SKOR.id – Tujuh musim berkarier di ajang balap mobil paling bergengsi di dunia, Formula 1, Charles Marc Herve Perceval Leclerc bisa dibilang sudah meraih hampir segalanya.
Membela tim kecil Alfa Romeo Sauber F1 Team pada musim pertamanya di Formula 1, 2018, Leclerc lalu ditarik tim paling ikonik di F1, Scuderia Ferrari, sejak 2019. Posisinya di tim asal Maranello, Italia, itu tidak tergoyahkan hingga kini.
Belum lama ini, media olahraga Italia La Gazzetta dello Sport mengunggah video singkat berupa tanya-jawab cepat dengan pemenang delapan Grand Prix (termasuk sudah tiga pada musim ini) itu.
Sejumlah pertanyaan yang selama ini jarang atau bahkan tidak pernah ditanyakan kepada Leclerc pun muncul, dan dijawab dengan tenang oleh pembalap asal Monako tersebut.
“Nama saya Charles Leclerc. Julukan? Tergantung siapa dan di mana saya berada, di Italia atau Prancis,” tutur runner-up Formula 1 2022 itu, saat ditanya nama lengkap dan julukannya.
“Di Italia, saya dijuluki ‘Predestinato’ (sudah ditakdirkan, dalam bahasa Indonesia). Di Prancis, keluarga memanggil saya ‘Pins A Roulettes’. Julukan ini memiliki arti tersendiri.
“Secara umum, ini bisa berarti kuat, tangguh. Pin itu lencana mini yang biasa Anda pasang di baju bagian atas. Roulettes artinya berputar, roda. Ini semua ada sejarahnya, sudah sangat lama memang.
“Saat masih kecil, saya tampak sangat kecil saat berlomba di atas gokar. Saat itu orang-orang hanya bisa melihat helm saya. Jadi, karena sangat kecil, orang melihat saya seperti sebuah ‘Pin di Atas Roda’.”
Leclerc juga mengaku bila dirinya termasuk murid yang bagus saat duduk di bangku sekolah. “Cukup baik, saya pernah membolos. Tetapi saat berada di dalam kelas, saya cukup pandai,” katanya.
Saat diminta mendeskripsikan dirinya dengan satu kata, di dalam dan luar sirkuit, Leclerc mengaku agresif ketika berada di lintasan. “Di luar lintasan, saya hanya orang normal,” tuturnya.
Sepanjang turun di Formula 1, Leclerc sudah delapan kali memenangi Grand Prix. Namun, momen terbaiknya sepanjang karier bukanlah GP Belgia 2019, kemenangan pertamanya. “Monza 2019 atau Monako 2024,” kata Leclerc dengan cepat.
GP Italia 2019 di Sirkuit Monza adalah kemenangan kedua Leclerc di F1. Istimewa mungkin karena Grand Prix tersebut merupakan balapan kandang Ferrari.
Adapun kemenangan di GP Monako 2024, 26 Mei lalu, memiliki banyak arti bagi Leclerc. Itulah kemenangan pertamanya sejak GP Austria 2022. Itu juga podium utama Leclerc di rumahnya sendiri. Leclerc juga menjadi pembalap asal Monako pertama sejak Louis Chiron pada 1931 yang berhasil menang di Grand Prix kandangnya.
Leclerc juga menyebut Circuit de Monaco sebagai trek favoritnya, sedangkan olahragawan idolanya adalah Ayrton Senna.
Leclerc juga menyebut juara dunia F1 tiga kali (1988, 1990, 1991) itu sebagai salah satu dari tiga pembalap terbaik sepanjang masa pilihannya. Dua lainnya adalah para juara dunia tujuh kali Lewis Hamilton (2008, 2014, 2015, 2017, 2018, 2019, 2020) dan Michael Schumacher (1994, 1995, 2000, 2001, 2002, 2003, 2004).
Padel menjadi salah satu hobi Leclerc. Padel sendiri merupakan cabang olahraga baru, kombinasi antara tenis dan squash yang berkembang pesat di Spanyol.
Penuh semangat dan pantang menyerah adalah jawaban yang diberikan Leclerc saat ditanya kualitas yang dimilikinya. “Untuk kelemahan, saya termasuk agak tidak sabaran,” ucap Leclerc.
Formula 1 menjadi video game favorit Leclerc sedangkan untuk makanan kesukaan, pembalap berusia 27 tahun itu menyebut pasta dan piza.
Selain andal di balik kemudi mobil Formula 1, Leclerc juga dikenal tertarik memainkan piano. Ia juga sudah membuat beberapa lagu yang diakuinya sebagai lagu favoritnya. “Saya tidak cukup berbakat,” demikian jawaban Leclerc saat ditanya mengapa ia tidak mau menjadi pianis.
Jawaban Leclerc bahwa dirinya cukup pandai saat bersekolah, sepertinya memang benar. Pasalnya, ia memilih menjadi arsitek atau insinyur (teknisi) jika tidak menjadi pembalap F1. “Mungkin, saya lebih suka arsitek,” ucapnya.
Terakhir, Leclerc mengungkapkan impian terbesarnya yang belum kesampaian hingga saat ini, yakni menjadi juara dunia Formula 1.