- Pembalap Ducati Team Andrea Dovizioso kemungkinan besar tak akan pernah menjadi juara dunia MotoGP.
- Namun dalam sejarahnya, banyak pembalap top yang juga gagal meraih gelar juara dunia di era MotoGP.
- Loris Capirossi, Max Biaggi, hingga Dani Pedrosa adalah rider elite yang tidak pernah juara dunia di kelas premier.
SKOR.id – Andrea Dovizioso sudah kehilangan asa untuk bisa menjadi juara dunia MotoGP 2020. Secara matematis, peluangnya masih ada. Namun fakta di trek berbicara lain.
Usai memenangi Grand Prix (GP) Austria di Sirkuit Red Bull Ring, rider Ducati Team ini tak pernah lagi merasakan podium. Sejak itu, raihan terbaiknya posisi keempat di Prancis.
Alhasil, Andrea Dovizioso, yang sempat memimpin klasemen sementara MotoGP 2020, kini melorot ke peringkat kelima. Gapnya dengan posisi puncak pun makin jauh, 28 poin.
Sepanjang 12 tahun kariernya di kelas premier (utama), pembalap asal Italia ini tidak pernah merasakan manisnya memiliki status sebagai juara dunia MotoGP.
Pencapaian terbaik Dovizioso adalah tiga kali runner-up MotoGP secara beruntun pada 2017, 2018, dan 2019. Ia kalah bersaing dengan pembalap Repsol Honda Marc Marquez.
Dengan usia Andrea Dovizioso sekarang plus masa kerja dengan Ducati yang selesai tahun ini, kemungkinan ia tidak bakal pernah meraih gelar prestise tersebut.
Ditambah lagi, hingga kini masa depan sang pembalap masih samar, apakah tetap terjun di MotoGP 2021 atau tidak? Masalahnya, belum ada pabrikan yang bergerak merekrutnya.
Jika itu yang terjadi, maka Andrea Dovizioso akan bernasib seperti pendahulunya. Ya, ada beberapa pembalap elite yang juga tak pernah menyabet gelar juara dunia MotoGP.
Skor Indonesia menghimpun daftar enam pembalap hebat yang kariernya tak pernah benar-benar komplet karena gagal mendapatkan titel juara dunia di kelas premier era MotoGP.
Kaget dengan Kemenangan Franco Morbidelli, Maverick Vinales Sebut Motornya Berbeda https://t.co/T5prYAQI2q— SKOR Indonesia (@skorindonesia) October 29, 2020
6. Alex Barros (Brasil, 2002-2005, 2007)
Statistik: Podium – 14, Menang – 3, Pencapaian terbaik – Peringkat 4 (2002, 2004)
Ketika masa peralihan dari kelas 500cc ke MotoGP, Alex Barros termasuk rider dengan jam terbang tinggi. Ia telah terjun di kasta tertinggi Kejuaraan Dunia Balap Motor sejak 1990.
Jika merujuk daya tahan, Barros juga memiliki karier panjang. Namun, ia tiba di era MotoGP setelah menginjak usia 31 tahun. Tetap saja pria asal Brasil ini mampu kompetitif.
Sepanjang musim perdana MotoGP pada 2002, Alex Barros, ketika itu memperkuat tim West Honda Pons, sukses mencatatkan enam podium, dua di antaranya adalah posisi utama.
Dalam lima musim partisipasinya di era balap motor 4 tak, pencapaian terbaik Barros adalah finis di peringkat keempat klasemen MotoGP dua kali, yakni pada musim 2002 dan 2004.
5. Marco Melandri (Italia, 2003-2009)
Statistik: Podium – 20, Menang – 5, Pencapaian terbaik – Runner-up (2005)
Marco Melandri promosi ke MotoGP pada 2003 dengan membawa status sebagai juara dunia kelas 250cc musim sebelumnya. Ia juga disebut-sebut sebagai “Valentino Rossi Baru”.
Dengan potensi besarnya dan modal sebagai juara dunia 250cc, itu tak lantas memuluskan kiprah Melandri di kasta utama. Dua musim pertama adalah periode sulit baginya.
Bersama Yamaha, pembalap asal Italia tersebut gagal bersaing dan tidak mampu menembus 10 besar klasemen MotoGP 2003 dan 2004. Namun ia terus memperlihatkan progres.
Pada tahun ketiganya, Marco Melandri bergabung ke Honda. Ini menjadi titik balik. Ia lebih konsisten dengan RC211V dan mampu bersaing dalam perebutan gelar juara dunia.
4. Loris Capirossi (Italia, 2002-2011)
Statistik: Podium – 26, Menang – 7, Pencapaian terbaik – Peringkat 3 (2006)
Status sebagai juara dunia kelas 125cc (1990, 1991) dan 250cc (1998) membuat banyak pihak menilai Loris Capirossi punya kapasitas untuk meraih kesuksesan di kasta utama.
Pada tahun terakhir era 500cc, ia menutup musim di peringkat ketiga klasemen. Hasil ini jadi modal bagus Capirossi untuk menyongsong era MotoGP yang dimulai pada 2002.
Tetapi rider kebangsaan Italia tersebut tak bisa langsung menunjukkan performa impresif. Loris Capirossi, seperti pembalap kala itu, harus beradaptasi dengan motor 4 tak.
Ia baru bisa bersaing saat bergabung ke Ducati pada 2003. Di tahun ketiganya membela pabrikan asal negaranya, Capirossi mengakhiri musim di urutan ketiga klasemen.
Pada MotoGP 2006 itu, Loris Capirossi meraih tiga kemenangan. Meski lebih banyak menang, ia tidak mampu mengejar raihan poin Nicky Hayden yang keluar sebagai kampiun.
3. Sete Gibernau (Spanyol, 2002-2006, 2009)
Statistik: Podium – 24, Menang – 8, Pencapaian terbaik – Runner-up (2003, 2004)
Seperti Alex Barros, Sete Gibernau termasuk pembalap berpengalaman saat era MotoGP dimulai. Rider Spanyol ini telah tampil di kelas premier 500cc sejak 1997.
Nama Gibernau mulai menarik perhatian di awal periode balap motor 4 tak, saat ia direkrut Honda pada 2003 meski dalam musim sebelumnya finis di posisi ke-16 bersama Suzuki.
Sete Gibernau menjadi rival utama Valentino Rossi selama rentang 2003-2005. Berulang kali ia memaksa The Doctor harus bekerja keras dalam perebutan podium MotoGP.
Tetapi, setelah persaingan intens di dalam dan luar trek, Gibernau selalu gagal merebut gelar juara dunia MotoGP dari Rossi. Ia harus puas dua kali menjadi runner-up.
Belakangan, Sete Gibernau mengatakan dirinya kalah bersaing karena The Doctor, ketika itu, berada di bawah naungan tim pabrikan Honda sementara dirinya bersama tim satelit.
2. Max Biaggi (Italia, 2002-2005)
Statistik: Podium – 30, Menang – 5, Pencapaian terbaik – Runner up (2002)
Max Biaggi telah jadi bintang sebelum turun di kelas premier Kejuaraan Dunia Balap Motor. Ia promosi ke kasta utama dengan predikat juara dunia 250cc empat musim beruntun.
Wajar bila ekspektasi tinggi dibebankan kepada Biaggi saat tampil di kelas 500cc pada 1998. Pada musim debutnya itu, rider Italia ini finis sebagai runner-up di belakang Mick Doohan.
Pencapaian yang tak mengecewakan bagi seorang rookie di kelas utama. Performanya apik. Hanya saja, Max Biaggi tak pernah mampu mengakhiri musim sebagai juara dunia.
Saat era MotoGP pun penampilan pembalap berjuluk The Roman Emperor itu konsisten, baik bersama Yamaha maupun Honda. Banyak yang menilai Biaggi hanya kurang beruntung.
Ia tampil ketika rider muda bernama Valentino Rossi merajai kelas premier. Selama empat tahun di MotoGP, Max Biaggi selalu mampu berada di posisi lima besar klasemen akhir.
1. Dani Pedrosa (Spanyol, 2006-2018)
Statistik: Podium – 113, Menang – 31, Pencapaian terbaik – Runner-up (2007, 2010, 2012)
Layaknya Max Biaggi, Dani Pedrosa hadir di MotoGP saat kelas premier masih didominasi Valentino Rossi. Bahkan, tantangannya lebih sulit karena terus muncul pembalap top.
Selama 13 tahun di MotoGP, Pedrosa tak cuma bersaing dengan Rossi, namun juga Casey Stoner, Jorge Lorenzo, hingga Marc Marquez. Mick Doohan menyebutnya sangat sial.
Menurut juara dunia lima kali kelas 500cc itu, Dani Pedrosa memiliki kapasitas dan layak disejajarkan keempat kampiun MotoGP tersebut. Hal ini telah dibuktikannya di sirkuit.
Tiga kali Pedrosa nyaris menyabet gelar juara dunia MotoGP, yakni pada 2007, 2010, dan 2012. Namun kala itu, ia harus mengakui keunggulan Casey Stoner dan Jorge Lorenzo.
Bahkan, pada MotoGP 2012, pembalap mungil kebangsaan Spanyol itu hanya berjarak 18 poin dari kompatriotnya, Jorge Lorenzo, yang keluar sebagai kampiun.
Ikuti juga Instagram, Facebook, YouTube, dan Twitter dari Skor Indonesia.
Berita MotoGP Lainnya:
Valentino Rossi Tercoret, MotoGP 2020 Dipastikan Melahirkan Juara Dunia Baru
MotoGP 2020 Sisakan 3 Seri, Aprilia Rombak Pembalap