SKOR.id - DNA pelatih dalam diri Mikel Arteta sudah terlihat sejak dini, bahkan saat ia berusia 18 tahun dan dipinjamkan ke PSG.
(Skor Special adalah artikel yang akan memberikan perspektif berbeda setelah Skorer membacanya dan artikel ini bisa ditemukan dengan mencari #Skor Special atau masuk ke navigasi Skor Special pada homepage Skor.id.).
Saat masih berusia 18 tahun, Mikel Arteta dihadapkan pada tantangan luar biasa, khususnya soal persaingan di lini tengah Barcelona.
Saat itu ia harus bersaing dengan Pep Guardiola yang merupakan DNA Barcelona di lini tengah, Emmanuel Petit yang baru juara Piala Dunia bersama Timnas Prancis, bintang Timnas Belanda Philip Cocu, dan bintang baru Blaugrana Xavi Hernandez.
Hal ini yang kemudian memaksa Mikel Arteta harus dipinjamkan ke PSG selama 18 bulan mulai Januari 2001.
Skuad PSG saat itu memang tak segemerlap sekarang, tetapi bukan berarti tanpa bintang. Di sana ada pemain-pemain seperti Jay-Jay Okocha, Gabriel Heinze, Nicolas Anelka, hingga Mauricio Pochettino.
Bocah belia asal Brasil bernama Ronaldinho juga kemudian bergabung dari Gremio musim panas tahun itu.
Hampir tak bisa berbicara Bahasa Prancis, dengan bantuan pemain-pemain lain yang bisa Bahasa Spanyol, Arteta dengan cepat menyatu dengan tim asuhan Luis Fernandez, pelatih yang sudah lama mengincar Arteta, bahkan saat ia masih melatih Athletic Bilbao.
Salah satu yang paling membantu adalah Pochettino yang berasal dari Argentina dan berbicara dengan Bahasa Spanyol.
Berusia 10 tahun lebih tua, Pochettino juga baru datang ke PSG usai hengkang dari Espanyol. Ia dan Arteta berbagi kamar hotel dalam tiga bulan pertama di Ibu Kota Prancis.
Pochettino yang kini melatih Timnas AS usai menjadi nakhoda Tottenham Hotspur, PSG, dan Chelsea, jadi salah satu pemain pertama yang mendapatkan arahan dari "pelatih" Arteta.
Ya, dengan usia masih 18 tahun, ternyata jiwa kepelatihan Arteta sudah tampak sejak dini.
Jiwa Pelatih
"Dia sudah menjadi pelatih saat itu," ujar Pochettino tahun lalu.
"Dia memberikan saran kepada saya dan pemain lain. Saya hanya bisa berkata "wow", karakter, kepribadian, dan karismanya, dia saat itu sudah punya otak sepak bola."
Saat masih di akademi pemain muda Barcelona, Arteta bermain sebagai nomor 10. Ia kemudian bergeser sedikit ke belakang, menjadi deep-lying playmaker, seperti Pep Gaurdiola di Barcelona.
Posisi ini pula yang ia mainkan di PSG, posisi yang pas bagi otak sepak bolanya menjadi orkestrator permainan tim.
Kedewasaan dan kepercayaan diri membuat Arteta mampu mengemban tugas ini dengan baik.
Ia bermain 11 kali di setengah musim pertamanya, dan di musim kedua bermain 42 kali di semua ajang, termasuk membawa PSG jadi juara Piala Intertoto 2001.
"Tim ini punya gaya bermain khusus. Para pemain selalu memenuhi ekspektasi saya soal sistem dan organisasi permainan," ujar Fernandez sang pelatih.
"Kami mampu membuat para pemain tumbuh dan berkembang. Saya senang bisa membantu mereka, tak terkecuali Arteta."
Salah satu laga yang ia jalani bersama PSG adalah Babak 32 Besar Piala UEFA lawan Rangers. Begitu apiknya penampilan Arteta saat itu membuat Rangers langsung mengajukan tawaran kepada Barcelona untuk membeli sang pemain.
Arteta lalu sempat bermain di Rangers, Real Sociedad, Everton, dan Arsenal sebelum pensiun sebagai pemain dan kini jadi pelatih jempolan.
Saking terlihatnya jiwa kepelatihan dalam diri Arteta ini, ia punya tiga opsi luar biasa yang bisa dipilih saat pensiun sebagai pemain.
Arsene Wenger menawarinya jadi kepala akademi pemain muda Arsenal saat itu.
Selain itu, Pochettino menawari Arteta jadi staf kepelatihan timnya yang saat itu menukangi Tottenham Hotspur.
Ketiga, ia juga ditawari Pep Guardiola untuk jadi pelatih di Manchester City. Opsi ketiga ini yang akhirnya Arteta pilih dan ia jadi asisten Pep Guardiola mulai Juli 2016 lalu.
Pep kepincut dengan Arteta juga karena satu kesempatan saja. Hal ini terjadi saat Barcelona akan bertemu Chelsea di semifinal Liga Champions 2011-2012.
Pep meminta pandangan dan informasi dari Arteta soal kekuatan Chelsea saat itu. Begitu detailnya apa yang disampaikan Arteta saat itu langsung membuat Pep terkesima dan ingin menjadikan Arteta anggota staf kepelatihannya.
Kini, Arteta sudah mengoleksi gelar juara Piala FA sebagai pelatih Arsenal dan jadi rival utama Pep Guardiola dan Manchester City bersaing di Premier League.