SKOR.id – Orang dewasa yang tinggal sendirian lebih mungkin merasa depresi dibandingkan dengan orang dewasa yang tinggal bersama orang lain.
Hal tersebut terungkap melalui penelitian terbaru yang dirilis oleh Pusat Statistik Kesehatan Nasional Amerika Serikat (NCHS) CDC.
Studi tersebut menemukan bahwa 6,4% orang dewasa yang tinggal sendirian melaporkan perasaan depresi, dibandingkan dengan 4,1% dari mereka yang tinggal bersama orang lain.
Perbedaan-perbedaan ini terlihat pada gender, usia, pendapatan, dan sebagian besar kelompok ras.
NCHS mengumpulkan data itu dalam Survei Wawancara Kesehatan Nasional tahun 2021, dan berbicara kepada lebih dari 29.400 orang.
Pada saat itu, sebanyak 16% orang dewasa di Amerika Serikat tinggal sendirian. Persentase ini meningkat pesat dalam lima dekade terakhir.
Menurut laporan tersebut, sebanyak 37,9 juta orang hidup sendirian pada 2022, atau naik 4,8 juta dibandingkan dengan tahun 2012.
Persentase rumah tangga dengan satu orang meningkat lebih dari dua kali lipat antara tahun 1962 dan 2022, atau tumbuh dari 13,6% menjadi 28,9%.
Meskipun kesenjangan terlihat pada sebagian besar kelompok, faktor ekonomi khususnya tampaknya memperburuk perasaan depresi, terutama di kalangan mereka yang tinggal sendirian.
Orang dewasa dengan pendapatan di bawah garis kemiskinan jauh lebih mungkin untuk melaporkan perasaan tertekan, baik mereka tinggal sendiri atau bersama orang lain (masing-masing 14% dan 8,7%).
Bandingkan dengan orang dewasa dengan pendapatan 400% atau lebih dari batas kemiskinan.
Dalam hal ini kelompok 3,2% orang dewasa yang tinggal sendirian melaporkan merasa depresi, dibandingkan dengan 2,4% orang dewasa yang tinggal bersama orang lain.
Namun laporan tersebut tidak semuanya merupakan malapetaka dan kesuraman bagi mereka yang hidup sendirian.
Lebih dari 90% orang yang tinggal sendirian tidak melaporkan perasaan depresi.
Jika menyangkut kesehatan mental seseorang, situasi kehidupan mereka tidak sepenting seberapa besar dukungan sosial dan emosional yang mereka rasakan.
Selain menanyakan responden tentang frekuensi dan intensitas perasaan depresi, peneliti bertanya, “Seberapa sering Anda mendapatkan dukungan sosial dan emosional yang Anda butuhkan?”
Orang dewasa yang tinggal sendiri dan melaporkan tidak pernah atau jarang menerima dukungan sosial dan emosional, hampir dua kali lebih mungkin mengalami depresi dibanding mereka yang melaporkan hal yang sama dan tinggal bersama orang lain.
Perbandingannya masing-masing sebesar 19,6% dan 11,6%.
Namun laporan tersebut juga menemukan bahwa tidak ada perbedaan signifikan dalam perasaan depresi di antara mereka.
Yang mengatakan bahwa mereka selalu, kadang-kadang, atau biasanya, menerima dukungan sosial dan emosional.
Itu terlepas dari apakah mereka tinggal sendiri atau bersama orang lain. Makalah ini juga mencatat bahwa hidup sendiri tidak selalu meningkatkan risiko isolasi sosial.
“Orang yang hidup sendiri mungkin terlibat aktif dalam pekerjaan atau komunitasnya.“
"Dan mungkin memiliki akses ke jaringan sosial serta dukungan sosial dan emosional yang mungkin melindungi kesehatan mental.”
Ada keterbatasan signifikan dalam penelitian ini. Ada banyak alasan mengapa orang bisa hidup sendiri.
Bisa jadi alasannya karena mereka memang memilih untuk hidup sendiri, karena putus cinta, atau kematian pasangannya.
Meski demikian, tinggal bersama orang lain bukanlah jaminan kesehatan mental.
Penelitian sebelumnya menemukan orang lanjut usia yang tinggal bersama kerabat lain atau bukan kerabat lebih mungkin mengalami dampak buruk terhadap kesehatan mental, dibanding mereka yang tinggal bersama pasangan.
Penelitian ini muncul di tengah apa yang digambarkan oleh ahli bedah umum AS, Dr Vivek Murthy, sebagai “epidemi kesepian dan isolasi” di AS.
Kemudian pada 2023, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan kesepian sebagai “masalah kesehatan masyarakat global”.
Depresi bukanlah satu-satunya risiko kesehatan yang ditimbulkan oleh kesepian dan isolasi sosial.
Selain dikaitkan dengan risiko depresi dan kecemasan lebih tinggi, CDC juga merujuk pada penelitian yang menemukan isolasi sosial dikaitkan dengan sekitar 50% peningkatan risiko demensia.
Selain itu, juga peningkatan risiko penyakit jantung sebesar 29%, dan peningkatan risiko penyakit stroke sebesar 32%.
Sebaliknya, ikatan persahabatan terbukti meningkatkan kesehatan mental dan kesejahteraan, bahkan dapat membantu kita hidup lebih lama.