SKOR.id – Sebelum tahun 1977, tidak ada orang memakai sneakers untuk berjalan kaki di jalanan. Tidak ada pula yang mengenakan jaket olahraga atau celana pendek.
Setelah itu, pada akhir tahun 1970-an, celana jeans mulai terlihat, sedangkan corak akrilik dan kerah besar mulai mewabah.
Musik punk makin memopulerkan celana jeans ketat dan sepatu bot kulit ke dalam mode yang masih berlanjut hingga kini.
Hingga kemudian di jalanan Liverpool, penggemar sepak bola mengembangkan selera gaya yang berbeda.
Pencarian cepat Google tentang "sports wear (pakaian olahraga)" atau “athleisure” akan memunculkan banyak sekali artikel.
Sekaligus, memberitahu kita bahwa sports wear telah menghadirkan beberapa merek paling populer.
Bahkan celana training dan sepatu kets telah populer selama beberapa dekade saat ini.
Tapi Anda mungkin tidak tahu bahwa bagi banyak orang, asal muasal tren tersebut berasal dari penggemar sepak bola di utara Inggris.
Tepatnya di Liverpool, tempat berkembangnya Terrace Culture.
Para remaja yang akan menonton Liverpool FC di Stadion Anfield tiba-tiba mengenakan sepatu suede Adidas terbaru: Samba, Mamba, Bamba, Kicks.
“Dan itu menjadi semacam catwalk mode,” kata Dave Hewitson, mengenang. "Anda akan pergi ke sana dan akan ada celana jeans yang berbeda.”
"Lalu seminggu kemudian muncul sepasang sneakers Stan Smith baru, seminggu setelah jaket Fiorucci baru, dan Anda kemudian khawatir dianggap ketinggalan zaman."
Fred Perry dan Slazenger adalah merek baru yang terlihat, kemudian Terrace Culture Liverpool lahir.
Belakangan, surat kabar di London menyebut selera mode yang berubah itu sebagai “casual”, tetapi di Liverpool, itu hanya mode.
You'll Never Catwalk Alone
Dave Hewitson adalah pakar Terrace Culture. Dia menulis buku tentang itu, secara harfiah.
Dia menulis “The Liverpool Boys are in Town” dan “80s Casuals”, menjalankan label rekaman dan merek pakaian 80s Casuals yang didedikasikan untuk budaya.
Sekarang, Hewitson telah bermitra dengan Museum Nasional Liverpool untuk memamerkan Terrace Culture dengan segala kemegahannya di Galeri Seni Walker.
Pameran “Art of the Terraces” menggambarkan bagaimana penggemar sepak bola Liverpool mendefinisikan budaya dari tahun 1970-an hingga 1990-an.
Memadukan karya seni yang terinspirasi oleh Terrace Culture dengan pajangan pakaian, training, dan sesuatu yang tidak kekal dari era tersebut. Mode menyebar ke seluruh negeri.
Hewitson menjelaskan, penggemar tim lain datang ke Anfield untuk pertandingan tandang dan melihat cara orang lain berpakaian.
“Saat itu, hanya ada lima atau enam toko olahraga di seluruh Liverpool,” kata Hewitson, mengenang.
“Sekarang ada toko olahraga di setiap blok, tetapi saat itu berarti jika Anda menginginkan perlengkapan terbaru, Anda harus bepergian untuk menemukannya.”
“Fans akan melakukan perjalanan untuk pertandingan tandang ke Jerman hanya untuk mendapatkan kesempatan membeli training yang hanya tersedia di sana.”
“Liverpool melawan Bayern Munich pada April 1981 dan sekitar 3.000-4.000 penggemar Liverpool datang,” kata Hewitson.
“Separuhnya berusia antara 16-22 tahun dan mereka berniat membeli training secara khusus.”
Mereka kemudian pergi berlibur ke Belgia, Italia, dan Spanyol untuk mendapatkan sepatu terbaru dari FILA dan Adidas.
Saking populernya, beberapa Liverpudlian (sebutan penggemar Liverpool) menjadi pengusaha yang mengatur perjalanan untuk membeli sepatu dan pakaian atas nama fans lain.
Kekuatan budaya casual begitu besar, sehingga label haute couture seperti Prada dan Hugo Boss beralih ke pakaian olahraga, bukan hanya jas dan sepatu.