SKOR.id – Perselisihan antara orangtua atlet muda dengan sebuah klub basket asal Jakarta, Warriors Basketball Academy, belum berakhir hingga berita ini diturunkan.
Merasa karier putri-putrinya terancam, Senin (19/2/2024) lalu perwakilan orangtua mendatangi kantor Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) untuk meminta pertolongan untuk ikut menyelesaikan masalah ini.
Masalah ini berawa dari pengunduran diri sejumlah pebasket putri kelahiran 2009 dari Warriors. Ada enam pemain inisial K, K, D, X, G, dan F yang sudah mengundurkan diri secara resmi pada akhir Juli 2023 dengan alasan karena pilihan mereka sendiri.
“Putri-putri kami mengundurkan diri karena ingin berlatih dengan coach Liana Sihombing, yang ketika itu sudah resmi pindah ke (klub) Airone,” ujar Oktarianto Budhi Kartiko (biasa disapa Rano Budi), perwakilan orangtua, dalam keterangannya seusai dari kantor KPAI.
“Saya dan istri sebagai orangtua harus mendukung pilihan dan keputusan anak kami, semata demi perkembangan dan kemajuan anak kami sendiri.”
Rano Budhi menjelaskan bahwa surat pengunduran diri sudah disampaikan secara resmi dan telah diterima Warriors sejak akhir Juli 2023. Namun sudah 7 bulan berselang, pihak Warriors belum mengeluarkan surat keluar resmi, walaupun sudah diminta berkali-kali.
Rano menambahkan, pilihan para putri mereka meninggalkan Warriors dan pindah ke Airone memang benar-benar murni keputusan mereka. Bukan karena direkrut oleh Airone ataupun ajakan pelatih (Liana Sihombing).
Tetapi pilihan tersebut, menurut Rano, justru berpotensi mematikan karier para pebasket putri muda ini. Pasalnya, Warriors tidak juga mengeluarkan surat keluar sebagai syarat untuk anak-anak ini mengikuti rangkaian kejuaraan resmi Perbasi.
“Bahkan, saat ini pun semua open tournament telah menerapkan syarat adanya surat keluar dari klub asal ini,” tutur Rano.
Pihak Warriors melalui pelatih Rommy mengatakan bahwa klub selama ini hanya mengikuti aturan Buku Putih Perbasi DKI Jakarta, yang menyebutkan harus ada penyelesaian atau proses pembayaran oleh klub tujuan, Airone, kepada Warriors sebesar Rp3 juta per anak.
Keputusan Warriors tersebut juga berdasarkan dengan anjuran dari Pengkot Perbasi Jakarta Selatan dan PP Perbasi.
Rano Budhi melanjutkan, masalah ini terus berlanjut sehingga putri-putri mereka tidak bisa turun di sejumlah kejuaraan karena tidak ada surat resmi keluar dari klub lamanya.
“Setiap orangtua bergerilya komunikasi langsung dengan coach Rommy. Bahkan ada yang berusaha negosiasi harga dan tak diterima. Warriors hanya ingin Airone yang membayarkannya dan tetap sebesar Rp3 juta per anak,” kata Rano Budhi.
Pun begitu, menurut Rano, ini tidak sesuai karena putrinya dan rekan-rekannya keluar bukan karena rekrutmen dari Airone melainkan karena keinginan sendiri. Selain itu, tidak ada dokumen ataupun formulir apa pun yang ditandatangani sejak awal bergabung dengan Warriors, yang menyatakan perihal surat keluar ini.
Sebelum ke KPAI, Rano dan beberapa orangtua juga sudah mengadukan kasus ini kepada Perbasi DKI Jakarta. Surat pengaduannya pun sudah diteruskan kepada Ketua Umum Perbasi DKI Jakarta Lexyndo Hakim.
Perbasi DKI Jakarta, sangat aktif dan bereaksi cepat, menanggapi pengaduan itu dan berinisiatif melakukan mediasi antara pihak Warriors, para orangtua, dan Airone.
Mediasi pun berhasil diselenggarakan pada hari Rabu, 1 November 2023 di kantor Sekretariat PP Perbasi Jakarta di Gelanggang Mahasiswa Soemantri Brodjonegoro.
Namun, mediasi ini hanya dihadiri oleh Perbasi DKI Jakarta, orangtua dan Airone. Warriors memilih untuk tidak hadir pada mediasi tersebut tanpa alasan.
“Kami sungguh sangat kecewa, karena mereka (Warriors) tidak hadir pada mediasi tersebut, berarti sama sekali tidak punya perasaan, apalagi itikad baik terhadap nasib anak-anak kami,” ujar Rano.
Adapaun K, K, D, X, G dan F tetap giat berlatih di klub barunya, Airone, selama tujuh bulan terakhir ini.
Keenam anak tersebut bukan tidak tahu akan permasalahan surat keluar ini, mereka tahu dan sadar bahaya atau ancaman tidak bisa ikut bertanding dalam kejuaraan-kejuaraan basket putri. Namun, kondisi tersebut justru membuat mereka semangat dan giat berlatih.
“Kami tidak tahu harus ke mana lagi. Kami berharap KPAI bisa membantu menyelesaikan permasalahan kami ini. Putri-putri kami sangat sedih dan stres, sudah banyak kejuaraan yang tidak bisa mereka ikuti, apalagi masih akan ada lagi kejuaraan di depan,” ujarnya.
“Kami meyakini, masih banyak yang lain di luar sana yang senasib dengan kami, yang hak-nya dihalangi dengan paksa. Ini merusak pembinaan dan pengembangan anak, apalagi pebasket muda. Saya percaya, kepentingan anak atau pebasket-pebasket muda ini haruslah diutamakan.”