- Zaenal Arief mengenang tragedi Malari 2006 yang menimbulkan malapetaka buat Persib Bandung.
- Tragedi yang memaksa pelatih Persib, Risnandar, mundur dari jabatannya itu tak akan dilupakan oleh Zaenal Arief.
- Arief mengatakan saat itu situasi yang dialami para pemain Persib sangat mencekam.
SKOR.id - Malapetaka Januari 2006 tidak akan pernah hilang dari ingatan Zaenal Arief, mantan penyerang Persib Bandung.
Zaenal Arief yang menjadi bagian dari skuat Persib ketika itu menyaksikan betul bagaimana mencekamnya saat bobotoh menggelar demo besar dalam upaya melengserkan Risnandar (almarhum) dari kursi pelatih Persib.
"Saya saat itu ada di jajaran tim dan main dalam dua pertandingan melawan Persijap dan PSIS," ucap lelaki yang akrab disapa Abo itu kepada Skor.id.
"Tentu saya masih ingat bagaimana kejadian tahun 2006, suasananya sangat mencekam karena demo besar dari bobotoh itu sangat menggema di Stadion Siliwangi," kata Arief mengenang.
Berita Persib Lainnya: Muhammad Ridhuan Tak Jadi Gabung Persib dan Bawa Arema Juara
Malapetaka ini terjadi pada Minggu 19 Januari 2006. Malari 2006, demikian kejadian ini disebut, merupakan yang pertama kalinya terjadi dalam sejarah perjalanan Persib di mana seorang pelatihnya didemo dan diperlakukan tidak sewajarnya oleh bobotoh.
"Kami saja pemainnya harus menggunakan kendaraan taktis untuk pulang ke mes. Ketika itu, kami diamankan, makanya kami hanya merasakan bagaimana kondisi Stadion Siliwangi saat itu. Sedangkan situasi berikutnya saya tak mengetahui persis, yang pasti sangat-sangat mencekam," ujar Arief.
Setelah kisah Malari Persib 2006, pelatih Risnandar pun akhirnya menyatakan mundur. Ini buntut dari dua kali kekalahan beruntun di kandang dari PSIS Semarang 1-2 dan Persijap Jepara 0-1.
Sudah barang tentu, mundurnya Risnandar dan kemudian diikuti asistennya, Encas Tonif, karena desakan bobotoh.
"Saya konsekuen kalau memang keinginannya seperti itu dan itu mendesak, secara pribadi saya mundur. Kondisinya memang seperti ini permainan sebetulnya sudah bagus tetapi hasilnya buruk, sekali lagi saya konsekuen," ucap Risnandar di ruang ganti usai pertandingan kala itu.
Tanda-tanda bakal meletusnya Malari 2006 sudah terasa sejak pembentukan tim di mana penunjukkan Risnandar memunculkan pro dan kontra. Terlebih, target Ris yang siap mundur jika tiga kali kalah berturut-turut. Namun, baru dua kali kalah sudah didemo.
"Itulah risiko sebuah tim besar. Tuntutan begitu besar dan bobotoh memang tak ingin Persib kalah terus. Sebetulnya, bisa saja dengan cara lain tanpa harus menggelar demo seperti itu, tetapi itulah, kondisi sekarang lain dengan dulu," ucapnya.
"Bobotoh dulu masih belum terakomodir secara penuh sehingga seperti itulah kejadiannya, buat saya cukup sekali saja waktu itu, jangan ada lagi kejadian yang sama di masa sekarang," kata Arief menuturkan.
Tahun 2006, regulasi kompetisi di Tanah Air belum seprofesional dan serapi seperti sekarang. Bench yang masih bebas ditempati siapa saja, di pinggir lapangan kerap hilir mudik bobotoh, panitia, maupun oknum lainnya, dan setiap penonton tidak kena razia saat membawa air mineral ke dalam stadion.
Akibatnya, saat terjadi chaos seperti Malari 2006, botol mineral menjadi alat untuk melempar baik ke arah bench Persib maupun wasit.
Karena semua orang masuk ke lapangan, proses evakuasi tim saat hendak meninggalkan stadion menjadi tersendat yang memakan waktu dua jam karena ribuan bobotoh mengadang gerbang.
Kondisi saat itu benar-benar panas. Semua harus turun tangan untuk meredam amarah bobotoh.
Pihak kepolisian dan manajemen turun langsung meredam situasi. Didampingi Kabagops, Polwiltabes Bandung, saat itu Martinus Sitompul, manajer Yossi Irianto naik ke atas Rantis dan akhirnya mengabulkan tuntutan bobotoh.
"Kalau keinginan untuk menarik mundur pelatih saya akan lakukan. Tapi saya minta perwakilan dari bobotoh untuk memberikan masukan agar penarikan mundur pelatih Persib berjalan mulus malam ini pukul 7 malam," ucap Yossi ketika itu.
Lalu, pada malamnya seluruh pengurus dan manajemen menggelar rapat dadakan di Pendopo, Jalan Dalem Kaum.
Rapat yang dihadiri Ketua Umum, Dada Rosada, dan para penasihat Persib itu akhirnya menerima pengunduran diri Risnandar sebagai pelatih Persib.
"Buat saya itu hanyalah sebuah dinamika. Ini sangat wajar karena sebagai tim besar Persib tak pernah luput dari sejarah. Persib sebagai tim besar akan terus memiliki cerita-cerita menarik untuk masa depan.
"Namun, saya yakin untuk era sekarang, cara-cara dulu tidak akan terulang, karena bobotoh saat ini sudah memiliki kedewasaan, kalaupun iya pastinya hanya perwakilannya saja dari semua induk, distrik, dan komunitas yang berdiskusi dengan tim,” kata Arief memaparkan.
Malapetaka tersebut memaksa mantan Ketua Umum Persib Ateng (almarhum), angkat bicara atas sikap bobotoh kala itu.
Berita Persib Lainnya: Sejak Era Liga 1, Persib Bandung Selalu Berhasil Lalui Tujuh Laga Tanpa Kalah
Ateng menegaskan, bobotoh jangan sampai dijadikan organisasi massa. Bobotoh, kata Ateng, harus benar-benar bobotoh tidak seperti saat itu.
"Bobotoh ya bobotoh tong diogo teuing (jangan terlau dimanja). Komo deui lamun bobotoh geus ngatur-ngatur manajemen (Apalagi kalau sudah ikut campur urusan manajemen). Dulu bobotoh datang sendiri. Tergantung timnya kalau tim Persib bagus, bobotoh pun akan datang sendiri," pesan Ateng sebelum wafat.