SKOR.id – Indonesia Anti Doping Organization (IADO) mengirim 784 sampel urine dari atlet yang berlaga di Pekan Olahraga Nasional (PON) XXI 2024 Aceh-Sumatera Utara ke Bangkok, Thailand.
Sejumlah sampel tersebut dikirim untuk diuji tes doping di laboratorium yang telah terakreditasi di Bangkok.
“Seluruh sampel tersebut diambil dari sejumlah atlet yang juara, pemecah rekor dan atau yang ditarget dari 21 cabang olahraga di Aceh dan dari 25 cabang olahraga di Sumatera Utara,” ujar Ketua Umum IADO, Gatot S Dewa Broto mengutip dari Antara.
Gatot menjelaskan pengujian sampel urine itu berkaitan dengan realisasi pengawasan anti-doping pada pelaksanaan PON Aceh-Sumut 2024 yang telah berlangsung selama 9-20 September lalu.
Sampel urine berasal dari para atlet yang berlaga di dua provinsi. Sebanyak 377 sampel diambil dari provinsi tuan rumah yaitu Aceh. Sisanya 407 sampel diambil dari atlet yang bertanding di Sumatera Utara.
Dari semua sampel yang dikirim, IADO telah menerima hasil pemeriksaan doping dari sampel urine yang dikirim pada tahap pertama sebanyak 80 sampel. Hasil pemerikasaan menunjukkan 80 sampel tersebut dinyatakan negatif doping.
Sedangkan untuk sampel yang dikirim pada tahap berikutnya, IADO memutuskan tidak akan mengumumkan hasil pemeriksaannya sampai dengan selesainya proses persidangan yang dilakukan oleh Komite Result Management IADO.
Lebih lanjut, Gatot mengatakan pengambilan sampel idealnya memang dilakukan di seluruh cabang olahraga yang dipertandingkan di PON 2024.
Namun, karena keterbatasan dana untuk pengawasan doping ini, maka pemeriksaan doping di PON tersebut tidak mencapai 10 persen dari total keseluruhan atlet.
Sampel yang diambil tidak mencapai minimal sampel seperti yang diatur dalam Pasal 49 Ayat 3 Surat Keputusan Ketua Umum KONI Pusat No. 74 Tahun 2022 tentang Penyempurnaan Ketiga Surat Keputusan Ketua Umum KONI Pusat Nomor 28 Tahun 2017 Tentang Peraturan Pekan Olahraga Nasional.
IADO kemudian melakukan pengujian untuk pemetaan dan identifikasi terhadap sejumlah cabang olahraga yang dilakukan pengambilan sampel, yaitu paling tidak berbasis Olimpiade, DBON (Desain Besar Olahraga Nasional) dan juga yang beresiko kemungkinan penggunaan zat terlarang meskipun bukan cabang olahraga berbasis Olimpiade.
Pada akhirnya, IADO menerapkan skala prioritas dengan tetap tidak mengurangi kualitas dan standar pengawasan doping.
Gatot pun mengucapkan terima kasih kepada Dinas Kesehatan Aceh dan juga Dinas Kesehatan Sumatera Utara yang telah memfasilitasi seluruh keperluan IADO dalam pengawasan doping tersebut.
Sinergitas yang bagus tersebut, kata dia, memungkinkan IADO dapat berkinerja dengan maksimal meskipun pada awalnya memang membutuhkan upaya lebih keras untuk meyakinkan keterbatasan masing-masing.