SKOR.id – Semua orang suka gula sejak dulu kala. Bahkan pada masa paleolitikum, ketika makanan langka, orang-orang terpaksa menggerogoti hampir satu meter tebu berserat tebal.
Tujuannya untuk mendapatkan jumlah energi dari gula yang sama dengan yang sekarang dapat Anda minum hanya melalui satu kaleng Coke.
Terlepas dari fakta bahwa sebagian besar dari kita tidak butuh asupan kalori seperti itu lagi, apakah menyukai makanan atau minuman manis merupakan hal buruk?
Atau apakah makanan dan minuman manis itu benar-benar membuat ketagihan dan haruskah kita berhenti sepenuhnya?
Pertama, penting memahami perbedaan antara gula “bebas” (ditambahkan ke makanan seperti manisan, kue, biskuit, dan minuman bersoda) dan gula alami dalam susu, buah, dan sayuran.
"Gula intrinsik yang secara alami tergabung dalam struktur seluler makanan (seperti gula dalam buah dan sayuran utuh) dilepaskan lebih lambat ke dalam aliran darah," kata ahli gizi Lily Soutter.
Ini menurut Soutter juga terjadi pada gula susu yang datang bersamaan dengan bantuan protein dan lemak, dan dapat membuat Anda merasa kenyang lebih lama.
Rekomendasi untuk orang dewasa adalah kurangi gula “bebas” jadi hanya 5% dari total asupan energi, atau setara sekitar 30 gram sehari. Itu kira-kira tujuh sendok teh.
Makanan tinggi gula bebas juga cenderung tinggi kalori, membuatnya mudah makan berlebihan dan meningkatkan risiko kondisi kesehatan termasuk penyakit jantung dan diabetes tipe 2.
Beberapa peneliti juga mencatat bahwa makanan yang menggabungkan kandungan gula tinggi dengan lemak dan garam bisa menjadi "hiperpalatable".
Artinya, kita cenderung mengonsumsi lebih banyak daripada yang kita butuhkan meskipun kita sudah kenyang.
Baru-baru ini, muncul bukti bahwa makanan tinggi gula dan lemak sebenarnya dapat mengatur ulang otak untuk menuntut konsumsi gula lebih banyak pada masa depan.
Hal tersebut terbukti dalam sebuah penelitian tahun ini dari para peneliti di Max Planck Institute for Metabolism Research, Cologne, Jerman.
Peneliti tersebut membagi kelompok relawan menjadi dua. Salah satu kelompok diberikan puding kecil mengandung banyak lemak dan gula tiap hari selama delapan minggu.
Sementara kelompok lainnya yakni kelompok kontrol mendapatkan puding yang mengandung jumlah kalori yang sama tetapi sedikit lemak.
Hasilnya, otak kelompok pertama mulai lebih merespons makanan pencuci mulut tinggi gula dan tinggi lemak.
Hal itu menunjukkan aktivasi penting dalam sistem dopaminergik, wilayah pada otak yang bertanggung jawab atas motivasi dan penghargaan.
“Pengukuran aktivitas otak kami menunjukkan bahwa otak mengatur ulang dirinya sendiri untuk lebih memilih makanan yang memuaskan,” kata Prof Marc Tittgemeyer, yang memimpin penelitian tersebut.
“Melalui perubahan pada otak ini, tanpa sadar kita akan selalu lebih memilih makanan yang banyak mengandung lemak dan gula,” ia menambahkan.
Apakah konsumsi gula berlebih itu buruk meski tidak menyebabkan kelebihan kalori dan obesitas? Di sini, buktinya tidak begitu jelas.
Tapi ada beberapa bukti bahwa gula dapat membebani hati, menyebabkan masalah jangka panjang, dan peradangan kronis yang dapat menjadi penyebab penyakit jantung.
Gula juga menyebabkan kerusakan gigi, yang disebabkan oleh asam yang diproduksi saat bakteri di mulut Anda memecahnya.
Singkatnya, Anda mungkin harus mengurangi mengonsumsi gula “bebas”. Menggantinya dengan gula alami bisa dijadikan momen untuk memulai.
“Salah satu perubahan paling sederhana yang harus dilakukan adalah mengurangi minuman bersoda,” kata Soutter.
“Juga, baca label makanan. Beberapa makanan menampilkan label peringatan pada bagian depan kemasannya.”
“Dan meskipun ini memperhitungkan gula total, bukan hanya gula bebas, ini tetap dapat membantu saat membandingkan produk dan membuat pilihan yang lebih sehat.”
Pertimbangkan juga untuk beralih ke buah. “Buah segar utuh hadir dengan serat, vitamin, dan mineral yang bermanfaat, dan dapat membuat kita kenyang,” kata Soutter.
“Sangat mudah meminum segelas jus buah dalam hitungan detik, tapi Anda tidak akan makan tiga buah jeruk dalam waktu bersamaan.”
Akhirnya, pertimbangkan apa yang membuat Anda meraih makanan manis sejak awal.
"Mengidam gula yang tinggi sering kali disebabkan oleh stresor lingkungan," kata Wes Santos, ahli gizi dan pendiri Instate Fitness.
Jadi, alih-alih meraih camilan manis itu, luangkan waktu sejenak untuk bertanya pada diri sendiri tiga pertanyaan: Apakah saya stres? Apakah saya haus? Atau apakah saya emosional?
Setelah itu, Anda dapat memutuskan makanan apa yang paling cocok untuk Anda.