SKOR.id - Emma Raducanu sempat menjadi sensasi dalam dunia tenis usai menjuarai turnamen Grand Slam US Open 2021 ketika belum genap berusia 19 tahun.
Berkat pencapaian itu, Emma Raducanu pun digadang-gadang bakal jadi petenis tunggal putri top di masa depan. Apalagi ia sempat duduk di peringkat 10 dunia per 11 Juli 2022.
Akan tetapi, nama Emma Raducanu justru perlahan meredup seiring dengan penampilan inkonsisten yang ditunjukkan ditambah cedera yang mendera.
Pada ranking WTA terbaru yang dirilis Senin (24/7/2023) lalu, petenis Inggris itu duduk di peringkat 131 dan belum kunjung menambah gelar selepas US Open 2021.
Emma Raducanu pun kian jadi sorotan karena punya kebiasaan gonta-ganti pelatih dalam dua tahun terakhir.
Sejak namanya mencuri perhatian dengan menembus babak keempat Wimbledon 2021, Raducanu sudah bekerja sama dengan lima pelatih berbeda.
Terakhir, ia berpisah dengan Sebastian Sachs karena ingin lebih dulu konsentrasi memulihkan diri pasca-operasi untuk cedera pergelangan tangan dan kaki.
Sebelum ditangani Sebastian Sachs, Emma Raducanu sempat dilatih oleh Dmitry Tursunov selama dua bulan yang disebut sebagai "masa percobaan".
Kedua belah pihak pada akhirnya tak melanjutkan kerja sama. Dmitry Tursunov menyebut ada "red flag" yang tak bisa diabaikan dari pihak Emma Raducanu.
Dmitry Tursunov sendiri dijajaki sebagai pelatih Emma Raducanu untuk menggantikan posisi Torben Beltz yang meniggalkan tim pada April 2022.
Sedangkan Torben Beltz adalah pengganti Andrew Richardson yang mengundurkan diri setelah mengantar Emma Raducanu jadi juara Wimbledon 2021.
Sebelum dibesut Andrew Richardson, Emma Raducanu ditangani oleh Nigel Sears yang pernah memoles Daniela Hantuchova hingga Ana Ivanovic.
Max Eisenbud selaku senior vice-president IMG Tennis, agensi tempat Raducanu bernaung, pun memberi "pembelaan" soal langkah gonta-ganti pelatih yang diambil kliennya.
Ia menyebut langkah gonta-ganti pelatih itu dilakukan demi kenyamanan Raducanu dan bisa bakal terus dilanjutkan sepanjang kariernya.
“Itu mungkin akan tetap terjadi sepanjang kariernya. Itu adalah hal yang membuat mereka (Emma Raducanu dan sang ayah) merasa nyaman,” Max Eisenbud menjelaskan.
“Saya tak mengatakan bahwa hal ini benar atau salah tetapi ini adalah langkah yang mereka ambil dan saya pikir baik-baik saja melakukan hal dengan cara berbeda.”
Lebih lanjut, Eisenbud mengatakan bahwa Raducanu sudah terbiasa dengan pola bergonta-ganti pelatih selama masih merintis karier di level junior.
Raducanu beserta sang ayah bakal menjalin kerja sama dengan seorang pelatih selama empat hingga lima bulan sebelum berganti dengan yang lain.
Eisenbud pun menilai pendekatan Raducanu dan ayahnya cukup beralasan terlebih tak ada pelatih hebat yang tersedia dan bersedia mengikuti tur panjang.
“Kebanyakan pelatih hebat tak mau berpergian selama 35–40 pekan dalam satu tahun dan meninggalkan keluarganya,” kata Max Eisenbud.
“Jadi, Anda hanya punya daftar kecil berisi pelatih hebat yang bersedia untuk mengikuti tur dan bersedia dibayar dengan uang yang sangat sedikit.”
Eisenbud pun menyadari bahwa kebiasaan gonta-ganti pelatih yang dilakukan Raducanu ini bisa saja membuat "takut" calon pelatihnya di masa yang akan datang.
Namun, ia tak merasa begitu khawatir dan yakin pasti ada saja pelatih yang bersedia untuk memoles petenis sepotensial Raducanu.
“Ada pelatih yang mungkin saja takut mengambil kesempatan (melatih Raducanu) karena sudah melihat rekam jejaknya,” kata Max Eisenbud.
“Saya memahami bahwa itu bukan hal yang nyaman dan tak cocok dengan keinginan semua orang.”
“Namun jika masalah terbesar Emma Raducanu adalah sering berganti pelatih setiap beberapa bulan, saya akan mendaftar untuk posisi itu,” ujarnya memungkasi.