- Arseto Solo pernah menjadi raja di Indonesia, Asia Tenggara, dan disegani di pentas Asia.
- Sebelum menjadi Arseto Solo, klub milik anak Presiden kedua RI ini berbasis di Jakarta.
- Pada 1998, saat kerusuhan Mei yang dikenal gerakan reformasi, Arseto Solo bubar.
SKOR.id - Bicara perkembangan sepak bola Indonesia, tak bisa dilepaskan dengan sepak terjang klub bernama Arseto Solo. Klub yang melegenda di era 1980-1990.
Klub yang lahir pada tahun 1978 ini adalah tim kebanggaan wong Solo saat itu, yang berkandang di Stadion Sriwedari.
Dari kabar yang beredar, nama Arseto memiliki dua kemungkinan asal muasal. Pertama berasal dari nama tokoh wayang, Aryo Seto.
Baca Juga: Sutiono Lamso, Sang Penentu Juara Persib pada Final Liga Indonesia 1994-1995
Kedua nama Arseto ini adalah singkatan dari nama Ari Sigit Seoharto yang tak lain adalah putra dari Sigid Harjoyudanto, anak Presiden kedua RI, Soeharto.
Arseto tidak langsung berkandang di Solo melainkan di Jakarta. Tim biru langit ini baru pindah ke Solo setelah Soeharto mencanangkan Haornas di Sriwedari.
Berbicara prestasi, Arseto punya sederet catatan emas yang patut dibanggakan, baik di pentas lokal maupun pentas internasional.
Mulai jadi juara invitasi Perserikatan Galatama 1987, juara Galatama 1992, hingga juara antarklub ASEAN 1993, adalah bukti kehebatan Arseto.
Diluar itu, ada prestasi lainnya yag bisa dibanggakan di level Asia. Sebagai juara kompetisi yang diakui PSSI sebagai ajang profesional, Galatama 1992.
Arseto pun mewakili Indonesia di Liga Champions Asia 1992-1993. Lawannya klub asal Brunei Darussalam pada fase penyisihan.
Berhadapan dengan Kota Rangers FC, Arseto menang dengan selisih gol 3-2, sehingga lolos ke babak selanjutnya.
Pada fase berikutnya, Arseto Solo kembali ditantang wakil ASEAN lainnya, yaitu klub Thailand, Thai Farmers Bank.
Pada laga pertama, Arseto kalah 0-2. Namun pada leg kedua, Arseto membalikkan keadaan dengan menang lewat skor 3-0 dan unggul agregat 3-2.
Ini yang kemudian membuat Arseto lolos ke fase grup semifinal Liga Champions Asia. Saat itu, total ada tujuh tim tersisa yang dibagi menjadi dua grup.
Dalam Fase grup, Arseto Solo sederet klub elit dari Jepang, Yomiuri FC, klub Arab Saudi, Al–Shabab, dan klub Bahrain, Muharraq Club.
Akhirnya, Arseto tak mampu bersaing lebih tinggi lagi dan gugur di fase ini. Jangan lupakan pula bahwa dari Arseto Solo, lahir setumpuk pemain berkualitas.
Mulai dari Ricky Yacob, Sudirman, Eddy Harto, Nasrul Koto, Eduard Tjong, Rocky Putiray, I Komang Putra hingga Agung Setyabudi.
Baca Juga: Nasib Mes Arseto Solo, Kawah Candradimuka yang Kini Terbengkalai
Sayangnya, kiprah Arseto Solo tak berlangsung lama. Pada tahun 1998, klub ini akhirnya dibubarkan menyusul terjadinya kerusuhan massa kala itu.
Tercatat laga terakhir yang mereka jalani adalah laga lawan Pelita Jaya yang juga menjadi salah satu tim elite di era Galatama.