SKOR.id – Mendiang Baron Pierre de Coubertin dikenal sebagai Bapak Olimpiade Modern. Pengaruhnya terhadap perkembangan abad ke-20 sungguh luar biasa, khususnya dalam bidang seni dan olahraga.
Sejak tahun 1890-an, pendidik dan sejarawan asal Paris ini memiliki misi menghidupkan kembali tradisi Yunani kuno mengenai perayaan empat tahunan atletik dan seni.
Perayaan ini, yang pernah diadakan di Olympia dari tahun 776 SM hingga 395 M, meletakkan dasar bagi apa yang sekarang kita sebut sebagai “Olimpiade modern”.
Selama Olimpiade kuno, para atlet berbagi panggung dengan para filsuf, cendekiawan, penyair, musisi, pematung, dan pemimpin terkemuka. Courbertin menyebut pengumpulan bakat ini sebagai “Semangat Olimpiade”.
“Olimpisme bukanlah sebuah sistem, ini adalah sebuah pola pikir. Olimpiade dapat merembes ke berbagai macam cara berekspresi dan tidak ada satu ras atau era pun yang dapat mengklaim memonopolinya,” kata Coubertin.
Pada 1894 Coubertin mendirikan Komite Olimpiade Internasional (IOC), menghasilkan Olimpiade modern pertama yang digelar di Athena, Yunani, pada 1896.
Namun baru pada 1912 di Stockholm, Swedia, mimpinya untuk menggabungkan seni dan atletik benar-benar terwujud.
Sejak itulah, Coubertin dikenal sebagai Bapak Olimpiade Modern, dan berkat dialah kita masih menikmati Cultural Olympiad hingga saat ini.
Apa itu Cultural Olympiad?
Dari 1912 hingga 1948, Cultural Olympiad (Olimpiade Kebudayaan) mencakup kompetisi seni dalam Olimpiade.
Meliputi pemberian medali dalam bidang arsitektur, sastra, musik, lukisan, dan patung untuk karya yang terinspirasi oleh tema yang berhubungan dengan olahraga.
Saat ini, Cultural Olympiad mengambil bentuk yang berbeda. Alih-alih seni kompetitif, ini tentang negara tuan rumah yang mengadakan serangkaian acara budaya memukau yang paralel dengan Olimpiade.
Bagi kota tuan rumah, konsep ini telah membantu memosisikan mereka sebagai pusat budaya dan kreatif terkemuka, seperti dicontohkan oleh Barcelona 1992, Sydney 2000, dan Turin 2006.
Kota-kota itu menggunakan kesempatan tersebut untuk menonjolkan bakat seni mereka, meluncurkan proyek seni publik yang ambisius, dan memperjuangkan seniman lokal.
Pada 2012, London membawa Cultural Olympiad ke tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Ini bukan hanya beberapa pameran seni atau konser, ini adalah ekstravaganza budaya besar-besaran, yang belum pernah terlihat dalam gerakan Olimpiade dan Paralimpiade modern.
Dengan 170.000 acara dan lebih dari 40.000 seniman dari seluruh penjuru Inggris, London bukan hanya panggung utama, melainkan juga katalis untuk perayaan kreativitas nasional.
Momen Penting dalam Sejarah Cultural Olympiad
1894 – Komite Olimpiade Internasional (IOC) didirikan oleh Baron Pierre de Coubertin.
1912 – Kompetisi seni diadakan di Olimpiade untuk pertama kalinya di Stockholm, Swedia. Medali diberikan dalam lima kategori (arsitektur, sastra, musik, lukisan, dan patung), untuk karya yang terinspirasi tema terkait olahraga.
1913 – Coubertin mendesain logo “Cincin Olimpiade”. Dia menggambar dan mewarnai cincin itu dengan tangan. "Lima cincin ini mewakili lima bagian dunia yang kini dimenangkan oleh Olimpiade dan siap menerima persaingan suburnya. Selain itu, gabungan enam warna tersebut mereproduksi warna semua negara tanpa kecuali."
1936 – Olimpiade Berlin mencakup festival budaya yang luas, yang berfungsi sebagai propaganda bagi Nazi Jerman. Acara ini memamerkan keunggulan budaya dan menandai estafet obor Olimpiade pertama dan film yang dipimpin seniman (Olympia).
1950 – IOC memutuskan mulai 1952 dan seterusnya, kehadiran seni di Olimpiade akan berbentuk pameran dan festival budaya, bukan kompetisi.
1968 – Meksiko menjadi tuan rumah festival ambisius selama setahun yang menampilkan seni, cerita rakyat, dan warisan internasional dan kontemporer Meksiko.
1992 – Barcelona 1992 mengusulkan Cultural Olympiad empat tahun, dimulai 1988 setelah Olimpiade Seoul dan berakhir 1992, untuk meningkatkan proyeksi internasional kota tersebut di luar Olimpiade. Format ini dipertahankan pada Olimpiade Musim Panas berikutnya, didorong oleh kota tuan rumah dan bukan arahan IOC.
2012 – Inggris menyelenggarakan program Cultural Olympiad terbesar yang pernah ada dalam Gerakan Olimpiade dan Paralimpiade modern.
Sekilas tentang Cultural Olympiad Paris 2024
Prancis penuh dengan ratusan acara, pertunjukan, pameran, dan proyek, memadukan seni, budaya, dan olahraga terkait Olimpiade Paris yang akan dimulai 26 Juli 2024.
Itu sebabnya Cultural Olympiad Paris 2024 sebagai rangkaian Olimpiade Paris 2024 diprediksi bakal berlangsung meriah.
Museum Louvre yang terkenal di dunia di Paris mengambil pendekatan unik untuk merayakan Cultural Olympiad dengan mengadakan sesi yoga dan olahraga di aula sucinya.
Bertajuk "Run in the Louvre" (Lari di Louvre), program ini mengundang peserta mengambil bagian dalam sesi latihan selama satu jam.
Menggabungkan empat latihan berdurasi 10 menit dengan latar belakang karya seni paling ikonik di museum tersebut.
Dalam stadion di Place de la Concorde, penonton dapat menyaksikan acara skateboard dan breakdance yang mendebarkan.
Sementara itu, Petit Palais menjembatani kesenjangan antara olahraga dan seni dengan pameran terbarunya bertajuk "Le corps en mouvement" (The Moving Body).
Pameran ini menampilkan 50 karya menawan, termasuk lukisan, patung, barang antik, dan gambar, semuanya bertemakan gerak dan atletis.
Sementara di luar ibu kota, Basilika Katedral Saint-Denis saat ini menjadi tuan rumah pameran "La Treve".
Pameran ini menawarkan pengunjung sebuah perjalanan melalui potret-potret, lukisan dinding fotografi, dan kostum-kostum yang terinspirasi oleh Olimpiade kuno.
Sedangkan di Marseille, Museum Regards de Provence mempersembahkan pameran bertema “Surfing the Wave” (Berselancar di Ombak).
Pameran ini bertujuan untuk menggambarkan pengaruh selancar dan olahraga papan pada kreasi kontemporer dan seni visual.