SKOR.id – Saat ini menjadi waktu yang tepat untuk merayakan akhir persaingan epik dan memberikan selamat untuk Jorge Martin, juara dunia kelas utama, MotoGP, di Kejuaraan Dunia Balap Motor.
Kebetulan, 2024 merupakan tahun ke-23 sejak kelas utama berganti nama dari 2-tak 500cc yang legendaris dengan mesin 4-tak berkapasitas lebih besar, MotoGP.
Mungkin kini saatnya bertanya pada diri sendiri apa gunanya semua itu? Apa manfaat balap Grand Prix bagi produksi sepeda motor dan pengendara sepeda motor, khususnya dari sisi teknologi?
Skor.id akan coba membahasnya secara detail dalam Skor Special edisi kali ini. (Skor Special adalah artikel yang akan memberikan perspektif berbeda setelah Skorer membacanya dan artikel ini bisa ditemukan dengan mencari #Skor Special atau masuk ke navigasi Skor Special pada homepage Skor.id.).
Sejauh Mana Transfer Teknologi MotoGP ke Sepeda Motor Produksi Massal
Melanjutkan pertanyaan di atas, untuk mengajukan pertanyaan yang sama dengan cara yang berbeda: pernahkah Anda memasang fairing “ground-effect” pada sepeda motor Anda sehari-hari? Lalu, apakah itu meningkatkan kemampuan berkendara Anda?
Pertama, Anda bisa lihat sisi kemanusiaannya. Balap motor, seperti olah raga elite lainnya, baik di atas roda maupun tidak, memiliki fungsi penting: memberikan inspirasi dan melahirkan pahlawan. Orang membutuhkan pahlawan dan hal-hal yang dicita-citakan. Sebegitu pentingnya hal ini sehingga tidak boleh dianggap remeh.
Jika faktor “pahlawan” penting, bagaimana dengan sisi teknis? Jika Anda membandingkan sepeda motor di lintasan Grand Prix dengan yang tersedia bagi pelanggan di dunia nyata, perbedaannya sangat besar.
Mungkin MotoGP telah kehilangan arah dalam lima atau 10 tahun terakhir. Seperti yang dikatakan Fabio Quartararo, juara dunia MotoGP 2021 dari tim pabrikan Yamaha, baru-baru ini: “Mereka (motor-motor MotoGP) bahkan tidak terlihat seperti sepeda motor lagi.”
Hubungan erat antara sepeda motor Grand Prix dan sepeda motor sport papan atas selalu menarik (dengan beberapa pengecualian seperti V8 imajinatif Moto Guzzi). Inilah sebabnya mengapa sepeda motor memiliki daya tarik yang lebih realistis dibanding Formula 1.
Tidak seperti mobil F1, sepeda motor GP pada dasarnya masih bisa dipreteli dan disempurnakan dengan versi sepeda jalanan – setidaknya dulu.
Berikutnya terjadi banyak fertilisasi silang. Teknologi mesin, sasis, suspensi, dan ban dikembangkan melalui balap dan diteruskan ke departemen produksi.
Balapan tampaknya meningkatkan teknologi roda dua. Namun jika hal tersebut terjadi pada masa-masa awal sepeda motor, apakah masih demikian hingga saat ini?
Faktanya, perkembangan teknis dalam balap selalu dibatasi oleh regulasi teknis. Kesuksesan Ducati di MotoGP dalam beberapa tahun terakhir lebih didasarkan pada penemuan cara cerdas untuk menyiasati peraturan dibanding sains murni.
Ambil contoh, spoiler di bawah lengan ayun belakang, yang mengelak dari aturan aerodinamis dengan menyebutnya sebagai alat pendingin ban. Padahal spoiler itu jelas-jelas juga memberikan tambahan gaya tekan (downforce).
Melihat ke belakang, ada beberapa kasus ketika peraturan secara aktif menghambat perbaikan yang mungkin dilakukan. Misalnya, pada era tahun 1950-an, “garbage can fairing” alias fairing tong sampah dilarang dengan alasan masalah keselamatan karena konstruksinya yang lemah dan perilaku motor yang berbahaya saat angin melintang datang. Fairing itu akhirnya benar-benar menjadi tong sampah sejarah.
Selanjutnya, full fairing yang dirancang dengan baik dan diuji di terowongan angin menawarkan keunggulan kinerja yang signifikan, belum lagi perlindungan cuaca yang sangat berharga baik di jalan raya maupun di trek.
Sebagai pengganti fairing tong sampah dalam balapan dan untuk penggunaan jalan sehari-hari, pada era 1960-an sampai 1970-an muncul yang disebut fairing lumba-lumba, yang memperlihatkan roda depan. Namun kemudian fairing itu berubah fungsi menjadi hanya untuk gaya dan bukan efisiensi.
Inovasi Sering Terhambat oleh Aturan
Aturan juga membatasi eksperimen. Beberapa tahun yang lalu, mendiang Steve Harris – perancang sasis dan pembuat Harris-Yamaha yang dibuat di bawah lisensi pabrik – berbicara dengan penuh semangat tentang potensi desain semi-forward-leaning (semi-condong ke depan) untuk sepeda motor balap.
Mungkin dia salah, tapi peraturan menghalangi publik untuk mengetahuinya. Daripada mendorong desain sepeda motor jalan raya, balap mungkin malah memperlambatnya.
Adapun berbagai modul ground effect jelas berfungsi di lintasan balap, tetapi hanya jika Anda memiliki sudut kemiringan 60 derajat. Jadi sudah jelas: jangan mencobanya di rumah. Jika tidak, sebagian besar Anda akan mengalami lecet setelah kecelakaan.
Mungkin semua hal teknis ini masuk akal pada track day bike, saat kecepatan dan sudut kemiringan membuatnya relevan.
Balapan memang tidak pernah dimaksudkan untuk menjadi sesuatu yang sensitif. Dalam hal ini, sepeda motor juga tidak. Jadi mungkin publik harus merayakan kegilaan ini dan menantikan lebih banyak lagi musim depan.