- Hanoi jadi salah satu kota yang digunakan untuk menggelar pesta olahraga SEA Games 2021.
- Awalnya, situasi kota Hanoi terasa benar-benar jauh dari kata nyaman dari berbagai sisi.
- Namun, setelah terbiasa, lama-kelamaan suasana ibu kota Vietnam ini bikin kerasan dan jadi malas pulang.
Laporan Langsung Krisna Dhaneswara dari Hanoi
SKOR.id - Begitu tiba di Hanoi pada 9 Mei 2022 untuk meliput gelaran SEA Games 2021, saya merasa ibu kota Vietnam ini benar-benar jauh dari kata nyaman.
Kebetulan, saya tinggal di Alaya Service Apartement 7 yang terletak di kawasan Cau Giay atau sekitar tiga kilometer dari Stadion My Dinh.
Begitu tiba pukul 11.00, saya sangat kesulitan mencari makan padahal sedang lapar-laparnya. Pada akhirnya, saya harus memakan hot dog yang dijual di pinggir jalan.
Belakangan saya baru tahu kalau sosis yang digunakan sebagai protein dalam hot dog itu terbuat dari daging babi. Sebagai seorang Muslim, tentu saya dilarang untuk menyantapnya.
Selain masalah makanan, bahasa juga jadi kendala. Sangat sulit berkomunikasi dengan masyarakat Vietnam sebab kebanyakan di antara mereka tak bisa berbahasa Inggris.
Penderitaan ditambah dengan fakta kalau tak semua titik di Hanoi mudah mencari ojek atau taksi online pada malam hari. Ini membuat saya kerap berjalan kaki untuk pindah lokasi.
Namun, lama kelamaan saya betah di kota ini. Suasana di Hanoi begitu damai, mirip-mirip tinggal di kota kecil di Jawa Tengah seperti Klaten atau Salatiga dengan gedung tinggi.
Selain itu, masyarakat Hanoi juga ramah-ramah. Meski kami saling tidak mengerti karena kendala bahasa, orang Hanoi tekun untuk memahami bahasa isyarat yang saya sampaikan.
Misalnya saja seorang penjual pho (mie khas Vietnam) yang sering saya temui. Ia sudah paham dengan apa yang saya sampaikan meskipun menggunakan bahasa tubuh.
Orang-orang Hanoi tentu juga tidak masalah berkomunikasi dengan bantuan google translate.
Di Vietnam, para pengguna jalan memang lebih "beringas" daripada di Jakarta. Menerobos lampu merah serta motor naik ke trotoar sudah menjadi pemandangan biasa.
Bedanya, orang di Hanoi tidak temperamen seperti di ibu kota Indonesia. Di Jakarta, adu mulut hampir pasti terjadi jika ada dua pengendara motor hampir bersenggolan.
Hal itu tak terjadi di Hanoi. Saat hampir bersenggolan, mereka cuek saja lalu segera "move on" melanjutkan perjalanan.
Saya juga sudah terbiasa dengan pola makan sebagai berikut, pagi makan pho, siang junk food, dan malam junk food lagi.
Memang membosankan tetapi saya sudah nyaman dengan pola makan seperti ini selama liputan SEA Games 2021 di Vietnam.
Walaupun harus diakui, saya rindu dengan makanan-makanan kesukaan saya seperti ayam geprek, soto lamongan, lele goreng, dan lain-lain.
Lalu masalah ibadah juga jadi perhatian. Cuma ada satu masjid di Hanoi, yakni Al Noor, yang terletak sekitar tujuh kilometer dari tempat saya menginap.
Tempat-tempat umum di Hanoi juga sangat sedikit yang menyediakan musola. Bahkan, baru dua venue SEA Games 2021 yang saya ketahui menyediakan musola.
Tempat yang dimaksud adalah Thanh Tri Gymnasium (venue basket) serta Hanoi Sports and Training Center (venue angkat besi).
Sayangnya, tidak ada tempat wudhu yang tersedia sehingga saya harus menyucikan diri menggunakan air dari wastafel.
Apa pun itu, Hanoi selalu bikin betah. Saya jadi males pulang ke Jakarta, kota yang selalu identik dengan hiruk-pikuknya.
Surat dari Hanoi Lainnya:
Surat dari Hanoi: Klenteng Gunung Giok, Salah Satu Destinasi Wisata di Ibu Kota
Surat dari Hanoi: Bukan Kentang Goreng, Kuaci Jadi Camilan Favorit di Coffee Shop Hanoi