- Timnas Indonesia yang akan tampil di SEA Games 1991 melakukan persiapan panjang hingga ikut turnamen di Korea Selatan.
- Anatoli Polosin, pelatih timnas Indonesia, memberlakukan latihan fisik yang keras dan panjang untuk katrol mentalitas pemain.
- Selama masa persiapan, timnas Indonesia dominan menelan kekalahan dan saat itu Galatama-Perserikatan diliburkan sementara.
SKOR.id - Mengenang SEA Games 1991, saat Indonesia meraih medali emas sepak bola putra, sama juga mengupas soal perjuangan panjang nan melelahkan.
Sebagai refleksi, tulisan ini akan mengupas masa persiapan timnas Indonesia, yang ketika itu disebut timnas PSSI, sejak akhir 1990 hingga menjelang ajang.
Sejak akhir 1990 ada kekhawatiran. Anatoli Polisin, pelatih timnas Indonesia, disorot tajam karena rentetan hasil buruk. Khawatir tak ada lagi prestasi pada 1991.
Berita Persib Lainnya: Emas SEA Games 1991, Herrie Setyawan Bayar Kesalahan untuk Timnas Indonesia
Kekecewaan pertama tercipta dalam laga final Piala Kemerdekaan Indonesia pada 25 Agustus 1990, yakni menyerah 0-3 kepada Australia di Stadion Senayan.
Berikutnya pada Februari 1991, saat mengikuti Piala Merdeka di Malaysia, tim asuhan Polosin membukukan dua kekalahan dan hanya sekali menang.
Pada laga pertama, 4 Februari 1991, melawan klub Austria, Admira Wacker, Indonesia menyerah 0-2. Dua hari berselang, menumpas Malaysia dengan skor 2-1.
Pada laga pemungkas, dibantai Cina dengan skor 1-3. Sepulang dari Malaysia, Polosin dipanggil PSSI dan diminta membentuk tim untuk medali emas SEA Games.
Untuk sukses tersebut, kompetisi Galatama 1991-1992 diminta berhenti sementara sejak pekan pertama September 1991 hingga pekan kedua Desember 1991.
Pada saat yang sama kompetisi Perserikatan 1991-1992 yang baru kick-off pada 27 Oktober 1911, juga diminta menghentikan sementara sejak pekan kedua November.
Karena Galatama lebih panjang liburnya, tak mengherankan pemain-pemain Galatama mendominasi. Dari 18 pemain, 16 di antaranya dari Galatama.
Dua pemain Perserikatan dalam skuad tersebut adalah Robby Darwis yang ketika itu membela Persib, dan Yusuf Ekodono yang saat itu membela Persebaya.
Menariknya, berdasarkan kesepakatan PSSI dan Polosin bersama asistennya Danurwindo, dipilihlah pemain-pemain muda sebagai kekuatan utama tim.
Beberapa pemain muda yang dipanggil adalah Widodo Cahyono Putro (Warna Agung), Aji Santoso (Arema Malang), dan Sudirman (Arseto Solo).
Dalam analisis pelatih asal Rusia tersebut, kondisi fisik pemain Indonesia sangat lemah. Karenanya latihan fisik dan shadow football jadi penekanan utama.
"Hampir tiga bulan terus-terusan digembeng fisiknya: pagi, siang, sore, dikombinasi dengan letihan tanpa bola atau dikenal dengan shadow football," kata Danurwindo.
Sedang asik-asiknya menata fisik, PSSI mendaftarkan Indonesia tampil dalam ajang Piala Presiden di Seoul, Korea Selatan, pada Juni 1989.
Hasilnya tak tanggung-tanggung, Indonesia tiga kali menelan kekalahan; yakni dari Malta, Korea Selatan, dan Mesir dengan 12 kali kebobolan tanpa sekalipun mencetak gol.
Pulang dari Korea Selatan, kritik dan sorotan tajam menyerbu. Bayang-bayang kegagalan SEA Games 1989 di Malaysia dikhawatirkan terulang.
Menurut Danurwindo, Polosin tak gentar. Alasannya, materi latihan yang diberikan pun sudah sesuai dengan periodesasi yang ingin dicapai.
"Memang banyak kalahnya dalam laga uji coba, tapi tidak kalah melulu juga. Ada juga menangnya. Jadi, ada peningkatan dari evaluasi," ucap Danurwindo.
Namun, pemusatan latihan yang panjang, sampai ke gunung dan membuat pemain muntah-muntah, berbuah medali emas SEA Games kedua untuk sepak bola Indonesia.
Berita Timnas Indonesia Lainnya: Kabar Terkini Para Pemain Timnas Indonesia Peraih Emas SEA Games 1991 (Bagian 1)
Toyo Haryono, bek pendamping Robby Darwis dalam SEA Games 1991, mengatakan, proses yang berat membuat mentalitas pemain teruji dan pantang menyerah.
"Saat itu kami berangkat dengan prediksi bakal gagal di SEA Games 1991. Kami Kalahan dalam persiapan, tapi itu semua kami patahkan," ucap Toyo.