- Ada banyak kisah bagaimana kecintaan terhadap Persija Jakarta digambarkan, ini satu di antaranya.
- Penulis adalah anggota pendukung Persija yang menjalani seluruh bagian kisah, mulai dari pemain sepak bola amatir hingga menjadi pengurus The Jakmania Pusat.
- Meski tidak lagi berstatus mahasiswa, nama Jakampus masih membekas di benak penulis.
SKOR.id - Sebagai anak kelahiran Jakarta, mendukung Persija Jakarta menjadi keniscayaan. Apalagi lingkungan di wilayah tinggal Kemayoran juga hobi pada sepak bola.
Dari bermain sepak bola di kampung dengan fasilitas seadanya, saya terpilih menjadi pemain sekolah dasar dan mengikuti turnamen antarkecamatan.
Selanjutnya saya terpilih untuk membela nama Jakarta Pusat dalam Turnamen Sepak Bola AntarSekolah Dasar DKI Jakarta di GOR Ragunan, Jakarta Selatan.
Sejak itu, saya aktif bermain sepak bola. Apalagi di dekat rumah ada lapangan PORS Serdang Kemayoran yang kini menggunakan rumput sintetis dengan standar FIFA.
Di lapangan itu, saya akhirnya menjadi murid Sekolah Sepak Bola (SSB) Camp 82. ini adalah SSB anggota klub internal Persija Jakarta.
Dari SSB Camp 82 ini lahir nama-nama besar seperti kakak beradik Surya Lesmana dan Andrian Mardiansyah. Ada pula stopper timnas Indonesia kala itu, Hari Saputra, dan Dedi Sutrisno yang juga bermain untuk Persija Jakarta.
Saya kemudian mengenal Macan Kemayoran tanpa sadar setelah mengalami pertandingan klub internal atau biasa disebut Remtar Gawang Persija.
Venue pertandingan Remtar Gawang Persija ada dua; Lapangan Banteng Gambir atau Stadion Menteng.
Di Stadion Menteng, Jakarta Pusat, itu saya mulai paham sejarah Persija. Walau tribune hanya semi permanen dengan materi kayu, lorong stadion dipenuhi foto para pemain dan legenda Persija.
Ada pula deretan majalah dinding buatan pengurus The Jakmania, termasuk lagu-lagu khas suporter, dan foto aksi di tribune.
Setelah beberapa kali bermain di sana, saya mulai betah dan penasaran pada Persija. Akhirnya saya pun bisa melihat Persija latihan di Menteng. Ketika itu pemain yang menarik perhatian saya adalah Bambang Pamungkas dan kiper impor Mbeng Jean Mambalaou.
Kesempatan saya untuk mengenal Stadion Menteng hanya sesaat. Kompetisi internal dipindah ke
lapangan VIJ Petojo, Jakarta Pusat.
Namun pemindahan venue ini justru membuat saya makin mantap bahwa mendukung Persija adalah harga mati bagi anak Jakarta. Apalagi lapangan petak di tengah perkampungan itu punya sejarah kuat karena Persija pernah pula berjaya di sana.
Saya kemudian berubah menjadi anak gawang Persija saat masih berkandang di Stadion Lebak Bulus, Jakarta Selatan. Melihat ribuan The Jakmania dengan warna oranye di tribune membuat saya bergidik dan bermimpi bisa bermain untuk Persija.
Mimpi itu tak pernah terwujud. Namun, saya tak pernah melewatkan laga Persija, terutama di televisi.
Hingga saatnya saya menonton langsung Persija dari tribune bersama ayah. Kami masuk stadion gratis karena saya punya kartu anggota klub internal Remtar Gawang Persija.
Saya lupa pertandingan apa pada awal 2000-an itu. Yang saya ingat Persija menang telak 5-0.
Skor itu sudah diprediksi oleh seorang anak The Jakmania yang berbisik kepada ayah. "Bang, hari ini Persija bakal menang besar. Kalau cuma 1 gol, abang boleh iris kuping saya."
Setelah itu saya cukup lama tidak ke stadion. Bahkan ketika Persija juara Liga Indonesia pun, saya hanya bisa melihat euforianya dari televisi.
Ketika sudah menjadi siswa SMP, saya memberanikan diri menonton Persija langsung di Lebak Bulus. Tentunya dengan izin orang tua.
Saya berangkat bersama The Jakmania Kemayoran dengan menumpang bus metromini sewaan. Saat itu, biayanya hanya Rp15 ribu --sudah termasuk tiket masuk stadion. Uang itu dari hasil menabung lantaran orang tua tak akan memberi jika untuk menonton Persija.
Tiba pada 2005, saya untu pertama kalinya memimpiki kartu anggota The Jakmania Kemayoran. Pengalaman saya pun makin kaya karena bisa mendapat banyak kawan, baik dari kalangan The Jakmania hingga Outsiders maupun suporter klub lain.
Karena itu saya tak pernah menemukan kendalam ketika sedang berada di luar kota, baik ketika urusan dinas maupun liburan. Saya menemui banyak teman-teman suporter yang saling membantu dengan ikhlas layaknya saudara.
Pengalaman away days
Pengalaman bertandang demi Persija yang paling konyol adalah saat menghadapi Persijap di Jepara, Jawa Tengah. Karena perjalanan yang terkendala perbaikan jalan di jalur pantura Jawa, kami hanya sempat menonton pertandingan selama 10 menit terakhir.
Kemudian tur tandang keluar pulau Jawa perdana saya adalah menemani Persija bermain di kandang Sriwijaya FC di Palembang, Sumatera Selatan, yang berakhir 3-3.
Selanjutnya saya menginjakkan kaki untuk pertama kali di Tanah Borneo, Kalimantan, ketika Persija menghadapi tuan rumah Barito Putera di Banjarmasin.
Persija mengalami kekalahan dan kami tak bisa menyaksikan laga hingga selesai karena harus mengejar pesawat ke Jakarta pada pukul 19.00 waktu setempat. Perjalanan dari Stadion Demang Lehman ke Bandara Banjarmasin sekitar 45 menit.
Saya sempat pula menyaksikan Persija melawan Mitra Kukar di Tenggarong, Kalimantan Timur karena ada pekerjaan dari kantor di sana. Ketika itu saya bertugas mengurus dokumentasi pertandingan.
Pengalaman away days paling berkesan lainnya adalah saat Persija menang di Bali pada 2018. Ketika itu istri sedang hamil besar, tapi mengizinkan saya berangkat.
Kemenangan memicu air mata menetes di stadion karena saya menilai poin penuh Persija adalah restu tulus istri.
Bahkan pengalaman dengan istri pun menyangkut Persija pula. Malam hari sebelum akad nikah, saya masih sempat menyaksikan Persija bermain melawan Bhayangkara FC di Stadion Patriot, Bekasi, Jawa Barat.
Menjadi pengurus pusat The Jakmania
Pengalaman berikutnya saya menjadi pengurus pusat The Jakmania untuk satu periode di bawah kepemimpinan Bung Ferry. Saat ini saya juga masih dipercaya oleh Ketua Umum Bung Diki.
Keberadaan saya di organisasi pusat The Jakmania tak lepas dari pengalaman belajar dari para senior di Korwil Kemayoran seperti Bang Robet, Bang Aji, dan Bang Doni.
Saya juga belajar di lingkup komunitas The Jakmania yang lebih kecil seperti Jakonline, Jakantor dan Jakampus. Bahkan meski tidak lagi berstatus mahasiswa, nama Jakampus masih menempel di ingatan saya.
Ini adalah bukti cinta terhadap Persija, bukan kegilaan. Saya hanya menunjukkan cinta terhadap tanah lahir dan Persija.
Catatan Redaksi: Artikel ini adalah bagian dari kelas menulis Skor.id dan The Jakmania. Penulis adalah Afrizal Kasriyanto, pengurus The Jakmania.
Ikuti juga Instagram, Facebook, YouTube dan Twitter dari Skor Indonesia.
Cerita di Balik Nama Pemain Persija yang Serupa dengan Pesepak Bola Luar Negerihttps://t.co/MNGPkv3yhJ— SKOR Indonesia (@skorindonesia) September 19, 2020
Berita Persija Lainnya:
Tujuh Stadion di DKI Jakarta yang Pernah Digunakan Persija
Pelatih Persija Jakarta, Sudirman, Mulai Fokuskan Latihan Menyerang