SKOR.id – Dalam beberapa tahun terakhir, platform Netflix telah memproduksi beberapa film dokumenter olahraga ternama.
Icarus merupakan contoh film yang berupaya mengungkap realitas doping yang meresahkan, dan sering kali tersembunyi, dalam dunia olahraga.
Lainnya, seperti serial terbaru tentang Michael Jordan, The Last Dance, pada dasarnya adalah karya yang memungkinkan seorang bintang untuk mempromosikan dirinya.
Selain itu, Netflix juga telah mempromosikan film dokumenter Anelka: Misunderstood.
Film ini menyajikan potret mendetail dan seimbang dari pesepak bola asal Prancis, Nicolas Anelka, yang kini sudah pensiun.
Ini terasa seperti sebuah film di mana kehadiran protagonisnya didasarkan pada penyediaan liputan yang sebagian besar menyanjung tanpa mengajukan pertanyaan yang mencari-cari.
Dulu ketika berstatus sebagai pemain pada era 1990-an hingga pertengahan tahun 2010-an, Anelka kerap terlibat kontroversi.
Memang benar, salah satu tindakan terakhir dalam kariernya di level atas adalah merayakan gol dengan menggunakan isyarat yang diasosiasikan dengan seorang komedian Prancis yang sering dituduh antisemitisme.
Reputasi sebagai orang yang pemurung, sombong, dan egois telah melekat pada pemain kelahiran Le Chesnay, 14 Maret 1979, itu sejak ia membela Arsenal pada akhir masa remajanya.
Sebagian besar orang yang diwawancarai dalam film dokumenter tersebut berusaha mengoreksi apa yang mereka anggap sebagai kritik tidak adil terhadap Anelka. Hanya sedikit yang membahas kegagalannya.
Kisah Penebusan?
Anelka digambarkan sebagai sosok yang rendah hati dan reflektif. Pada akhir film, dia mengeluh.
“Seperti yang sudah saya katakan, ini bukan jalan terbaik dan saya tidak merekomendasikannya kepada siapa pun, tapi ini jalan saya,” kata mantan penyerang Real Madrid itu.
Apa yang dihilangkan dalam film terkadang sama pentingnya dengan apa yang dicakupnya.
Awal mula Anelka di pusat pelatihan nasional Federasi Sepak Bola Prancis di Clairefontaine dan masa-masanya sebagai pemain muda di Paris Saint-Germain dibahas secara panjang lebar, begitu pula masa-masanya di Arsenal.
Dia membahas transfernya ke Real Madrid pada 1999, dan masa-masa tidak menyenangkan di ibu kota Spanyol itu.
Ini adalah masa ketika dia kesulitan untuk bergaul dengan rekan satu timnya dan menghadapi fokus yang intens dari media Spanyol.
Meskipun Anelka membahas beberapa kegagalan olahraganya, pemirsa tidak mendapatkan informasi tentang kembalinya dia ke Paris Saint-Germain pada musim panas 2000 selain melalui keterangan singkat.
Hal ini mengaburkan fakta bahwa masa sulit Anelka di Madrid diikuti oleh kegagalan lainnya untuk secara konsisten memenuhi potensi yang ia tunjukkan di Arsenal.
Sebaliknya, kita melihat gambaran Anelka pasca-Madrid yang menemukan kembali performanya dalam segmen lebih rinci tentang masa pinjaman enam bulannya di Liverpool pada 2001-2002.
Ada beberapa momen Anelka yang membahas tentang kegagalan atau kekecewaan.
Ini termasuk kekalahan Chelsea di final Liga Champions 2008 dari Manchester United setelah penaltinya (Anelka memperkuat Chelsea) berhasil diselamatkan dalam adu penalti.
Karier internasionalnya bersama Prancis juga tampak menjadi sumber rasa frustrasinya.
Kekecewaan Anelka karena tidak masuk dalam skuad Prancis dalam Piala Dunia 1998 bukanlah hal yang mengejutkan.
Namun perlu dicatat bahwa perannya dalam skuad Prancis juara Eropa tahun 2000 tidak berarti apa-apa baginya.
Dia menyatakan bahwa “jika saya dapat menghapus gelar itu (Piala Eropa 2000) dari daftar penghargaan saya, saya akan melakukannya”.
Karena dia tidak memainkan peran menentukan dalam pertandingan-pertandingan penting Prancis di turnamen tersebut, tampaknya dia tidak dapat berbagi rasa pencapaian kolektif.
Momen Kontroversial
Film ini memperlakukan dua momen paling kontroversial dalam karier Anelka dengan sangat berbeda.
Ada diskusi rinci tentang pengusirannya dari skuad Prancis pada Piala Dunia 2010 di Afrika Selatan setelah dia diduga menghina pelatih Raymond Domenech.
Klip berita menunjukkan bagaimana para politisi berusaha mengeksploitasi insiden tersebut untuk mengkritik Anelka.
Terlebih pada selebrasi gol “quenelle” yang kontroversial saat bermain untuk West Bromwich Albion pada tahun 2013 yang relatif singkat dan lebih parsial.
Tindakan Anelka tersebut dikaitkan dengan komedian Prancis, Dieudonne, yang dihukum karena menghasut kebencian menyusul komentar yang dibuatnya tentang orang Yahudi.
Saat itu, Anelka mendedikasikan quenelle-nya untuk Dieudonne, yang ia gambarkan sebagai “seorang teman yang telah menjadi saudara”.
Namun dalam film dokumenter tersebut, Anelka tidak menyebut sosok sang komedian.
Sebaliknya, dia mengatakan bahwa sikapnya adalah “terserah Anda” kepada manajer West Brom yang baru saja dipecat, Steve Clarke, yang telah menggantikan atau meninggalkan Anelka pada beberapa kesempatan.
Mungkin dia terlambat menyadari bahwa hubungan apa pun dengan Dieudonne tidak akan membantu citranya.
Film dokumenter ini mengontekstualisasikan quenelle dan hubungannya dengan Dieudonne melalui klip berita singkat. Namun dua wawancara pada bagian film ini cukup berat sebelah.
Roger Cukierman (perwakilan dari kelompok payung kelompok Yahudi Prancis) mengecilkan potensi sifat antisemit dari tindakan Anelka.
Tidak disebutkan bahwa Cukierman secara cepat menarik kembali dan mengkritik perilaku Anelka.
Dalam film tersebut, jurnalis Times, Henry Winter, menyampaian pendapat mengenai hukuman yang dijatuhkan kepada Anelka dari Asosiasi Sepak Bola Inggris (FA).
Hukuman tersebut adalah larangan bermain lima pertandingan dan denda 80.000 pounds.
Menurut Winter, hukuman itu adalah inisiatif FA agar dianggap sebagai upaya mengatasi rasisme saat beberapa insiden telah terjadi dalam pertandingan Liga Inggris.
Komentar Winter dan Cukierman tentu sesuai dengan narasi Anelka bahwa hukumannya keras atau tidak adil.
Potret yang Tidak Lengkap
Insiden quenelle membawa akhir yang tidak menguntungkan bagi karier bermain level atas Anelka. Dia dipecat oleh West Brom karena pelanggaran berat.
Setelah kejadian tesebut, ia bermain 13 kali untuk tim India, Mumbai City FC, sebelum mengambil beberapa peran sebagai penasihat atau pelatih di berbagai klub.
Film dokumenter ini tentu menyinggung kontroversi yang ditimbulkan oleh quenelle Anelka.
Namun fakta bahwa kejadian ini, yang secara efektif mengakhiri karier bermainnya, disebutkan di dekat pertengahan film memungkinkannya untuk menyimpulkan dengan nada yang lebih optimistis.
Film ini menunjukkan bahwa Anelka menjadi lebih reflektif dan tumbuh sebagai pribadi meskipun ada kontroversi yang menghantuinya.
Pada akhirnya, Anelka: Misunderstood akan membuat banyak penggemar sepak bola berpikir tentang apa yang mungkin terjadi dalam karier Anelka.
Namun orang mungkin juga bertanya-tanya seperti apa film dokumenter Netflix jika film tersebut memberikan gambaran yang lebih menyelidik tentang protagonisnya.