- Marc Marquez memiliki kans untuk menyamai rekor tujuh gelar Valentino Rossi di kelas utama MotoGP musim ini.
- Sejak insiden MotoGP Malaysia 2015, hubungan rider Repsol Honda itu dan Rossi tak pernah kembali baik.
- Salah satu alasan Marquez tidak mau lagi aktif di media sosial adalah karena toksisitas rivalitasnya dengan Rossi.
SKOR.id – Marc Marquez masih punya peluang untuk dapat menyamai rekor tujuh gelar Valentino Rossi di kelas utama MotoGP pada musim ini. Namun, itu tidak akan menjadi tantangn yang mudah.
Pembalap Repsol Honda tersebut harus mengatasi efek dua tahun cedera ditambah motor RC213V yang di bawah standar jika ingin menyamai koleksi gelar sang legenda sekaligus mantan rival beratnya itu.
Jika berhasil melakukannya, perdebatan tentang siapa yang terbaik kemungkinan bakal kembali muncul. Fans fanatik Rossi dan penggemar setia Marquez telah berselisih sejak insiden di Sepang pada 2015.
Seperti diketahui, kedua pembalap hebat itu terlibat duel sengit dalam Grand Prix Malaysia, delapan tahun lalu. Tetapi, persaingan jadi tidak sehat setelah Rossi dianggap sengaja menjatuhkan Marquez.
Sejak itu, hubungan mereka tidak pernah pulih. Marc Marquez, yang akan kembali ke beraksi di Sepang dalam tes pramusim 2023, 10-12 Februari, meninjau kembali perseteruannya dengan Valentino Rossi.
“Itu lap yang gila, kami berjuang dengan cara luar biasa. Lalu Valentino membuat keputusan (buruk). Dia melempar saya (dari balapan). Itu bukan kecelakaan,” kata Marquez mengenang, dikutip dari Crash.
“Mungkin Anda menekan dengan keras, kehilangan kendali motor dan tabrakan, tapi bukan kebetulan Anda memojokkan pembalap di sisi trek, melihatnya dan menyenggolnya dengan kaki. Itu disengaja.”
Toksisitas rivalitas mereka juga menjadi salah satu alasan The Baby Alien, julukan Marquez, tak lagi aktif menggunakan media sosial. Ia memang masih memiliki akun Twitter dan Instagram, tetapi ada tim yang mengunggah status atau foto.
“Mungkin ini hanya penilaian saya, namun semakin sedikit orang yang menunjukkan karakter, lebih suka bersembunyi di balik profil. Kini semua yang Anda katakan berakhir di media sosial, memicu ratusan komentar,” tuturnya.
“Jika Anda mengikutinya, Anda akhirnya merasa tidak enak. Itu terjadi pada saya, tetapi sekarang tidak lagi. Saya memiliki akun Twitter, tapi saya tidak memasangnya di ponsel. Saya punya manajer media sosial. Saya beri tahu dia apa yang harus di unggah. Saya tidak membaca apa yang terjadi selanjutnya.
“Saya suka Instagram, namun saya juga tak pernah baca komentar di sana. Twitter, di sisi lain, adalah toko jagal. Saat saya kembali berkompetisi, saya sadar terlalu banyak berada di media sosial bisa mengganggu. Saya hidup jauh lebih baik sekarang.”