SKOR.id - Angkat besi Indonesia memiliki prestasi yang baik dalam 24 tahun terakhir di Olimpiade. Ya, para lifter nasional selalu memberikan medali bagi Indonesia dalam ajang empat tahunan terbesar di dunia itu.
Mulai dari Olimpiade Sydney 2000 hingga Paris 2024, angkat besi selalu mempersembahkan medali bagi Indonesia. Salah satu lifter yang telah memberikan empat medali bagi Indonesia dalam lima kali keikutsertaannya dalam Olimpiade adalah Eko Yuli Irawan.
Ya, Eko Yuli Irawan mempersembahkan perunggu dalam Olimpiade Beijing 1998 melalui kelas 56 kg putra. Beijing sekaligus menjadi tampil perdana Eko dalam Olimpiade.
Olimpiade kedua Eko adalah London 2012 dan dia mempersembahkan perunggu dari kelas 62 kg putra. Pada 2016 di Rio de Janeiro, Eko merebut perak dari kelas yang sama. Kemudian pada Tokyo 2020, dia merebut perak dari kelas 61 kg.
Dalam Olimpiade 2024, Eko belum berhasil membawa pulang medali karena dia mengalami cedera paha kanan sehingga tak mampu melakukan angkatan clean & jerk.
Meskipun begitu, Eko telah berhasil membuat rekor di Indonesia, yakni menjadi satu-satunya atlet Indonesia yang bisa tampil dalam lima Olimpiade beruntun.
Hal ini jelas telah membuat Eko menjadi legenda. Selain itu, dia juga satu-satunya atlet Indonesia yang berhasil merebut empat medali dalam empat Olimpiade beruntun.
Dengan pencapaian tersebut, pria berpembawaan ramah yang kini telah berusia 35 tahun itu pun sadar bahwa usianya sudah bertambah dan pria kelahiran 24 Juli 1989 tersebut punya banyak rencana.
Meski sudah di atas 30 tahun, Eko masih yang terbaik di kelasnya di Indonesia. Bahkan, dia masih meraih emas dalam Pekan Olahraga Nasional (PON) 2024 yang sekaligus memecahkan rekor PON.
Lifter yang meraih empat emas Kejuaraan Dunia Angkat Besi pun sempat berbincang-bincang dengan Skor.id melalui telepon pada Selasa (17/9/2024) tentang karier, rencana masa depan, dan apa saja yang suami dari mantan lifter putri, Masitoh, ini ingin lakukan.
Berikut wawancara eksklusif Skor.id dengan peraih emas Asian Games 2018 kelas 62 kg ini.
Dalam PON 2024, Anda kembali dapat emas di kelas 67 kg dan telah mengikuti lima PON serta memecahkan rekor PON. Bagaimana Anda menilai persaingan kelas putra di level nasional?
Rata-rata peraih emas kelas saya sampai kelas Rizki (Juniansyah) semua penghuni pelatnas. Memang agak susah bagi anak daerah untuk melawan (anak pelatnas). Untuk latihan, tak terlalu berbeda tapi nutrisi dan fasilitas saja yang berbeda sehingga masih sulit.
Fasilitas yang seperti apa yang paling berbeda?
Untuk fasilitas atau lokasi latihan sudah lumayan mumpuni di daerah tapi kadang di daerah baru mulai pemusatan latihan 5-6 bulan sebelum PON dan tak berkelanjutan. Atlet pelatnas berbeda karena mendapatkan pembinaan berkelanjutan sehingga atlet pelatnas memiliki kelebihan ini.
Selain itu, atlet yang dikembangkan sendiri juga punya keuntungan lain. Kita bersyukur karena ada Rizki (Juniansyah) dan Rahmat (Erwin Abdullah) yang mereka dilatih oleh ayah mereka sendiri. Mereka dididik dan dibina dengan penuh pengorbanan. Mereka melatih anaknya sendiri.
Apakah ada keinginan untuk menjadi pelatih?
Menjadi pelatih yang melatih seperti melatih anak sendiri adalah kegilaan yang saat ini sedang saya mulai. Dalam 1-2 tahun terakhir, saya mulai membuat Eko Power Fit Club. Saya membangun klub ini dan berharap bisa berkembang. Anak-anak yang saya latih tidak dipungut biaya dan apa yang saya makan juga mereka makan. Saya juga berharap nantinya para atlet dari klub bisa masuk dalam kejuaraan nasional membawa nama klub.
Saya berharap kejuaraan nasional bisa dibuat dalam bentuk open (terbuka) sehingga klub juga bisa ikut dan bukan hanya provinsi. Saya ingin merekrut anak-anak saat saya masih aktif dan istri saya juga bisa melatih. Mungkin saya akan pensiun 2 tahun lagi dan kalau memungkinkan bisa mengikuti Olimpiade sekali lagi. Saya berharap semoga dalam tiga tahun ke depan anak-anak (dari klub saya) bisa berkembang dan saya mau datang dan membawa atlet untuk Indonesia.
Bagaimana cara daftar untuk anak-anak yang berminat?
Untuk anak-anak di bawah usia 15 tahun, gratis. Tapi, memang tak ada fasilitas untuk penginapan, kecuali mereka memiliki progress atau potensi yang meyakinkan. Selain itu, klub saya juga buka untuk kelas crossfit bagi orang dewasa dan kelas powerlifting. Kalau untuk dua kelas ini, ada biaya (Eko tertawa).
Setelah Olimpiade dan PON. Apa target berikutnya?
Sampai saat ini, SK (surat keterangan) saya masih sampai akhir tahun. Pada akhir tahun akan ada Kejuaraan Dunia di Bahrain, tapi saya belum tahu apakah akan berangkat. Saya akan menunggu dari federasi.
Olimpiade terakhir di Paris 2024 dan sedang mengalami cedera serta belum berhasil membawa pulang medali. Bagaimana Anda bangkit dari kegagalan kala itu?
Namanya olahraga, menang itu hal biasa. Asian Games (2023), gagal, Olimpiade (2024), gagal. Apakah harus ditangisi terus-terusan? Saya tangisi juga tak berubah. Dijadikan evaluasi? Betul. (Menangisi) harus kita buang jauh-jauh. Kita harus bangkit saja. Ya, sudah, hari ini kita gagal. Ya, sudah, rezekinya hanya itu. Kita bersyukut meski gagal tapi ini yang terbaik. Selanjutnya adalah memulihkan angkatan.
Anda sudah mengikuti lima Olimpiade dan menjadi satu-satunya orang Indonesia yang bisa melakukan ini. Apa pendapat Anda?
Motivasi saya dari dulu memang untuk mendapatkan emas (Olimpiade) dan sampai sekarang belum tercapai dan saya masih ingin emas. Bagi saya, lolos ke Olimpiade itu sudah biasa saja, tantangannya yang berat. Rasa ikut lima kali, normal. Sejak pertama di Beijing juga sama. Sejak masuk ke Olimpiade, saya tidak hanya ingin lolos Olimpiade. Saya berpikir caranya untuk mendapatkan medali.
Motivasi untuk dapat emas Olimpiade tapi saya cedera (saat Paris 2024) dan tak bisa mengangkat clean & jerk. Kita sudah berusaha tapi belum dapat. Saya tak mau hanya berada di zona nyaman dengan yang penting lolos. Saya ingin bisa tembus Olimpiade dan bisa emas. Tapi usia saya sudah seperti ini. Saya juga berpikir apakah saya masih bisa bugar dan fit untuk bisa mencapainya.
Bagaimana Anda menilai diri Anda sebagai lifter di usia 20an dan saat ini di usia 30an?
Saya mungkin dibilang oleh para junior sebagai senior gila. Saya fokus ke pemulihan dan peningkatan angkatan. Dengan usia sekarang, pemulihan perlu 3-4 bulan. Ketika masih 20an, pemulihan bisa cukup 1 bulan. Latihan juga durasinya berbeda. Sekarang repetisinya tak terlalu banyak dan fokus ke teknik yang benar. Sekarang lebih ke smart training. Saya merasa (teman) seangkatan saya sudah tak ada. Saya senior sendiri. Junior di bawah saya usianya jauh dan saya bergaulnya dengan pelatih (Eko tertawa).
Anda telah menjadi lifter hampir sepanjang hidup Anda. Apa yang dipelajari dari angkat besi?
Saya menjadi atlet angkat besi (selama) 23-24 tahun. Angkat besi mengubah semuanya. Saya dari tidak punya, jadi punya hunian dan juga untuk orang tua. Saya juga bisa memberangkatkan mereka haji. Hidup saya dari angkat besi dan kalau membahas angkat besi, maka saya bisa disebut pakarnya. Ketika tak lagi dilatih Pak Lukman pada 2014, saya bisa menerapkan sendiri latihannya.
Jadi 80 persen hidup saya dari angkat besi. Jadi, saya tak bisa meninggalkan angkat besi. Sebagai ASN (Aparatur Sipil Negara) Kemenpora juga kita dituntut untuk membina dan saya juga mati-matian untuk membuat klub dan melakukan pembinaan dan saya ingin anak-anak ini berprestasi. Saya senang melihat anak-anak tersebut berkembang dan saya bersyukur karena istri juga mendukung.