- Liliyana Natsir berbagi pengalaman saat dirinya, bersama Tontowi Ahmad, sukses meraih medali emas Olimpiade 2016.
- Menurut Butet, ada dua faktor penting yang menentukan dalam pesta olahraga terbesar di dunia tersebut.
- Ia meyakini peluang atlet Indonesia meraih emas di Olimpiade Tokyo 2020 terbuka lebar.
SKOR.id – Olimpiade itu adalah misteri. Demikian kalimat yang terlontar dari seorang legenda hidup bulu tangkis Indonesia, Liliyana Natsir.
Menurut perempuan 34 tahun itu, pesta olahraga empat tahunan tersebut seperti memiliki daya magis yang sulit dijelaskan. Sebab di Olimpiade yang tidak mungkin bisa saja terjadi.
Liliyana Natsir bukan tanpa dasar mengatakan demikan. Ia telah merasakan sendiri betapa berbedanya atmosfer persaingan Olimpiade dengan gelaran-gelaran lainnya.
Skor.id, belum lama ini berbincang lebih mendalam mengenai pandangan Liliyana Natsir terkait Olimpiade di Istora Gelora Bung Karno (GBK), Senayan, Jakarta.
Butet, sapaan Liliyana, hadir di Istora untuk menyaksikan HSBC BWF World Tour Super 500 Indonesia Masters 2020 dan mendukung rekan-rekannya yang bertanding.
Menurut mantan ganda campuran nomor satu dunia itu, ada dua faktor penting yang membuat seorang atlet bisa menjadi yang terbaik di Olimpiade.
Pertama, keberuntungan. Khusus untuk bulu tangkis, hasil undian atau drawing pertandingan akan menentukan siapa yang menjadi juara di pesta olahraga terbesar di dunia tersebut.
Baca Juga: Liliyana Natsir Kangen Pelatnas
“Belum tentu pemain peringkat atas dunia, jaminan akan meraih emas. Keberuntungan juga dibutuhkan dari hasil drawing. Dalam satu bagan itu, kita cocok tidak dengan semua pemain,” kata Butet.
Kemudian faktor yang kedua, menurut peraih emas Olimpiade Rio de Janeiro, Brasil, 2016 bersama Tontowi Ahmad itu adalah mental dan persiapan para atlet.
“Saya merasakannya. Persiapan dan mental harus benar-benar matang, karena beda dengan ajang lainnya," ujar Liliyana.
"Saya pernah menjalani All England, Kejuaraan Dunia, dan Asian Games. Atmosfernya sangat berbeda. Apa mungkin karena kita ingin sekali menjadi juara?,” tuturnya lagi.
“Melihat sesama atlet dengan ambisi dan motivasi besar, auranya ada yang tegang. Padahal lawan yang kita hadapi sama saja dalam turnamen lainnya," ungkap Liliyana Natsir.
"Hanya nama Olimpiade berat sekali. Gengsinya sangat tinggi. Jika tidak dapat, maka harus menunggu empat tahun lagi.”
Butet meraih emas ganda campuran Olimpiade 2016 bersama Tontowi Ahmad. Mereka mengalahkan pasangan asal Malaysia, Chan Peng Soon/Goh Liu Ying di final, 21-14, 21-12.
Sebelum menyumbang emas untuk kontingen Merah Putih, perempuan asal Manado, Sulawesi Utara itu mengaku sempat mengalami stres.
Baca Juga: Jadwal Final Indonesia Masters 2020, Tuan Rumah Amankan Satu Gelar
“Saya juga turun berat badan. Setelah Olimpiade 2016 baru sadar. Padahal saya makan normal. Ketika itu saya bisa turun 2 sampai 4 kg. Itu pikiran. Dari mental atau apa pun, semuanya kena,” ujarnya.
Kans Tetap Terbuka
Dalam kesempatan yang sama, Liliyana Natsir juga berbicara soal peluang pebulu tangkis Indonesia, khususnya ganda campuran di Olimpiade Tokyo, Jepang 2020 musim panas nanti.
Menurut Butet, meskipun ganda campuran tengah dalam performa kurang baik, bukan berarti kans untuk menjadi yang terbaik di Tokyo tertutup.
“Kita tarik mundur empat tahun lalu. Yang ditargetkan adalah ganda putra, Hendra Setiawan/Mohammad Ahsan,” ujar Liliyana Natsir.
“Karena ketika itu performa saya (dan Tontowi) turun sekali. (Kami) beberapa kali kalah (sebelum Olimpiade 2016). Cuma sekali juara di (Super Series) Malaysia (Open),” katanya.
“Setelah itu, yang juara All England adalah Praveen Jordan/Debby Susanto. Hendra/Ahsan lebih stabil. Jadi mereka yang ditargetkan di Olimpiade 2016,” Butet menuturkan.
Baca Juga: Menanti Drama di Pertandingan The Minions vs The Daddies
Ya, Liliyana Natsir memang tidak pernah menyangka bisa meraih medali emas di Rio de Janeiro. Seperti yang ia katakan sebelumnya, Olimpiade itu adalah misteri.
Butet juga mengambil contoh lain seperti pebulu tangkis asal Spanyol, Carolina Marin, yang tak pernah diduga sebelumnya bisa meraih emas di sektor tunggal putri.
“Pun demikian dengan Chen Long yang meraih emas di tunggal putra. Ketika itu, dia di posisi tiga, di bawah Lin Dan (Cina) dan Lee Chong Wei (Malaysia). Fakta sudah membuktikan setiap Olimpiade banyak kejutan,” kata Liliyana Natsir.