- Selama era Liga Indonesia (1994-2019) Persija dua kali menjadi juara kompetisi.
- Selama era Liga Indonesia itu Persija mendatangkan banyak bek tengah tangguh.
- Dari sekian banyak pemain yang didatangkan, hanya beberapa yang mengagumkan.
SKOR.id - Persija Jakarta tak bisa dimungkiri adalah magnet bagi pesepak bola nasional. Dari Persija, nama pemain bisa terangkat atau malah sebaliknya terbanting.
Selama era Liga Indonesia sejak 1994, setelah dua kompetisi beda mazhab, Perserikatan dan Galatama digabung, banyak pemain Persija yang datang dan pergi.
Dari sekian banyak pemain, cukup banyak pula sosok bek tengah yang didatangkan Macan Kemayoran, julukan Persija, untuk menembus ambisi juara.
Baca Juga: Donasi dan Lelang Barang Berharga Pemain Persija Mencapai Rp166,6 Juta
Tetapi, banyak nama yang tenggelam atau pamornya hilang karena kekurangan jam terbang. Ini tak lain karena kritik kerap diberikan ke pemain yang tampil buruk.
Namun, tulisan ini tak ingin membahas deretan bek tengah Persija yang tampil buruk, melainkan deretan bek yang tampil impresif dan terus dikenang.
Untuk memudahkan penulisan, deretan bek tengah Persija selama era Liga Indonesia (1994-2019) dibagi ke dalam empat masa atau era.
Awal Liga Indonesia
Banyak nama bisa disebutkan pada fase awal Liga Indonesia, setelah Perserikatan dan Galatama dilebur, seperti Joko Puspito, Antonio Claudio, dan Aris Indarto.
Namun, bek tengah yang kiranya paling dikenang adalah Nuralim. Lelaki kelahiran Bekasi ini dipinang dari Pelita Bandung Raya pada 1995 dan pergi setelah juara.
Ya, Jabrik, julukannya, meninggalkan Persija setelah musim 2002. Selama enam musim membela Macan Kemayoran, Nuralim hampir tak tergantikan.
Kepergian Nuralim pun langsung terasa. Persija masuk angin pada musim 2003 sehingga menempati peringkat ketujuh wilayah barat.
Masa Transisi Juara
Masa kejayaan Persija pada 2001 masih membekas tetapi mulai luntur. Karenanya Persija kembali datangkan pemain bintang untuk mengisi benteng pertahanan.
Charis Yulianto dan Abanda Herman adalah dua nama yang ketika itu sedang beken. Namun, ada pula dua bek muda potensial, Hamka Hamzah dan Leonard Tupamahu.
Dari empat pemain itu, Hamka Hamzah layak disebut sebagai bek terbaik pada masa transisi juara. Bahkan, Hamka mendapat sebutan “come as a boy, leave s a man”.
Hamka datang ke Persija sebagai pemain muda potensial tetapi belum diperhitungkan, tetapi saat meninggalkan Jakarta ia sudah menjadi sosok beken.
Era Liga Super
Begitu nama kompetisi diubah menjadi Liga Super Indonesia atau Indonesia Super League (ISL) pada 2008, bek asing tampil lebih menonjol ketimbang bek lokal.
Abanda Herman makin matang dan menjadi idola baru The Jakmania, sebutan fan Persija. Tak lama kemudian datang bek berpaspor Singapura, Precious Emeujeraye.
Setelah itu datang bek asal Argentina Fabiano Beltrame. Bahkan Fabiano sempat menjadi kapten Persija selama dua musim. Sayang ia datang di masa sulit keuangan.
Sejatinya ada nama-nama lain yang tak kalah beken, namun pamornya di lapangan selama era ISL tenggelam oleh tiga pemain asing tersebut.
Era Liga 1
Setelah PSSI lepas dari "embargo" FIFA dan hubungan dengan pemerintah membaik, Persija kembali menata ambisi menjadi yang terbaik dalam kompetisi.
Selama era Liga 1, setidaknya ada beberapa nama yang diperhitungkan seperti Gunawan Dwi Cahyo, Maman Abdurrahman, Ryuji Utomo, dan Fachruddin Aryanto.
Baca Juga: Persija Ingin Tebus Yanto Basna dari PT Prachuap FC
Untuk pemain asing ada Willian Pacheco, Xandao, Jaimerson da Xilva, juga Xandao. Tapi, dari dereten bek tersebut, Jaimerson kiranya paling menonjol.
Pasalnya, Jaimerson menjadi bagian penting saat juara Liga 1 2020. Bahkan, Jaimerson aktif menyerang dan melesakkan tujuh gol dalam semusim.