Mengenal Kaki Prostetik yang Dipakai Atlet Paralimpiade

Kunta Bayu Waskita

Editor: Kunta Bayu Waskita

Perbedaan kaki prostetik biasa dan untuk atlet cabang atletik Paralimpiade (Dede Sopatal Mauladi/Skor.id).
Perbedaan kaki prostetik biasa dan untuk atlet cabang atletik Paralimpiade (Dede Sopatal Mauladi/Skor.id).

SKOR.idParalimpiade 2024 saat ini sedang berlangsung di Paris, Prancis. Multievent olahraga untuk atlet disabilitas ini diselenggarakan 28 Agustus-8 September 2024. 

Indonesia mengirimkan 35 atlet dari 10 cabor dalam ajang Paralimpiade 2024 tersebut. 

Terkait Paralimpiade, Skorer mungkin bertanya-tanya mengenai perlengkapan atau peralatan yang bisa dan diperbolehkan untuk digunakan oleh atlet-atlet disabilitas

Salah satunya adalah kaki prostetik, yang biasa digunakan para atlet (biasanya cabang atletik) yang memiliki disabilitas pada kakinya.

Apa itu kaki prostetik? Bahan apa saja yang digunakan untuk membuatnya? Sejak kapan digunakan penyandang disabilitas? Bagaimana pemakaiannya? Sejauh mana kaki prostetik bisa membantu para atlet?

Itulah yang akan dibahas dalam Skor Special kali ini. (Skor Special adalah artikel yang akan memberikan perspektif berbeda setelah Skorer membacanya dan artikel ini bisa ditemukan dengan mencari #Skor Special atau masuk ke navigasi Skor Special pada homepage Skor.id.).

Prostesis, prostetik, atau anggota tubuh prostetik adalah alat buatan untuk menggantikan bagian tubuh yang hilang. Prostesis berasal dari kata Yunani yang berarti “tambahan”.

Kaki prostetik yang digunakan oleh pelari dan pelompat jauh dirancang untuk mentransfer kecepatan dan energi yang diciptakan oleh atlet ke lintasan. Bilah lari memiliki tiga bagian utama:

  • Soket dan pelapis yang dipasang khusus yang menghubungkan prostetik ke tubuh atlet
  • Sendi lutut
  • Bilah lari serat karbon

Pelari hanya menggunakan bagian depan kaki, jadi bilah serat karbon dirancang untuk mereproduksi fungsi kaki depan saja dan tidak memiliki tumit. 

Paku yang mencengkeram lintasan dipasang pada bilah lari. 

Bilah yang digunakan saat ini tidak memberikan pelari Paralimpiade jumlah energi yang sama dengan yang didapatkan pelari yang sehat dari kaki mereka.

Para atlet hanya mendapatkan tenaga dari otot hamstring atau fleksor pinggul, berbeda dengan tenaga tambahan yang didapatkan pelari biasa dari paha, betis, dan pergelangan kaki mereka.

Namun, pada masa depan, kita mungkin akan melihat teknologi nanotube yang dapat menghasilkan struktur yang sama seperti pada kaki biologis dan memberikan Anda jumlah energi yang sama.

Inilah berbagai komponen yang terdapat pada kaki prostetik biasa (Dede Sopatal Mauladi/Skor.id).
Inilah berbagai komponen yang terdapat pada kaki prostetik biasa (Dede Sopatal Mauladi/Skor.id).

Penggunaan Prostetik Pertama

Orang Mesir merupakan pelopor awal kaki prostetik, seperti yang ditunjukkan oleh jari kaki kayu yang ditemukan pada tubuh dari Kerajaan Baru sekitar tahun 1000 SM.

Penyebutan tekstual awal lainnya ditemukan di Asia Selatan sekitar tahun 1200 SM, yang melibatkan ratu prajurit Vishpala dalam Rigveda.

Mahkota perunggu Romawi juga telah ditemukan, tetapi penggunaannya mungkin lebih bersifat estetika daripada medis.

Mengenai sejarah penyebutan awal tentang prostetik, istilah ini berasal dari sejarawan Yunani, Herodotus, yang menceritakan kisah Hegesistratus, seorang peramal Yunani.

Hegesistratus memotong kakinya sendiri untuk melarikan diri dari para penculiknya dari Spartan dan menggantinya dengan kaki kayu.

Kaki Prostetik Kanan Lebih Menguntungkan

Atlet yang berlomba dengan prostetik kaki kiri mungkin berlari lebih lambat daripada seorang peserta dengan prostetik sisi kanan di Paralimpiade, karena perlombaan dilakukan berlawanan arah jarum jam.

Kecepatan orang berlari di tikungan diperkirakan dibatasi oleh gaya yang diberikan oleh kaki di bagian dalam tikungan. 

Untuk mengujinya, Paolo Taboga dari Universitas Colorado Boulder dan timnya mengukur kecepatan lari 11 atlet yang mengenakan kaki prostetik. 

Mereka yang memiliki satu kaki prostetik, rata-rata 3,9% lebih lambat saat kaki prostetik mereka berada di bagian dalam tikungan, dibanding saat berada di bagian luar.

Semua cabang olahraga lari di Paralimpiade dijalankan pada lintasan yang berlawanan arah jarum jam.

Sehingga, atlet dengan kaki prostesik sebelah kanan mungkin memiliki keuntungan dibanding mereka yang menggunakan kaki prostesik kiri.

Inilah bahan dan proses pembuatan kaki prostetik (Dede Sopatal Mauladi/Skor.id).
Inilah bahan dan proses pembuatan kaki prostetik (Dede Sopatal Mauladi/Skor.id).

Polemik Bilah pada Kaki Prostetik

Ketahanan dan ketekunan ditunjukkan atlet adaptif kelas dunia. Tapi, di balik itu terdapat perdebatan yang sedang berlangsung tentang "keunggulan yang tidak adil" mereka, yang telah mencegah beberapa atlet untuk berkompetisi,

Apakah kaki prostesik berbilah serat karbon memberikan keunggulan bagi atlet adaptif dibanding pesaing mereka yang tidak diamputasi? 

Apakah mereka mampu berlari lebih cepat dan tampil lebih baik karena kaki prostesik mereka?

Perdebatan dimulai pada 2008 ketika Oscar Pistorius, seorang pelari cepat yang diamputasi dua kaki, dilarang Federasi Atletik Internasional (IAAF) untuk berkompetisi melawan atlet disabilitas yang tidak diamputasi. 

Tapi, Pistorius akhirnya menang dalam perdebatan itu dan diizinkan untuk berlaga oleh IAAF melawan atlet yang tidak diamputasi. 

Perdebatan memanas pada 2014 ketika Markus Rehm, juara lompat jauh nasional Jerman, dilarang berkompetisi pada Kejuaraan Eropa di Zurich. 

Tidak seperti Pistorius, Rehm tetap dilarang berkompetisi. Jadi, apa perbedaan antara kedua kasus ini?

Persamaan dan Perbedaan antara Bilah dan Kaki Biologis

Menyusul perdebatan antara kedua atlet disabilitas tersebut, sebuah penyelidikan diluncurkan untuk mengetahui sifat bilah lari pada kaki prostetik.

Dan, apakah bilah tersebut memberikan keuntungan yang tidak adil bagi atlet adaptif atas pesaing mereka atau tidak. 

Kedua atlet tersebut meminta bantuan komunitas ilmiah untuk membangun argumen mereka, membuktikan bahwa bilah lari tidak memberi mereka keuntungan yang tidak adil.

Rangkaian pengujian menemukan bahwa prostesis bilah memiliki beberapa kesamaan dengan kaki biologis.

Bilah lari menyimpan energi saat menahan berat pengguna. Energi tersebut kemudian dilepaskan saat pelari mendorong tanah. 

Proses ini meniru cara tendon Achilles dan otot betis melompat dan mundur.

Perbedaannya terletak pada kaki. Kaki biologis terdiri dari sel-sel otot yang menciptakan efisiensi metabolisme saat atlet mendorong tanah. 

Hal ini memberikan otot sedikit kelonggaran, sehingga tidak perlu bekerja keras untuk mempertahankan tiap langkah saat berlari.

Sebaliknya, kaki prostesik bilah tidak berputar atau menghasilkan energi. Ini berarti pelari yang diamputasi perlu mengerahkan lebih banyak tenaga saat berlari. 

Karena berlari dengan kaki prostesik memberi lebih banyak tekanan pada tubuh, atlet yang adaptif perlu bekerja keras untuk memperkuat tubuh mereka dan mengimbangi "faktor prostetik".

Perbedaan lainnya adalah kemampuan adaptasinya. Pelari yang tidak diamputasi dapat dengan mudah menyesuaikan kekerasan otot kakinya serta sudut kaki untuk beradaptasi dengan perubahan medan.

Sementara itu, pelari yang diamputasi tidak dapat menyesuaikan kekerasan atau sudut bilahnya secara cepat.

Setelah kaki prostesik dipasang pada pelari, prostesis tersebut juga dioptimalkan secara khusus untuk berlari dalam kondisi tertentu. 

Sifat pasif dari anggota tubuh prostetik adalah alasan mengapa pelari cepat perlu menggunakan prostesis yang berbeda dibanding pelari maraton.

Namun, tidak semuanya buruk. Menggunakan kaki untuk berlari memiliki manfaat kompetitif tersendiri. 

Setelah pelari yang diamputasi mencapai kecepatan tertinggi, prostesis bilah memungkinkannya untuk bergerak lebih cepat dan dengan lebih sedikit tenaga. 

Ini karena bilah lari biasanya lebih ringan daripada kaki biologis.

Kasus Pistorius

Para peneliti yang menangani kasus Pistorius menyimpulkan bahwa ia menggunakan energi 17% lebih sedikit daripada pelari cepat elite disabilitas yang tidak diamputasi. 

Mereka juga menemukan bahwa ia membutuhkan waktu 21% lebih sedikit untuk mengayunkan kakinya di antara langkah. 

Menurut Peter Weyand dari Southern Methodist University dan Matt Bundle dari University of Montana, temuan tersebut memberikan keuntungan yang jelas bagi Pistorius.

Ayunan kaki yang lebih cepat dan langkah yang hemat energi dapat menciptakan keunggulan hingga tujuh detik.

Sebaliknya, peneliti lain berpendapat bahwa tidak ada cukup bukti yang mendukung keuntungan Pistorius. 

Dalam sebuah makalah yang diterbitkan dalam Journal of Applied Physiology pada April 2010, Rodger Kram, Alena Grabowski, Craig McGowan, Mary Beth Brown, dan Hugh Herr memberikan argumen tandingan yang meyakinkan bahwa larangan IAAF telah dibatalkan. 

Pistorius menjadi orang pertama yang diamputasi yang berkompetisi di Olimpiade pada Olimpiade 2012 di London.

Kasus Rehm

Agar IAAF membatalkan keputusan mereka tepat waktu untuk Olimpiade Rio de Janeiro 2016, Rehm menghubungi Grabowski untuk membantunya membuktikan bahwa bilahnya tidak memberinya keuntungan yang tidak adil. 

Namun, tidak seperti Pistorius, temuannya tidak meyakinkan. Tidak seperti pelari cepat, pelompat jauh membutuhkan tenaga pendorong vertikal dan horizontal. 

Tujuannya adalah untuk melompat setinggi mungkin di udara tanpa kehilangan kecepatan maju.

Grabowski dan rekan-rekannya menemukan bahwa pelompat jauh dengan amputasi di bawah lutut menggunakan teknik berbeda dari atlet yang tidak membutuhkan prostesis. 

Meskipun bilahnya, seperti yang digunakan Pistorius, memiliki sifat pasif, yang membatasi kecepatan lari cepat pelompat, pengujian menemukan bahwa bilah tersebut menawarkan keuntungan signifikan: memungkinkan lepas landas yang lebih baik.

Source: paralympic.org

RELATED STORIES

Pesan Inklusif Ditonjolkan dalam Upacara Pembukaan Penuh Warna Paralimpiade 2024

Pesan Inklusif Ditonjolkan dalam Upacara Pembukaan Penuh Warna Paralimpiade 2024

Opening ceremony meriah di jantung kota Paris, Rabu (28/8/2024) malam menandai dimulainya pesta olahraga bagi atlet disabilitas dari seluruh dunia.

Paralimpiade, Sejarah dan Makna Simbol

Paralimpiade, Sejarah dan Makna Simbol

Skor.id coba menjabarkan sejarah singkat Paralimpiade dan makna simbolnya.

Klasemen Akhir Raihan Medali Paralimpiade 2024, Indonesia Finis di Peringkat 50

Klasemen Akhir Raihan Medali Paralimpiade 2024, Indonesia Finis di Peringkat 50

Rangkaian kompetisi Paralimpiade 2024 dijadwalkan bergulir bergulir di Paris, Prancis pada 28 Agustus–8 September 2024.

Paralimpiade 2024: Tim Para Atletik Indonesia Jaga Kondisi demi Penuhi Target

Proses adaptasi Saptoyogo dan kawan-kawan berjalan bagus walau belum berlatih di venue utama cabor para atletik Paralimpiade 2024, Stade de France.

Skor co creators network
RIGHT_ARROW
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
RIGHT_ARROW

THE LATEST

Ketum PSSI Erick Thohir. (Yogi Gandanaya/Skor.id)

Timnas Indonesia

Erick Thohir Tak Ingin Buru-buru Cari Pelatih Timnas Indonesia

Proses pencarian pelatih akan dilakukan secara sistematis oleh BTN dan TD sebelum diputuskan dalam rapat Exco PSSI.

Gangga Basudewa | 24 Oct, 15:23

Menteri Pemuda dan Olahraga, Erick Thohir. (Yogie Gandanaya/Skor.id)

Other Sports

Menpora Minta PB Komunikasi dengan Kemenpora untuk Gelar Event Internasional

Hal ini sebagai bentuk evaluasi dan pembelajaran dari keputusan IOC terhadap olahraga Indonesia baru-baru ini.

Gangga Basudewa | 24 Oct, 14:36

MDL Indonesia (Jovi Arnanda/Skor.id)

Esports

Playoff MDL ID Season 12 Bisa Disaksikan Langsung di Venue

MDL ID Season 12 berlangsung pada 23–26 Oktober 2025 di Ligagame Esports Arena, Jakarta Barat.

Gangga Basudewa | 24 Oct, 14:21

Kompetisi sepak bola kasta kedua di Indonesia atau identitas baru dari Liga 2 musim terbaru, Championship 2025-2026. (Deni Sulaeman/Skor.id)

Liga 2

Championship 2025-2026: Jadwal, Hasil dan Klasemen Lengkap

Jadwal, hasil, dan klasemen Liga 2 atau Championship 2025-2026 yang terus diperbarui seiring bergulirnya kompetisi.

Taufani Rahmanda | 24 Oct, 14:03

Madura United vs Persija Jakarta di pekan ke-10 Super League 2025-2026 pada 24 Oktober 2025. (Kevin Bagus Prinusa/Skor.id)

Liga 1

Gol Tunggal Maxwell Souza Bawa Persija ke Peringkat Dua dan Permalukan Madura United

Hasil dan jalannya pertandingan lanjutan pekan ke-10 Super League 2025-2026 yang digelar pada Jumat (24/10/2025) malam.

Taufani Rahmanda | 24 Oct, 13:55

Menteri Pemuda dan Olahraga Erick Thohir dalam konferensi pers Jumat (24/10/2025). (Grafis: Kevin Bagus Prinusa)

Other Sports

Menpora Tegaskan Surat dari IOC Tak Matikan Olahraga di Indonesia

Erick Thohir menyebut Indonesia tetap bisa mengirim atlet ke ajang olahraga internasional.

Gangga Basudewa | 24 Oct, 11:47

Konferensi pers PSSI JUmat (24/10/2025) (Grafis: Kevin Bagus Prinusa/Skor.id)

Timnas Indonesia

Alexander Zwiers dan Jordi Cruyff Masih di Timnas Indonesia

Hal tersebut ditegaskan oleh Erick Thohir dalam konferensi pers pada Jumat (24/10/2025) sore WIB.

Gangga Basudewa | 24 Oct, 11:27

PSBS Biak vs Persebaya Surabaya di pekan ke-10 Super League 2025-2026 pada 24 Oktober 2025. (Kevin Bagus Prinusa/Skor.id)

Liga 1

Diwarnai Tiga Kartu Merah, Persebaya Tahan PSBS dengan Sembilan Pemain

Hasil dan jalannya pertandingan lanjutan pekan ke-10 Super League 2025-2026 yang digelar pada Jumat (24/10/2025) sore.

Taufani Rahmanda | 24 Oct, 11:17

Timnas U-23 Indonesia vs Timnas U-23 India atau Indonesia vs India pada laga uji coba internasional di Stadion Madya, Jakarta, pada 10 dan 13 Oktober 2025. (Kevin Bagus Prinusa/Skor.id)

Timnas Indonesia

Timnas U-23 Kemungkinan yang Akan Turun di FIFA Matchday

FIFA Matchday November akan diprioritaskan sebagai persiapan Timnas U-23 di SEA Games 2025.

Gangga Basudewa | 24 Oct, 10:35

Bali United vs Persita Tangerang di pekan ke-10 Super League 2025-2026 pada 25 Oktober 2025. (Kevin Bagus Prinusa/Skor.id)

Liga 1

Prediksi dan Link Live Streaming Bali United vs Persita di Super League 2025-2026

Jelang duel pekan ke-10, Sabtu (25/10/2025) malam, Bali United dan Persita Tangerang serupa punya modal bagus.

Taufani Rahmanda | 24 Oct, 07:30

Load More Articles