SKOR.id – Citius, Altius, Fortius (lebih cepat, lebih tinggi, lebih kuat), itulah moto dari tiap ajang Olimpiade dari masa ke masa.
Melalui moto tersebut para atlet berkompetisi untuk menjadi yang terbaik dalam tiap cabang olahraga Olimpiade tiap empat tahun, termasuk di Paris 2024 ini.
Tapi rupanya pada Olimpiade 2024 ada “cabang olahraga” lainnya yang jadi perbincangan, yaitu kompetisi persaingan merek untuk mengembangkan sepatu atlet tercepat.
Dengan merek-merek besar yang berinvestasi besar dalam penelitian dan inovasi, persaingan ketat ini terlihat jelas di Olimpiade.
Maklum, ajang ini merupakan tempat para atlet papan atas dunia mengenakan alas kaki canggih yang dirancang untuk memaksimalkan performa mereka dan memecahkan rekor.
Bagi merek-merek terkemuka seperti Nike, Adidas, Puma, dan New Balance, Olimpiade mewakili lebih dari sekadar ajang pamer kehebatan atletik.
Olimpiade adalah medan pertempuran untuk supremasi merek. Medali emas dapat secara signifikan memengaruhi persepsi konsumen, menanamkan gagasan bahwa sepatu yang tepat dapat meningkatkan kinerja pribadi.
Nike, yang pernah menjadi pemimpin dalam bidang ini, menghadapi persaingan ketat saat merek lain mengejar ketertinggalan.
Sementara sepatu spike Dragonfly dan Victory Nike mendominasi acara-acara sebelumnya, studi terkini menunjukkan pesaing seperti Asics dan Adidas memperkecil kesenjangan dengan desain inovatif mereka.
Sepatu maraton terbaru dari Nike, AlphaFly 3, belum mengungguli pendahulunya, sementara Pro Evo 1 dari Adidas menawarkan manfaat yang sebanding dengan harga premium.
Dari jantung kota Boston, Amerika Serikat, laboratorium penelitian olahraga New Balance mendorong batasan teknologi olahraga.
Lab tersebut dilengkapi dengan peralatan canggih seperti Andi, sosok robot humanoid yang bisa menirukan keringat dan pernapasan manusia.
Investasi robot seharga 500.000 dolar AS (Rp7,9 miliar) ini bertujuan untuk meningkatkan pakaian olahraga yang mengoptimalkan pendinginan tubuh dan penguapan air.
Namun, inovasi sejati lab ini terletak pada “lab slam”-nya, tempat New Balance mengembangkan sepatu lari super spike FuelCell MD-X v3 yang inovatif.
Sepatu ini menggabungkan teknologi pelat karbon dan busa mutakhir, disempurnakan melalui pengujian ekstensif untuk menangkap gerakan dan kekuatan fisik atlet secara langsung.
Olimpiade akan menjadi puncak penelitian selama bertahun-tahun, juga jadi pengembangan yang menghabiskan jutaan dolar AS saat atlet seperti Sydney McLaughlin-Levrone dan Femke Bol bersaing mendapatkan emas dalam lari gawang 400 m.
Harapan New Balance tinggi bahwa sepatu super spike mereka akan berkontribusi pada performa yang memecahkan rekor, sebuah bukti kekuatan inovasi dalam alas kaki olahraga.
Pencarian inovasi terus berlanjut, dengan merek-merek mengeksplorasi bahan-bahan baru dan penyempurnaan desain.
Misalnya, superfoam baru dari Puma, memiliki komposisi TPU alifatik yang unik, yang membedakannya dari para pesaing.
Inovasi ini telah menghasilkan performa yang mengesankan, termasuk rekor dunia yang dibuat oleh atlet seperti Armand Duplantis.
Revolusi dalam alas kaki atletik dan teknologi performa baru saja dimulai.
Merek-merek siap untuk meluncurkan desain yang lebih inovatif, menjanjikan masa depan di mana para atlet terus memecahkan rekor.
Seperti ditegaskan Kevin Fitzpatrick, Wakil Presiden Global New Balance, "Tahun 2025 akan menjadi tahun di mana kita mengambil langkah maju yang besar."
Perlombaan untuk menentukan “sepatu atlet” di Olimpiade sedang berlangsung, dan tiap merek berusaha keras untuk menjadi yang pertama melewati garis finis.