terakhir. Gelandang serang dan playmaker Cekoslovakia yang saat itu berusia 28 tahun terlihat rapi namun biasa-biasa saja.
Dengan kecerdasan dan kejeliannya, Panenka menendang bola agak melambung yang tidak terlalu kencang namun ditempatkan di tengah gawang, tepat di titik yang baru saja dikosongkan kiper Jerman Barat Sepp Maier. Tak pelak, gabus sampanye pun beterbangan di Beograd merayakan kesuksesan Cekoslovakia.
2004 – Yunani 1-0 Portugal
Kejutan yang dilakukan Yunani di Euro 2004 berada di posisi ketiga final terbaik dalam sejarah Piala Eropa. Pada Euro yang digelar di Portugal itu, laga final menjadi pertemuan kedua Yunani dengan tuan rumah.
Kemenangan pertama di fase grup (2-1) sepertinya memberi Yunani keunggulan psikologis. Bagaimanapun, mereka melaju ke final sebagai tim luar.
Pasukan pelatih Otto Rehhagel mampu mengubah pertandingan menjadi sebuah pertarungan. Yunani bermain dengan dogma dan disiplin, memadamkan api di mana pun mereka melihatnya dan memulai api mereka sendiri dalam prosesnya.
Gol tunggal yang dicetak penyerang Angelos Charisteas bukanlah lukisan cat minyak. Sebuah sundulan dari sepak pojok itu seharusnya bisa diantisipasi oleh kiper Portugal Ricardo. Dampak gol itu sangatlah besar. Kemenangan tim nonunggulan Yunani bisa dibilang lebih luar biasa dibanding kesuksesan Denmark, 12 tahun sebelumnya.
1988 – Uni Soviet 0-2 Belanda
Laga final yang memberikan Belanda satu-satunya gelar turnamen sepak bola besar (Piala Dunia dan/atau Piala Eropa) hingga kini tersebut, layak ditempatkan di peringkat kedua daftar final terbaik Euro.
Marco van Basten menjadi ikon di salah satu turnamen terhebat sepanjang masa yang berlangsung di Jerman Barat pada tahun 1988 itu. Dia mencetak hat-trick melawan Inggris di babak grup dan gol penentu kemenangan melawan tuan rumah di semifinal.
Namun gol-gol tersebut hanyalah catatan kaki untuk golnya pada laga final di Olympiastadion, Munchen, melawan Uni Soviet.
Setelah assist-nya lewat sundulan dikonversi Ruud Gullit menjadi gol pertama pada menit ke-33, Van Basten mencetak gol yang mungkin hingga kini menjadi salah satu yang terbaik di dunia.
Umpan lambung gelandang Arnold Muhren dari sisi kiri-tengah, mengarah ke tiang jauh gawang Uni Soviet. Van Basten tidak menunggu bola jatuh ke tanah melainkan langsung melepaskan tembakan voli kaki kanan ke sisi kanan atas gawang kiper Rinat Dasaev.
Geometri tembakan Van Basten benar-benar menakjubkan. Striker yang kala itu membela AC Milan tersebut melepaskan tembakan melengkung dari sudut yang sangat sempit dari sisi kiri gawang Dasaev.
Belanda pun mengangkat trofi sekaligus mengakhiri hantu tahun 1974, ketika Rinus Michels, Johan Cruyff dan totalfootball-nya dikalahkan Jerman Barat di stadion yang sama pada final Piala Dunia.
2012 – Spanyol 4-0 Italia
Keindahan Spanyol dibudidayakan oleh Luis Aragones pada 2008 (dengan juara Euro) sebelum dikembangkan sepenuhnya oleh Vicente del Bosque selama empat tahun berikutnya. Laga Spanyol di final Euro 2012 layak ditempatkan di posisi pertama.
Pelatih yang sebelumnya sukses menangani Real Madrid itu berhasil memenangi Piala Dunia 2010 sebelum memimpin kosmonot sepak bolanya ke Piala Eropa di Ukraina dua tahun kemudian.
Spanyol tidak melenggang ke final di Kyiv seperti di turnamen sebelumnya. La Roja masih bermain dengan semangat dan hasrat yang sama, tetapi ada satu atau dua tanda bahwa mereka mungkin mendekati akhir dari siklus kejayaan.
Namun, Spanyol justru berhasil mempertahankan gelar Euro – masih menjadi rekor hingga kini – pada 2012 dengan menghancurkan tim raksasa lainnya, Italia.
David Silva membuka skor dengan sundulan langka dari umpan silang Cesc Fabregas. Jordi Alba muda kemudian menampilkan aksi give-and-go yang menakjubkan bersama Xavi, menghipnotis dunia dengan melewati separuh lapangan Italia sebelum menyelesaikannya melewati kiper Gianluigi Buffon.
Segalanya kemudian menjadi sunyi untuk beberapa saat, Spanyol puas membiarkan lawannya mengejar bola, untuk mengejar ketertinggalan.
Saat laga tersisa lima menit, Fernando Torres mencetak gol ketiga. Sang striker lalu memberikan assist kepada Juan Mata beberapa saat kemudian untuk mencetak gol keempat.
Spanyol pun mengakhiri era generasi emasnya – dengan pemain sekelas Xavi, Andres Iniesta, Sergio Busquets, Fabregas, Torres, David Villa, Sergio Ramos, dan kapten yang juga kiper Iker Casillas – dengan cara yang sempurna.