- MV Agusta, Norton, Gilera, dan AJS mundur karena kalah bersaing atau anggaran minim.
- MV Agusta menjadi eks pabrikan MotoGP (kelas 500 cc) dengan torehan sangat mentereng.
- Kini, tinggal MV Agusta yang turun di Kejuaraan Dunia Balap Motor meskipun hanya di Moto2.
SKOR.id - Sebelum pabrikan asal Jepang -- Honda, Yamaha, dan Suzuki -- "menginvasi" kelas utama Kejuaraan Dunia Balap Motor mulai pertengahan 1960-an, kelas 500cc (MotoGP sejak 2002) praktis dimiliki sejumlah pabrikan asal Eropa.
Keberhasilan KTM, pabrikan asal Austria yang debut kelas utama pada 2017, memenangi dua dari delapan lomba yang sudah digelar di MotoGP 2020, seolah menjadi tanda bila pabrikan asal Benua Biru mulai bangkit.
Selain KTM, Ducati yang berasal dari Italia sudah memenangi satu. Sementara, lima lomba lainnya diborong Yamaha.
Musim ini, jumlah pabrikan MotoGP masing-masing tiga dari Jepang dan Eropa. Selain KTM dan Ducati, masih ada Aprilia. Pabrikan asal Italia itu turun di kelas utama pada 1994-2004 lalu kembali sejak 2012.
Bila melihat performa Ducati dan KTM, pencinta balap motor seharusnya tidak perlu heran. Eropa paling tidak memiliki empat merk yang begitu dominan di kelas utama sejak pertama Kejuaraan Dunia Balap Motor digelar pada 1949 hingga pertengahan 1970-an.
Lantas, ke mana mereka saat ini? Skor.id mencoba merangkumnya.
AJS (1949–1962, 1964–1966)
A.J. Stevens & Co. Ltd (AJS) yang didirikan oleh Joe Stevens di Wolverhampton, Inggris, adalah produsen mobil dan motor pada 1909 sampai 1931 untuk kemudian dijual ke Matchless dan Norton-Villiers sampai 1969.
Leslie Graham menjadi juara dunia kelas 500 cc di gelaran pertama Kejuaraan Dunia Balap Motor pada 1949 dengan menggunakan AJS Porcupine bermesin horizontal dengan kode E90S.
Saat itu, Graham dengan AJS E90 500 Twin Porcupine mampu memenangi dua dari enam lomba kelas 500 cc. Itulah gelar juara dunia satu-satunya bagi AJS di kelas 500 cc.
AJS Porcupine yang bermesin DOHC twin memang dikenal motor cepat namun daya tahannya (endurance) kurang bagus. Mesin penerus E90S, E95, bahkan mampu mengeluarkan tenaga hingga 55 bhp pada 7.600 rpm.
AJS, yang saat itu turun di kejuaraan dunia dengan pasokan teknologi dari Associated Motor Cycles (AMC) selaku perusahaan induk Matchless, mulai mundur dari lomba pada akhir 1954.
Hal itu disebabkan meninggalnya salah satu insinyur pengembang mesin Porcupine, Ike Hatch, dan kian sengitnya perlawanan dari pabrikan Eropa lainnya.
Setelah itu, AJS hanya menyuplai motor untuk pembalap atau tim privat dan menghilang dari kelas 500 cc pada akhir musim 1962. Sempat muncul lagi pada 1964-1966 namun tidak lagi kompetitif.
Total, AJS memenangi lima lomba kelas 500 cc yang direbut antara 1949 sampai 1952 yang tiga di antaranya dipersembahkan oleh Leslie Graham; GP Swiss 1949 dan 1950 serta GP Ulster 1949.
Kini dengan bendera AJS Motorcycles Ltd, AJS masih memproduksi motor-motor berkapasitas mesin kecil dan skuter yang didistribusikan di Britania Raya, Jerman, Portugal, Rep. Ceko, Jepang, dan Korea Selatan.
Norton (1949-1972)
Seperti AJS, Norton juga menjadi pabrikan motor asal Inggris yang turun sejak awal Kejuaraan Dunia Balap Motor digelar.
Mengandalkan Norton Manx bermesin SOHC langkah panjang (long stroke) untuk melawan serbuan mesin-mesin DOHC saat itu, Geoff Duke mampu memenangi gelar kelas 500 cc pada 1951 dengan menguasai empat dari delapan lomba saat itu.
Norton Manx kemudian memakai mesin DOHC dengan stroke lebih pendek mulai tahun 1953. Namun, Norton tetap kalah bersaing dengan pabrikan lain, terutama asal Italia.
Kondisi Norton di kejuaraan dunia diperparah dengan mulai munculnya motor-motor 2-tak dari Jepang yang terkenal liar dan bertenaga besar sejak akhir 1960-an.
Norton pun mundur dari kelas 500 cc pada akhir 1972 dengan mengoleksi 21 kemenangan lomba, dengan yang terakhir di GP Yugoslavia 1969, dan hanya satu gelar juara dunia pembalap. Geoff Duke menjadi pembalap Norton dengan kemenangan terbanyak, tujuh.
Di era 1980-an, Norton mencoba bangkit di balap motor. Sekitar tahun 1987, Norton mengaplikasi mesin rotary (Winkle engine), mesin dengan piston berbentuk segitiga dengan gerakan berputar, untuk sebagian besar produknya.
Mesin itu juga dipasok untuk motor balap Norton RCW558 yang ternyata hanya mampu memenangi beberapa lomba berjarak pendek karena daya tahannya yang buruk.
Pada 1989, Norton juga mencoba turun di Kejuaraan Superbike Inggris (British Superbike Championship/BSB) dengan Norton RCW 750cc milik Tim JPS Norton Racing. Gelar juara bahkan mampu direbut Ian Simpson pada BSB 1994 di atas Norton Rotary F1.
Pada 1992, Steve Hislop dengan ABUS Norton NRS588 TT Racer mampu mengalahkan Carl Fogarty dengan Yamaha-nya di Isle of Man Senior TT. Itulah kemenangan pertama pabrikan asal Inggris di TT Island dalam 30 tahun terakhir.
Kendati begitu, Norton tidak pernah menunjukkan tanda-tanda ingin kembali ke Kejuaraan Dunia Balap Motor. Salah satu penyebabnya adalah biaya yang sangat tinggi. Apalagi, sejak April 2020, Norton Motorcycle diakuisisi penuh oleh TVS Motor Company, pabrikan asal India.
Gilera (1949–1965, 1967)
Gilera menjadi pabrikan tersukses pada awal digelarnya kelas 500 cc Kejuaraan Dunia Balap Motor. Mereka mampu enam kali merebut gelar juara dunia pembalap dalam kurun satu dekade awal kelas 500 cc (1949-1958).
Umberto Masetti menjadi yang terbaik pada 1950 dan 1952 dengan Gilera 500/4 (bermesin 500cc 4-tak 4 silinder). Dengan Gilera 4, Geoff Duke merajai kelas 500cc tiga musim beruntun pada 1953-1955 dan Libero Liberati juara kelas 500 cc pada 1957.
Setelah musim 1957, pabrikan asal Italia yang didirikan oleh Giuseppe Gilera pada 1909 tersebut menarik diri dari Kejuaraan Dunia Balap Motor karena masalah anggaran.
Pada 1963, Gilera mencoba bangkit dengan mesin motor yang digunakan Duke untuk merebut juara pada 1957. Namun, di musim itu pula Gilera merebut kemenangan terakhir kelas 500 cc, tepatnya di GP Belanda 1963.
Setelah vakum di kelas 500 cc pada 1966, Gilera kembali pada 1967 tetapi sudah tidak mampu bersaing. Gilera pun meninggalkan kelas 500 cc pada akhir 1967 dengan enam gelar juara dunia pembalap, empat konstruktor (1952, 1953, 1955, 1957), dan 35 kemenangan.
Geoff Duke menjadi pembalap dengan kemenangan terbanyak untuk Gilera di kelas 500cc, 10, diikuti Umberto Masetti dengan lima kemenangan dan Libero Liberati empat.
Pada 1969, Gilera diakuisisi oleh Piaggio Group dan mulai fokus membuat motor-motor berkapasitas mesin kecil. Pada 1992 dan 1993, Gilera mencoba kembali ke Kejuaraan Dunia Balap motor dengan turun di kelas 250 cc namun hasilnya kurang menggembirakan.
Pada 2001, Gilera kembali turun di kejuaraan dunia namun di kelas 125 cc. Menariknya, mereka harus bersaing dengan "saudara" sendiri, Derbi, usai pabrikan asal Spanyol itu juga turun di kelas 125 cc.
Manuel Poggiali berhasil tiga kali menang (Prancis, Portugal, dan Valencia) serta finis podium di delapan lomba lain (total 16 lomba saat itu) untuk memberikan gelar juara dunia pertama bagi Gilera dalam 44 tahun sejak terakhir Libero Liberati melakukannya di kelas 500 cc.
Setelah bergabungnya Aprilia ke dalam Piaggio Group, Gilera turun di kelas 250 cc pada 2006 dengan pembalap Marco Simoncelli. Dua tahun kemudian, Simoncelli keluar sebagai juara dunia kelas 250 cc sekaligus gelar dan musim terakhir Gilera di kejuaraan dunia.
Kini, Gilera fokus pada pengembangan motor-motor otomatis (skuter) dan belum ada kabar soal kemungkinan kembali ke kejuaraan dunia.
MV Agusta (1950-1976)
Di antara pabrikan top di kelas utama Kejuaraan Dunia Balap Motor yang sudah tidak lagi turun, Meccanica Verghera (MV) Agusta merupakan pabrikan tersukses.
Turun antara 1950 sampai 1976, MV Agusta merebut 139 kemenangan di kelas 500 cc (di bawah Honda dengan 309 dan Yamaha 234), 18 gelar juara dunia pembalap (hanya kalah dari Honda, 21), dan 16 gelar konstruktor (1956, 1958-1965, 1967-1973).
Giacomo Agostini menjadi pembalap tersukses MV Agusta dengan tujuh gelar juara dunia (1966-1972), John Surtees (1956, 1958-1960) dan Mike Hailwood (1962-1965) masing-masing empat, Phil Read dua (1973, 1974), dan Gary Hocking satu (1961).
MV Agusta, mundur dari kejuaraan dunia pada 1976 setelah total (dari seluruh kelas) 270 lomba, 38 gelar juara dunia pembalap, dan 37 gelar konstruktor.
Pada 2019, MV Agusta membuat gebrakan dengan kembali ke Kejuaraan Dunia Balap Motor dengan turun di Moto2 dengan nama Tim MV Agusta Temporary Forward.
Turun di Moto2 yang memakai mesin satu merk, Triumph 765 cc 3-silinder, MV Agusta tidak mampu berbuat banyak.
Stefano Manzi absen sekali dari total 19 lomba musim lalu dan hanya mampu berada di peringkat 19 klasemen akhir dengan 39 poin. Sedangkan Dominique Aegerter di posisi 22 dengan hanya 19 poin.
Dari sembilan lomba yang sudah digelar di Moto2 2020 ini, Manzi baru meraup 16 poin di peringkat 21 sedangkan rekan setimnya, Simone Corsi, lebih buruk dengan delapan poin di posisi 23.
Ikuti juga Instagram, Facebook, YouTube dan Twitter dari Skor Indonesia.
Berita MotoGP Lainnya:
Hasil FP2 MotoGP Prancis 2020: Jack Miller Jadi yang Tercepat
MotoGP Prancis 2020: Enam Kru Yamaha Positif Covid-19, Termasuk Pimpinan Proyek YZR-M1