SKOR.id - Iga Swiatek percaya otoritas tenis seharusnya mengambil sikap lebih kuat dengan melarang tampil pemain Rusia dan Belarus karena menginvasi militer Ukraina.
Hingga saat ini, beberapa federasi olahraga internasional memilih melarang atlet Rusia dan Belarus berkompetisi menyusul invasi militer yang dilakukan sejak Februari 2022 lalu.
Namun, otoritas tenis dianggap mengambil pendekatan yang lebih lembut karena pemain dari kedua negara masih diizinkan untuk berkompetisi sebagai atlet netral.
Dengan kebijakan itu, mereka masih bisa tampil tetapi tak boleh memakai atribut kenegaraan mereka, termasuk menyanyikan lagu kebangsaan.
AELTC dan LTA memang mengambil posisi berbeda dengan melarang pemain Rusia dan Belarus tampil di semua turnamen lapangan rumput di Inggris Raya, termasuk Wimbledon.
Namun, imbas dari langkah yang diambil AELTC dan LTA itu adalah Wimbledon 2022 harus kehilangan poin turnamen serta sanksi denda yang harus dibayarkan ke WTA dan ATP.
Akhirnya, AELTC dan LTA memutuskan mencabut larangan bermain yang diberlakukan kepada petenis Rusia dan Belarus sehingga bisa ikut Wimbledon 2023.
Iga Swiatek pun merasa komunitas tenis seharusnya bisa lebih kuat sejak awal untuk melarang Rusia dan Belarus berkompetisi di turnamen internasional.
"Saya mendengar bahwa setelah Perang Dunia II, pemain Jerman tidak diizinkan bertanding begitu juga Jepang dan Italia," kata Iga Swiatek.
"Saya merasa hal semacam ini akan menunjukkan kepada pemerintah Rusia bahwa mungkin itu (invasi) tidak sepadan (untuk dilakukan)."
“Saya tahu ini hal kecil karena kami hanya atlet, bagian kecil di dunia tetapi saya merasa olahraga itu sangat penting dan olahraga selalu digunakan dalam propaganda,” katanya.
Akan tetapi, Swiatek pada sisi lain juga menyadari bahwa sudah terlalu terlambat untuk mengubah sikap karena akan terasa sangat tidak adil untuk atlet Rusia maupun Belarus.
"Ini adalah sesuatu yang dipertimbangkan pada awalnya, tenis tidak berjalan seperti itu," kata petenis tunggal putri nomor satu dunia itu.
"Akan tetapi, sekarang akan sangat tidak adil bagi pemain Rusia dan Belarus karena keputusan ini seharusnya dibuat setahun yang lalu,” Swiatek menambahkan.
Pada sisi lain, ada pembicaraan tentang ketegangan di ruang ganti petenis putri seperti yang dialami juara Australia Open 2023, Aryna Sabalenka.
Petenis putri asal Belarus itu mengungkapkan bahwa beberapa pemain bersikap agresif terhadapnya karena status kewarganegaraannya.
Swiatek mengatakan ada "kurangnya kepemimpinan" dari WTA dan ATP tahun lalu dan itu mengakibatkan tenis menemukan dirinya di "tempat yang kacau".
“Saya merasa tenis, sejak awal, dapat melakukan sedikit lebih baik dalam menunjukkan kepada semua orang bahwa petenis menentang perang,” ujar petenis asal Polandia itu.
“Saya merasa mereka bisa berbuat lebih banyak untuk menegaskan hal itu dan menyampaikan pandangan mereka."
"Mereka juga bisa membantu kami mengatasi sedikit lebih baik di ruang ganti karena suasana di sana cukup tegang,” Iga Swiatek memungkasi.