- Gim bergenre keluaran Valve, Dota 2, saat ini menjadi salah satu yang paling digemari di seluruh dunia.
- Dunia kompetitif Dota 2 penuh dengan aksi-aksi menarik dari para pemainnya dalam setiap pertandingan.
- Wajah dunia kompetitif Dota 2 sekarang ini berubah lantaran tiga momen.
SKOR.id - Gim besutan Valve, Dota 2, menjadi salah satu yang terpopuler dan digemari di seluruh dunia. Tiga momen berada di balik perubahan wajah kompetitif Dota 2.
Gim Dota 2 saat ini menjadi pilihan banyak gamer untuk menghabiskan waktu. Sajian aksi berbeda dalam setiap pertandingan membuat para pemain Dota 2 seolah tak pernah bosan bermain.
Apalagi ketika melihat dunia kompetitif Dota 2 dipenuhi para pemain profesional yang siap menyajikan pertandingan penuh aksi dan memanjakan para penikmatnya.
Baca Juga: Berkenalan dengan Kiara, Anjing yang Mahir Bermain Voli
Tak jarang, aksi mereka membuat dunia kompetitif Dota 2 berubah dan semakin dipandang seperti sekarang.
Berikut tiga momen yang berhasil mengubah wajar dunia kompetitif Dota 2:
1. Bug Fountain Hook Na'Vi vs Tongfu
Momen ini terjadi pada turnamen terbesar Dota 2, The International, pada 2013.
Kala itu tim asal Ukraina, Natus Vincere (Na'Vi), menghadapi Tofu sang raksasa asal Cina.
Setelah dua laga yang berlangsung sengit, kedua tim harus menentukan pemenang lewat pertandingan ketiga.
Sayangnya, Na'Vi, tak terlalu bagus pada awal pertandingan dan perlahan tapi pasti kekalahan berada di ujung mata.
Keadaan tersebut terjadi sampai pemain legenda Na'Vi, Danil "Dendi" Ishutin, melancarkan skill "Hook" dari hero andalannya, Pudge.
Akan tetapi "Hook" tersebut berbeda dari biasanya.
Dengan combo skill "Holy Persuasion" milik Chen yang dikendalikan Clement "Puppey" Ivanov, lawan yang terkena hook dapat ditarik sampai ke markas (fountain) dan kalah akibat terkena damage.
Baca Juga: Bertambah Umur, Ini Harapan Nurhidayat untuk Bhayangkara FC dan Indonesia
Cara tersebut akhirnya terus digunakan dan Dendi selalu mendapatkan satu hero penting sang lawan yang membuat Na'Vi akhirnya mampu membalikkan keadaan dan akhirnya memenangi pertandingan.
Pasca-pertandingan, penyelenggara The International 2013, Valve, mendapatkan kritikan keras dari beberapa tim profesional yang lain.
Akan tetapi Valve menganggap apa yang dilakukan Na'Vi bukan melanggar aturan dan tetap mengesahkan kemenangan mereka atas Tongfu.
Momen tersebut kini membuat para pemain Dota 2 banyak melakukan kreasi dan combo dengan rekan setimnya agar mendapatkan cara untuk memenangi pertandingan.
2. "Dream Coil" Satu Juta Dolar Alliance
The International 2013 memang penuh dengan momen yang tak bisa dilupakan oleh pecinta Dota 2.
Momen pengubah dunia kompetitif Dota 2 kembali hadir dalam laga final yang dijuluki El Classico-nya Dota 2.
Laga final tersebut mempertemukan Na'Vi menghadapi tim asal Swedia, Alliance.
Saat itu, Alliance terkenal dengan strategi "Split Push" yang menekan dua lane sekaligus memanfaatkan hero yang kuat dalam menghalau creep lawan serta menghancurkan tower dengan cepat seperti Nature Prophet, Chaos Knight, dan sebagainya.
Namun momen menggemparkan terjadi pada pengujung laga ketika Na'Vi sedang menekan mid lane milik Alliance.
Baca Juga: Pelita Jaya Siap Jika IBL 2020 Dilanjut Tanpa Pemain Asing
Sebaliknya tiga pemain Alliance yakni Henrik "AdmiralBulldog" Ahnberg, Jonathan "Loda" Berg, dan Jerry "EGM" Lundkvist, menekan top serta bottom lane Na'Vi.
Berhasil menghancurkan tower ketiga dan barracks mid lane Alliance, Na'Vi bergegas kembali ke markas untuk mempertahankan top serta bottom lane-nya dari serangan Alliance.
Akan tetapi hal itu tak dibiarkan oleh pemain Alliance lainnya, Gustav "S4" Magnusson.
S4 yang menggunakan Puck mengeluarkan skill pamungkasnya, "Dream Coil", yang membuat tiga hero Na'Vi tak bisa kembali ke markas.
Tak hanya sekali, S4 berkali-kali menghambat pemain Na'Vi untuk mempertahankan markasnya dari kehancuran.
Hingga akhirnya Dream Coil milik S4 berhasil menghambat Dendi untuk kembali ke markas yang membuat Alliance berhasil merebut gelar juara The International 2013. Alliance membawa pulang hadiah satu juta dolar atau saat ini sekitar Rp16 miliar.
Momen tersebut mengubah wajah kompetitif Dota 2 yang membuat para pemainnya waspada dengan strategi "Split Push" yang diterapkan sang lawan serta memperhatikan masing-masing skill dari hero lawan.
3. "Echo Slam" Enam Juta Dolar Evil Geniuses
"Echo Slam" adalah sklll pamungkas dari salah satu hero Dota 2, Earthshaker, yang damage-nya akan bertambah apabila lebih banyak hero ataupun unit terkena dampaknya.
Momen "Echo Slam" enam juta dolar tersebut terjadi saat laga final game keempat The International 2015 yang mempertemukan Evil Geniuses (EG) dan CDEC.
Skor 2-1 untuk keunggulan EG membuat tim asal Amerika Serikat tersebut hanya butuh satu kemenangan untuk menjadi juara The International.
Game keempat sebenarnya lebih berpihak kepada EG daripada CDEC. Namun, berkat sebuah hasil pertempuran yang terjadi, CDEC akhirnya memutuskan untuk membunuh Roshan.
Roshan merupakan monster terkuat di arena Dota 2 yang akan menjatuhkan item "Aegis of Immortal" yang memberikan nyawa tambahan kepada pemiliknya.
Sayangnya, ketika CDEC berusaha membunuh Roshan, petaka terjadi.
Kedua support EG, Saahil "Universe" Arora yang bermain menggunakan Earth Shaker serta Peter "ppd" Dager yang memainkan Ancient Apparition menyadari strategi CDEC.
Keduanya pun langsung bergerak untuk mengganggu CDEC mendapatkan Aegis of Immortal dengan melancarkan skill ultimate keduanya yakni Echo Slam milik Earthshaker dan Ice Blast Ancient Apparition.
Baca Juga: Charles Leclerc Sukses Juarai Seri Kedua GP Virtual F1 2020
Hasilnya, empat dari lima hero CDEC kalah dan momen tersebut membuat EG berhasil membawa pulang enam juta dolar atau saat ini sekitar Rp99 miliar.
Momen tersebut kembali membuktikan combo skill dari hero dapat menentukan hasil akhir pertandingan Dota 2.