- PWI Jaya menggelar UKW Angkatan 54, 29-30 Maret 2022.
- Uji kompetensi jadi bentuk kecintaan saya terhadap profesi wartawan.
- Dari total 21 peserta, 19 di antaranya dinyatakan lulus UKW Angkatan 54.
Skor.id - Namanya, Sergey Ermakov. Pria separuh abad asal Rusia ini adalah kenalan baru saya. Kami berkenalan saat transit di Dubai, Uni Emirat Arab.
Ketika itu, saya hendak menuju Jakarta dari Austria, usai meliput Piala Eropa 2008. Kami ingin melanjutkan perjalanan ke Singapura.
Sergey berbagi cerita 20 tahun perjalanannya mengarungi cinta. Dia mengaku jatuh cinta pada Singapura. 'Negeri Singa' itu menjadi rumah keduanya setelah tanah kelahirannya, Moskow.
Perjalanan sejauh 24 jam Moskow-Singapura tak melunturkan kekuatan cintanya. Cinta terhadap profesinya sebagai teknisi mesin kapal. Pun keluarga yang ditinggalkannya di Moskow.
"Pekerjaan dan keluarga sama besar kadar cintanya bagi saya," ujar Sergey sembari menikmati kopi di cafe.
"Saya jauh bekerja demi keluarga. Mereka di Moskow juga demi keluarga. Setahun tiga kali kami bertemu dan berbagi kasih sayang," tambah pria yang bekerja untuk perusahaan Yunani di Singapura ini.
Bapak dari dua anak ini memang sangat simpatik. Selama lima jam transit di Dubai, ia berbagi cerita dan pengalaman hidupnya.
Sergey banyak memberi saya makna sebuah kehidupan. Saya mencoba merenungi kata demi kata yang dilontarkannya.
"Ke mana pun kita melangkah harus berbekal cinta," tuturnya berfilosofi sembari mengisap sebatang rokok.
Perjalanan mencari cinta juga saya temukan pada diri Natalia Mokrysowa di Wina, Austria. Fisiknya sangat menarik dan cantik. Kulitnya bersih tidak seperti kebanyakan orang Eropa yang bintik-bintik.
Gadis Slovakia berusia 18 tahun ini lebih pas menjadi seorang model. Tapi, dia tertawa ketika saya bilang begitu. Dia lebih memilih pekerjaan lain. Natalia pun terbang ke Dubai seorang diri.
Ia memenuhi undangan temannya yang menjanjikan pekerjaan selama 1 bulan di negeri kaya minyak itu. Gadis seusianya sejatinya bersahabat dengan buku. Apalagi Natalia mengaku masih sekolah. Tapi, karena kebutuhan keluarga, ia pun ikut banting tulang mencari rezeki.
Menurut pengakuannya, ini bukan kali pertama. Sebelumnya, ia juga kerja part timer ke Cina, Italia, dan Malaysia saat libur sekolah. Entah, sebagai apa.
Saya tak ingin meraba-raba pekerjaannya. Pastinya saya melihat terpancar kebahagiaan dari matanya. Cinta butuh pengorbanan dan ketulusan. Apapun bentuknya.
Perjalanan cinta Sergey dan Natalia tak jauh berbeda dengan saya. Saya berada di Swiss-Austria, semata-mata karena cinta. Cinta terhadap profesi sebagai wartawan. Cinta terhadap keluarga yang saya tinggalkan nun jauh di Depok.
Manis pahitnya tugas jurnalistik selama liputan sepak bola Piala Euro adalah sebuah pelajaran berharga. Saya tak pernah menyerah meski sesulit apapun tugas. Saya jalani dengan ketulusan.
Saya teringat ketika orientasi di Kampus Tercinta IISIP Jakarta. Saya angkatan 1989. Kali pertama masuk, dosen saya berpesan. Wartawan tidak akan kaya. Jika ingin kaya jadilah hartawan. Anda silakan keluar dari ruangan.
Saya pilih bertahan. Saya bertekad jadi wartawan. Profesi yang penuh cinta. Kekayaan wartawan adalah kebanggaan. Bangga jika karya tulisnya dibaca dan berguna bagi orang banyak.
Jika ada wartawan yang kaya, menurut saya itu takdir. Garis tangan dan keberuntungan. Tapi, yang paling hakiki adalah bukan harta. Melainkan kebahagiaan.
Hendry Ch Bangun, Wakil Ketua Dewan Pers mempertegas pada Uji Kompetensi Wartawan (UKW) angkatan 54 PWI DKI Jaya, 29-30 Maret 2022. Mantan wartawan senior Kompas itu bilang: wartawan itu cuma makan gaji. Tidak akan kaya.
Saya sepakat. Wartawan kaya akan pengetahuan. Sarat hubungan dengan nara sumber. Wartawan bisa bergaul ke berbagai lapisan masyarakat. Dari akar rumput hingga pejabat publik.
Hendry Ch Bangun juga menjadi salah satu penguji bersama Sayid Iskandarsyah, ketua PWI Jaya, serta Kesit Budi Handoyo dan Diapari Sibatangkayu.
Lebih lanjut, kata Hendry bilang, wartawan itu profesi yang mulia. Profesi yang dilandasi dengan kode etik. Seorang wartawan harus menulis dari hati. Menurut saya ini pesan moral yang dalam.
Hari ini banyak orang mengaku wartawan. Cuma untuk gaya-gayaan. Wartawan jadi alat mencari sesuatu yang tidak patut dilakukan. Bukan karena cinta. Menurut saya itu bukan wartawan sejati. Karenanya dibutuhkan kompetensi wartawan. Dewan Pers pun memberlakukan Uji Kompetensi Wartawan (UKW) sejak 2011.
Mengejar kompetensi adalah mengejar cinta profesi. Saya terbilang telat mengejar cinta setelah 32 tahun berkecimpung di dunia jurnalistik. Tapi, saya harus membuktikan cinta itu. Cinta profesi dan kompetensi wartawan.
Tak mudah, itu pasti. Penguji saya, Diapari Sibatangkayu mengingatkan. Manajemen waktu. Jangan sampai terlambat datang. Jam 08 pagi kita ujian. Jika telat, saya jamin Anda tidak lulus. Berarti Anda tidak mencintai profesi. Anda tidak kompeten sebagai wartawan.
Seerrrr..... hati terasa kecut. Isi kepala bertanya, bisakah saya bangun pagi? Belum lagi melawan krodit di jalan. Tidak ada kata tidak. Harus bisa. Sekali lagi, saya harus melawan kebiasaan. Sehabis salat Subuh, saya biasanya tidur lagi. Maklum, wartawan acap tidur di jam kecil (baca: dinihari).
Pagi-pagi buta sehabis salat Subuh, saya tancap gas. Tidak lagi tidur. Dari Citayem, Jawa Barat ke Suryopranoto, Jakarta Pusat. Mata 'sepet-sepet jambu' saya lawan dengan kopi. Alhamdulilah sekitar pukul 06.30 saya sudah tiba di tujuan.
Tentu ini saya lakukan demi cinta. Cinta saya terhadap profesi sebagai wartawan. Saya tak mau kalah dengan Sergey Ermakov dan Natalia Mokrysowa.
Alhamdulillah sebanyak 19 peserta dinyatakan kompeten dari 21 peserta. Termasuk saya dan rekan sekantor skor.id, Mohamad Rais Adnan.
Hati saya agak lega. Perjalanan cinta saya terbayar kontan. Wartawan harus kompeten, profesional dan independen. Perjalanan mencari cinta memang butuh kerja ekstra. Tak bisa datang begitu saja.***
Berita Wawancara Eksklusif Lainnya:
Wawancara Eksklusif Ketum PB Perkemi: Napas Shorinji Kempo Sesuai dengan Nilai Budaya Indonesia
Wawancara Eksklusif Anindya Krisna: Tanya-Jawan Seputar Balet di Indonesia
Wawancara Eksklusif Yenny Wahid: Prestasi Panjat Tebing Indonesia Tidak Main-main