- Studi Universitas Oxford menyebutkan Tokyo tuan rumah Olimpiade dengan biaya terbesar sepanjang sejarah.
- TOCOG membantah studi yang mengatakan Olimpiade Tokyo menghabiskan Rp235 triliun tersebut.
- Langkah-langkah penghematan terus dibahas untuk penyelenggaraan Olimpiade Tokyo, tahun depan.
SKOR.id - Kepala Eksekutif (CEO) Olimpiade Tokyo XXXII/2020 Toshiro Muto telah menolak studi akademik yang dilakukan Universitas Oxford terkait biaya penyelenggaraan Olimpiade.
Studi itu menyebutkan Olimpiade Tokyo 2020 akan menjadi pesta olahraga empat tahunan termahal dalam sejarah, dengan biaya 15,84 miliar dolar AS (sekitar Rp235 triliun).
Jumlah tersebut, belum termasuk dampak finansial dari penundaan Olimpiade Tokyo hingga pertengahan 2021 akibat pandemi virus corona penyebab Covid-19.
Berbicara setelah pertemuan terbaru Dewan Eksekutif Tokyo 2020, pada Selasa (15/9/2020), Toshiro Muto menolak hasil studi Universitas Oxford tersebut.
"Tidak ada dasar keuangan untuk angka-angka yang terungkap dalam laporan itu," kata pria 77 tahun tersebut, seperti dilansir Reuters.
"Saya tidak dalam posisi untuk mengomentari hasil penelitian itu saat ini, saya hanya bingung dengan laporan Oxford ini," sambungnya.
Anggaran terakhir yang dilaporkan Panitia Olimpiade Tokyo 2020 (TOCOG) adalah pada Desember 2019 dengan biaya 12,6 miliar dolar AS (sekitar Rp187 triliun).
Thomas dan Uber Cup 2020 Ditunda, Legenda Bulu Tangkis India Salahkan Negara-negara Asiahttps://t.co/IQX89e6ued— SKOR Indonesia (@skorindonesia) September 17, 2020
Komite Olimpiade Internasional (IOC) mengatakan penundaan akan menelan biaya sekitar 800 juta dolar AS (sekitar Rp11,8 triliun), sementara TOCOG belum mengumumkan berapa bagian mereka.
Langkah-langkah penghematan sedang dibahas untuk mengurangi biaya pertandingan, termasuk yang berkaitan dengan jumlah orang yang terlibat, infrastruktur, serta upacara pembukaan dan penutupan.
Studi 39 halaman - Regression to the Tail: Why the Olympics Blow Up - dilakukan para akademisi di Universitas Oxford dan dipimpin oleh Profesor Bent Flyvbjerg.
Ia berfokus pada biaya penyelenggaraan Olimpiade yang berkaitan dengan olahraga, tidak termasuk transportasi serta infrastruktur pariwisata yang sering disatukan dan menemukan bahwa "setiap Olimpiade sejak 1960 telah melebihi anggaran".
Secara khusus disarankan bahwa IOC harus diwajibkan untuk menutupi 10 persen dari setiap kelebihan biaya Olimpiade.
IOC telah mengkritik makalah tersebut, karena mereka mengambil "pendekatan yang cacat secara fundamental" dengan mencampurkan anggaran untuk penyelenggaraan Olimpiade dan anggaran infrastruktur kota, wilayah, dan negara tuan rumah.
Flyvbjerg sejak itu telah menulis kepada Presiden IOC Thomas Bach dengan bantahan poin demi poin atas kritik terhadap makalah tersebut.
Ikuti juga Instagram, Facebook, YouTube, dan Twitter dari Skor Indonesia.
Berita Olimpiade Tokyo Lainnya:
CEO Tokyo 2020: Olimpiade Tak Perlu Tunggu Vaksin Covid-19
PM Jepang Mundur, Panitia Tokyo 2020 Sebut Olimpiade dan Paralimpiade Tak Terpengaruh