SKOR.id - Indonesia datang ke Singapura dengan percaya diri, tapi juga membelah diri. Ambisi tinggi menggelora, sementara ada ajang lebih besar yang juga jadi fokus.
Itulah kira-kira gambaran suasana batin Timnas Indonesia jelang Piala Tiger 1996 (karena disponsori bir Tiger), yang kini lebih populer dengan nama Piala AFF.
Sebelum membahas lebih jauh soal kiprah Timnas Indonesia pada edisi perdana turnamen antarnegara ASEAN ini, Skor.id ingin mengupas situasi dan kondisi mereka jelang keberangkatan.
Pada 1994, sepak bola Indonesia mengalami transformasi besar. Dua kompetisi beda mazhab, Perserikatan dan Galatama, dilebur menjadi Liga Indonesia.
Penyatuan ini, dengan embel-embel kompetisi profesional, diyakini bakal menjadi jalan prestasi sekaligus pemutus “gesekan” antarelemen Perserikatan-Galatama.
Setahun berselang, 1995, anak-anak Indonesia yang dididik di Italia dalam program Primavera dan Barreti pulang. Mereka digadang-gadang sebagai generasi emas timnas.
Benar saja, pada awal 1996, Danurwindo, yang adalah pencari bakat sekaligus pelatih anak-anak Primavera dan Barreti, ditetapkan PSSI sebagai juru taktik Timnas Indonesia.
Dia menggantikan posisi Romano Matte. Pelatih asal Italia itu tak diperpanjang kontraknya oleh PSSI karena gagal meraih medali emas SEA Games 1995.
Ini bukan kali pertama Danurwindo menangani timnas. Sebelumnya, dia menjadi asisten pelatih Anatoli Polosin saat Indonesia meraih medali emas SEA Games 1991.
Lolos ke Piala Asia
Kiprah awal Danurwindo membuat hati pecinta timnas berbunga-bunga. Pada awal 1996, tepatnya pada Maret, Danurwindo meloloskan Indonesia ke Piala Asia 1996.
Ini kali pertama Indonesia ambil bagian dalam ajang yang berlangsung sejak 1956 tersebut. Manisnya lagi, Indonesia lolos ke Uni Emirat Arab dengan menyingkirkan Malaysia.
Indonesia lolos dari babak kualifikasi yang berlangsung di Kuala Lumpur, Malaysia, setelah bertanding pada 2 Maret melawan Malaysia dan 4 Maret melawan India.
Pada laga pertama melawan Malaysia, laga berlangsung ketat dan berakhir sama kuat, skor 0-0. Sedangkan pada laga kedua melibas India dengan skor 7-1.
Sejatinya, poin Indonesia dan Malaysia sama, yakni empat. Namun Indonesia unggul selisih gol dan produktivitas, karena Malaysia hanya menang 5-2 atas India.
Salah satu striker muda andalan Danurwindo dalam ajang tersebut adalah Indriyanto Nugroho, yang menyumbang dua gol ke gawang India.
Untuk ajang ini, Danurwindo mengombinasi pemain muda dan senior. Jebolan Primavera disatukan dengan Peri Sandria, Fakhri Husaini, dan Robby Darwis.
Kompetisi Belum Usai
Piala Tiger 1996 berlangsung pada 1-15 September 1996. Pada saat bersamaan, Liga Indonesia edisi kedua, atau dikenal dengan nama Liga Dunhill, belum rampung.
Walau ada ajang internasional, Liga Indonesia tetap berjalan normal. Apalagi, fase wilayah, Barat dan Timur, memasuki tahap akhir dan dilanjutkan babak 12 besar.
Adapun babak 12 besar berlangsung mulai 24 September atau sepekan setelah Piala Tiger 1996. Babak delapan besar ini berlangsung di Bandung, Surabaya, dan Makassar.
Oleh karena itu, tak ada uji coba internasional yang dilakoni Timnas Indonesia sebelum Piala Tiger 1996. Pemain yang dipanggil pun sedang dalam kondisi kelelahan.
Sudah begitu, ada gesekan antara klub dan PSSI, khususnya bagi tim-tim papan atas dan papan bawah. Sebab, mereka ingin melaju ke babak 12 besar dan menghindari degradasi.
Pada saat bersamaan, PSSI juga tak ingin pemain timnas kelelahan karena masih ada Piala Asia 1996, yang akan berlangsung mulai 4 Desember 1996 di Dubai.
Setelah klub, operator kompetisi, dan PSSI berunding, disepakati, pemanggilan pemain dari satu klub maksimal hanya empat pemain.
Skuad Kompromistis
Sebagai siasat, Danurwindo merancang skuad kompromistis. Sang pelatih memanggil 20 nama, kombinasi pemain muda dan pemain senior hasil kesepakatan.
Posisi penjaga gawang ada tiga: kiper Pelita Jaya berusia 28 tahun, Listiyanto Raharjo, didampingi Kurnia Sandi, 21 tahun, dan kiper Pupuk Kaltim Bontang, Sumardi.
Selanjutnya ada tujuh bek: Anang Ma’ruf, Aji Santoso, Yeyen Tumena, Aples Gideoin Tecuari, Robby Darwis, Budiman, dan Nur’alim. Robby ketika itu berusia 31 tahun.
Untuk lini tengah, ada Fakhri Husaini, Chris Yarangga, Eri Irianto, Ansyari Lubis, Nandang Kurniadi, Supriyono, dan Bima Sakti sebagai yang termuda kedua, 20 tahun.
Adapun striker yang dipilih Danurwindo yakni Peri Sandria, Widodo Cahyono Putro, dan Kurniawan Dwi Yulianto sebagai pemain paling muda, 20 tahun.
Sosok yang dipercaya sebagai kapten tim adalah Fakhri Husaini. Ketika itu Fakhri menjadi pemain paling senior, berusia 31 tahun, lebih tua tiga bulan dari Robby Darwis.
Skuad ini didominasi pemain Pelita Jaya, dengan empat pemain, disusul Persebaya dan Mastrans Bandung Raya, yang masing-masing diwakili tiga pemain.
Lelah dan Teledor
Tanpa persiapan matang, Indonesia tetap saja tampil garang. Pada babak grup, Tim Garuda tampil digdaya dan memuncaki klasemen Grup A lantas melaju ke semifinal.
Pada laga pertama Indonesia menang 5-1 atas Laos, kemudian menang 3-0 atas Kamboja, melibas Myanmar 6-1, sebelum ditahan imbang 1-1 oleh Vietnam.
Pada babak semifinal, Indonesia bertemu Malaysia, yang adalah runner-up Grup B. Ini menjadi pertemuan kedua selama 1996 setelah kualifikasi Piala Asia 1996.
Tak dinyana, Indonesia kalah dengan skor 1-3. Menyakitkannya, gawang Indonesia sudah kebobolan dua gol saat laga baru berjalan 16 menit.
Beberapa koran lawas menyebutkan, pemain Indonesia “diserang” kelelahan, karena baru menjalani partai terakhir babak grup pada 11 September.
Sedangkan Malaysia melakoni laga terakhir mereka pada 10 September, yang itu pun hanya melawan tim gurem, Brunei Darussalam, di mana mayoritas pemain inti disimpan.
Faktor lainnya disebutkan, karena keteledoran Danurwino yang menurunkan Aples Tecuari. Penglihatan Aples tak begitu baik saat tampil malam hari karena “rabun ayam”.
Ketua Umum PSSI saat itu, Azwar Anas, sampai mempertanyakan keputusan Danurwindo dan jajaran asistennya.
Fakhri, sang kapten, pun pertanyakan hal serupa. Hal ini pula yang kiranya jadi penyebab kekalahan dalam perebutan tempat ketiga kontra Vietnam; disharmonisme tim.
“Seperti tidak ada orang lain saja sehingga Danur tetap memasang Aples. Kami baru mau mati-matian di depan, di belakang gol terjadi dengan mudah,” ucap Fakhri ketika dihubungi Skor.id, beberapa waktu lalu.