- Untuk kali pertama Piala Dunia dilangsungkan di Timur Tengah.
- Delapan stadion akan menjadi tuan rumah untuk 64 pertandingan pada Piala Dunia 2022 Qatar.
- Banyak isu soal masalah sosial mencuat, salah satunya tenaga kerja migran yang membangun stadion-stadion.
SKOR.id - Piala Dunia 2022 Qatar akan dimulai pada Minggu (20/11/2022) petang waktu setempat. Namun, isu-isu pelanggaran HAM utamanya soal pekerja migran, hak-hak dan kebebasan perempuan, hingga LGBTQ.
Presiden FIFA Gianni Infantino sudah menegaskan agar perhelatan ini fokus pada sepak bola. Tetapi, dampak dari persoalan di luar sepak bola dari Piala Dunia edisi ke-22 ini jelas bisa buruk bagi citra Qatar. Berikut sejumlah fakta mencengangkan soal Piala Dunia Qatar.
Qatar dipercaya menghabiskan 200 miliar dolar Amerika yang membuat Piala Dunia 2022 ini termahal sepanjang sejarah. Sebagai perbandingan, Piala Dunia 2018 di Rusia lalu “hanya” menghabiskan 11 miliar dolar Amerika.
Saat terpilih menjadi tuan rumah Piala Dunia pada 2010, otoritas Qatar melaporkan kepada FIFA bila tidak ada kasus pelanggaran HAM khususnya yang terkait dengan perlindungan buruh.
Menurut otoritas Qatar dan Presiden FIFA, hanya tiga orang pekerja yang meninggal dunia selama persiapan Piala Dunia 2022.
Nicholas McGeehan dari organisasi hak asasi manusia Fair Square menyebut angka itu sebagai “usaha yang disengaja untuk menyesatkan” karena berfokus pada proyek yang hanya menyumbang 1% dari konstruksi di Qatar.
Komite Tertinggi mengatakan bahwa 36 pekerja lainnya dari lokasi stadion juga meninggal dunia. Tetapi, mereka meninggal karena alasan “non-kerja”, yaitu setelah seharian bekerja karena “penyebab alami”.
Hingga saat ini tidak diketahui pasti berapa jumlah pekerja migran yang meninggal dunia karena kelalaian saat pekerjaan proyek Piala Dunia. Angka pasti tak pernah diungkapkan.
Pun demikian, dalam pernyataannya Human Rights Watch (HRW) menyebut: “Otoritas Qatar tidak mampu mengungkapkan penyebab kematian ribuan pekerja migran, banyak yang diklaim karena ‘penyebab alami’.”
HRW juga telah menemukan bahwa dalam sejumlah kasus, keluarga korban jarang menerima kompensasi karena di bawah UU Perburuhan Qatar, kematian yang tidak dianggap terkait pekerjaan tak berhak atas kompensasi.
Tidak kurang 6.500 pekerja migran dari India, Pakistan, Nepal, Banglades, dan Sri Lanka – seperti sumber yang didapat Guardian – meninggal dunia di Qatar antara 2010, ketika Qatar resmi ditunjuk menjadi tuan rumah Piala Duniai 2022, sampai 2021.
Studi jurnal Kardiologi pada 2019 menemukan korelasi bila 200 dari 571 kematian pekerja asal Nepal antara 2009-2017 akibat panas di Qatar. Jumlah itu harusnya bisa dikurangi dengan alat-alat pelindung panas yang baik.
Amnesti Internasional menyebut paling tidak 100.000 pekerja migran telah dieksploitasi dan menderita akibat penyalahgunaan UU Perburuhan serta sulitnya masuk ke sistem peradilan di Qatar, dalam 12 tahun terakhir.
Menurut Amnesti Internasional, jam kerja pekerja migran di Qatar, khususnya di sektor-sektor domestik dan keamanan, berkisar 14-18 jam.
Dalam laporan Equidem belum lama ini juga terungkap kasus-kasus serupa. Termasuk dari seorang pekerja asal Kenya yang mengungkapkan dirinya bekerja selama 14 jam selama berhari-hari di Lusail Stadium tanpa uang tambahan. Itu terjadi selama lebih dari dua tahun.
Upah minimum resmi sebulan di Qatar (1.000 riyal), setara dengan sekitar Rp4,2 juta. Bila dikurs ke dalam poundsterling adalah £225, atau £1 per jam meskipun makanan dan akomodasi disediakan.
Dalam beberapa tahun terakhir, pihak berwenang telah memperkenalkan sejumlah reformasi tenaga kerja, termasuk pengenalan upah minimum dan penghapusan sistem kafala, atau sponsorship. Namun, kelompok hak asasi manusia mengatakan, banyak pelanggaran masih terjadi.
Para tenaga kerja dari India, Banglades, Nepal, dan beberapa negara lain, harus membayar antara 1.300 sampai 3.000 dolar Amerika (sekira Rp20,4 juta – Rp51,7 juta) untuk mendapatkan pekerjaan di Qatar.
Walaupun saat ini hal tersebut ilegal, para pekerja itu masih kesulitan untuk membayar recruitment fee serta utang-utang karena di sisi lain mereka harus mengirim uang untuk keluarga.
Di antara 180 negara di dunia, rating Qatar terkait indeks kebebasan jurnalis mencapai 119. Angka tersebut membuat Qatar menjadi salah satu negara Timur Tengah terbaik soal kebebasan pers.
Namun, sejumlah grup HAM sudah memeringatkan bahwa mereka sepertinya bakal diata-matai di Piala Dunia nanti.
FIFA has teamed up with @UNESCO, @WFP and @WHO to harness the power of football and spread positive messages globally, with each round of matches at the @FIFAWorldCup having a dedicated campaign to maximise reach and impact.#FootballUnitesTheWorld— FIFA.com (@FIFAcom) November 19, 2022
Sesuai Pasal 281 UU di Qatar, laki-laki dan perempuan yang berhubungan badan tanpa ikatan perkawinan, akan dihukum penjara selama 7 tahun. HRW menyebut UU ini sangat memengaruhi pihak perempuan karena mereka akan tetap dituntut meskipun melapor karena menjadi korban perkosaan.
“Polisi Qatar kerap tak percaya dengan laporan kekerasan seksual dari seorang perempuan. Sebaliknya, mereka lebih percaya dengan klaim pihak laki-laki yang menyebut insiden tersebut terjadi karena suka sama suka,” demikian ungkap pernyataan HRW.
“Dan, setiap bukti atau dugaan yang menyatakan seorang perempuan tahu sang laki-laki yang menyerang, hal itu sudah cukup untuk menuntut si wanita.”
Menurut laporan HRW pada Oktober 2022, tidak kurang 11 penahanan dilakukan untuk kasus-kasus lesbian, gay, biseksual, dan transgender sepanjang 2019 dan 2022.
Dikabarkan bahwa pasukan Departemen Keamanan Preventif Qatar telah secara sewenang-wenang menangkap orang-orang LGBT dan memperlakuan mereka dengan buruk dalam tahanan, termasuk enam kasus “pemukulan berat dan berulang-ulang dan lima kasus pelecehan seksual dalam tahanan polisi antara 2019 dan 2022”.
Sebagai persyaratan pembebasan mereka, aparat keamanan mengamanatkan agar tahanan waria mengikuti sesi terapi konversi di fasilitas pemerintah. Namun, menurut pihak berwenang, tidak ada pusat “konversi” gay di Qatar.
Hukuman penjara selama 5 tahun bisa dijatuhkan berdasarkan pasal 296 KUHP Qatar karena “memimpin, menghasut, atau merayu laki-laki dengan cara apa pun untuk melakukan sodomi atau pengabaian” dan “membujuk atau merayu laki-laki dengan cara apa pun untuk melakukan tindakan ilegal atau tidak bermoral”.
Amnesti Internasional dan sejumlah badan lain percaya bila FIFA harus menyediakan 440 juta dolar Amerika untuk kompensasi pekerja migran yang telah meninggal atau mengalami cedera di Qatar. Jumlah itu setara dengan hadiah uang untuk Piala Dunia.
Tetapi, Menteri Tenaga Kerja Qatar Ali bin Samikh al-Marri menolak proposal semacam itu. Ia juga menyebut kritik terhadap Pemerintah Qatar sebagai bentuk “rasis”.
“Tidak ada kriteria untuk menetapkan dana ini,” ucap Al-Marri seperti kepadaa AFP, seraya bertanya: “Di mana para korban? Apakah Anda memiliki nama-nama korban? Bagaimana Anda bisa mendapatkan angka-angka ini?”
Berita Sepak Bola Dunia Lainnya:
Piala Dunia 2022 Qatar: Pasangan Gay Diizinkan Berpelukan dan Berciuman di Depan Umum
Presiden Prancis Emmanuel Macron Minta Piala Dunia 2022 Tidak Dipolitisasi