SKOR.id - Saat penggunaan mariyuana alias ganja di Amerika Serikat mencapai tingkat tertinggi di kalangan orang dewasa muda, para ahli mengatakan bahwa ada kebutuhan yang semakin meningkat untuk mengatasi potensi kecanduan yang ditimbulkan olehnya.
Menurut hasil dari uji coba kecil yang dipublikasikan pada Kamis (8/6/2023), dalam jurnal Nature Medicine, sebuah pil percobaan yang merupakan obat pertama dalam kelas baru telah menunjukkan potensi dalam mengobati gangguan penggunaan cannabis (nama latin dari ganja).
Obat yang dikenal dengan nama AEF-0117 tersebut berhasil mengurangi "efek baik" yang dirasakan dari penggunaan cannabis hingga 38 persen dalam uji coba acak fase 2a yang dipimpin oleh para peneliti dari Universitas Columbia. Fase 2a biasanya berarti para peneliti menentukan dosis yang tepat untuk tahap pengujian berikutnya.
Meg Haney, penulis utama studi ini dan direktur laboratorium penelitian cannabis di Universitas Columbia, menggambarkan temuan awal mengenai obat ini sebagai sesuatu yang sangat menggembirakan.
Belum ada obat yang disetujui oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (FDA) untuk mengobati gangguan penggunaan ganja, yang diperkirakan memengaruhi hingga 30 persen pengguna mariyuana, menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC).
Gangguan penggunaan ganja didiagnosis sebagai ketidakmampuan untuk berhenti menggunakan mariyuana, bahkan ketika itu menyebabkan gangguan signifikan dalam kehidupan sehari-hari, seperti mengganggu hubungan atau pekerjaan.
Diperkirakan sekitar 14 juta orang Amerika berjuang dengan gangguan penggunaan cannabis pada tahun 2021, menurut laporan yang diterbitkan oleh Administrasi Jasa Kesehatan Jiwa dan Penyalahgunaan Zat.
"Ini adalah salah satu dari sedikit obat yang telah saya uji untuk secara langsung mengurangi efek dari penggunaan cannabis," kata Haney. "Pertanyaan yang saya ajukan adalah, bisakah saya mengubah cara orang merasakan efek dari cannabis dan, oleh karena itu, membantu mereka untuk berhenti menggunakannya?" dia menambahkan.
Obat ini diteliti pada 29 pria dan wanita dewasa yang didiagnosis dengan gangguan penggunaan cannabis. Rata-rata mereka merokok sekitar 3 gram mariyuana per hari, enam hari dalam seminggu.
Dosis obat yang diteliti adalah dosis rendah sebesar 0,06 miligram (mg) dan dosis tinggi sebesar 1 miligram.
Peserta dimulai dengan menerima obat atau plasebo selama lima hari. Mereka mengonsumsi obat pada pukul 9 pagi setiap hari dan merokok jumlah cannabis yang terkontrol 3,5 jam kemudian.
Selanjutnya, mereka diberikan pertanyaan seperti "Saya merasa mabuk" atau "Saya merasakan efek yang baik" sebanyak lima kali, mulai dari 20 menit setelah merokok hingga dua jam setelah merokok.
Dosis rendah mengurangi "efek baik" secara subjektif sebesar 19 persen, sementara dosis tinggi berhasil menguranginya sebesar 38 persen.
Hanya dosis tinggi yang mampu secara signifikan mengurangi jumlah cannabis yang akhirnya digunakan oleh para peserta di kemudian hari.
Tidak ada efek samping yang signifikan dan obat ini tidak menyebabkan gejala penarikan.
Perlu Uji Coba Lebih Besar
Temuan dari uji coba kecil ini perlu dikonfirmasi dalam uji coba yang lebih besar yang saat ini sedang berlangsung, kata Haney, karena sekitar 300 pasien sedang direkrut dalam uji coba fase 2b di seluruh negara. Hasilnya diharapkan bisa didapatkan secepatnya pada tahun depan.
Haney menuturkan, obat ini, yang dikembangkan oleh perusahaan bioteknologi Prancis bernama Aelis Farma, memiliki keunikan dalam cara spesifiknya dalam memengaruhi otak.
Cannabis pada dasarnya memengaruhi otak melalui senyawa psikoaktifnya, tetrahidrokannabinol (THC), yang mengikat reseptor di otak yang disebut CB1.
"Senyawa tertentu ini hanya dapat memblokir tindakan-tindakan tertentu dari reseptor tersebut," kata Dr. Scott Hadland, seorang spesialis dalam kecanduan di Mass General Hospital for Children di Boston.
"Dengan cara ini, Anda dapat memblokir efek euforia dari cannabis tanpa menyebabkan efek samping yang merugikan."
Pada akhirnya, Hadland, yang tidak terlibat dalam studi ini, mengatakan bahwa obat ini akan bekerja dengan baik pada pasien yang termotivasi untuk berhenti.
"Kita harus ingat bahwa ini adalah obat yang, karena memblokir efek dari cannabis, pasien harus benar-benar ingin mengonsumsinya," ucapnya.
"Kita membutuhkan pasien yang termotivasi dan ingin berhenti menggunakan cannabis untuk mengonsumsi obat ini agar dapat bekerja."
Hadland mengatakan bahwa meskipun banyak orang menggunakan mariyuana tanpa masalah, dia khawatir mungkin ada kurangnya kesadaran di kalangan masyarakat tentang bahaya yang mungkin ditimbulkannya.
"Hal yang kurang diakui dalam masyarakat kita, karena kami telah meningkatkan akses ke cannabis, adalah bahwa beberapa orang mengalami masalah yang sangat serius akibatnya," katanya.
Tanda Gangguan dari Ganja
Hadland mengatakan tanda-tanda gangguan penggunaan cannabis pada orang muda dapat mencakup kesulitan di sekolah, seperti penurunan nilai, perubahan dalam hubungan, menghentikan kegiatan yang mereka sukai, seperti menjadi anggota tim olahraga atau klub di sekolah.
Haney merasa prihatin dengan tantangan kesehatan masyarakat yang dihadapi dengan semakin banyaknya negara yang melegalkan penggunaan rekreasi mariyuana untuk orang dewasa.
"Tidak ada pembahasan yang jujur mengenainya," katanya.
"Saya pikir masyarakat pada umumnya tidak menyadari risiko yang terkait dengan penggunaan ganja, dan hanya dianggap dengan pandangan yang sangat positif,” dia menjelaskan.
Hadland, yang bekerja dengan remaja dan orang dewasa muda yang berjuang dengan kecanduan mariyuana di kliniknya, mengatakan bahwa ada kebutuhan akan obat yang efektif.
"Pelayanan kami benar-benar terhambat oleh kurangnya obat yang efektif untuk pengobatan," katanya.
"Ini berbeda dari zat-zat lain seperti opioid, nikotin, dan alkohol, di mana kami memiliki obat yang efektif."
Studi yang lebih besar akan diperlukan untuk mengonfirmasi temuan baru ini dan mempelajari efek samping yang mungkin dari obat ini.
David Kroll, seorang toksikolog dan co-direktur program pendidikan sains dan obat-obatan cannabis di Universitas Colorado Skaggs School of Pharmacy, juga menyebut obat ini menjanjikan, tetapi mencatat bahwa obat ini tampaknya telah diuji pada produk dengan kekuatan lebih rendah daripada yang umumnya tersedia di pasar. (Dia juga tidak terlibat dalam studi ini.)
Rokok cannabis yang diuji mengandung 7 persen THC yang setara dengan sekitar 67 mg THC, dosis yang umumnya sepertiga dari apa yang dia lihat pada rokok yang tersedia di Colorado saat ini.
"Produk yang tersedia sekarang sangat luar biasa," ujar David Kroll.
"Tidak ada hubungannya dengan cannabis yang mungkin digunakan oleh orang tua atau kakek nenek Anda,” Kroll menuturkan.