- Era kompetisi PSSI semipro bertitel Galatama, Magelang memiliki klub dengan nama Tidar Sakti.
- Tidar Sakti berkompetisi pada dua edisi awal Galatama dan selalu finis di papan bawah.
- Skor Archive untuk Memori Galatama dari Skor.id akan menulis ulang artikel awal kematian Tidar Sakti.
SKOR.id - Jauh sebelum lahir Liga Indonesia, PSSI punya kompetisi semipro dengan nama Galatama atau Liga Sepak Bola Utama.
Jika sebelumnya kompetisi amatir dari PSSI punya nama Perserikatan, Galatama beda dalam hal kepemilikan klub.
Klub yang dikelola perorangan atau perusahaan serta yayasan adalah peserta Galatama. Artinya, klub-klub ini berstatus swasta.
Musim pertama Galatama pada 1979-1980, 14 klub ikut serta walaupun yang sampai akhir kompetisi hanya 13 setelah BBSA Tama Jakarta mundur.
Galatama musim pertama didominasi klub asal Jakarta, jumlahnya sampai delapan termasuk BBSA Tama.
Artinya, klub asal luar Jakarta hanya enam saja dan salah satunya adalah Tidar Sakti asal Magelang. Klub ini dikelola dua orang penting di Kota Magelang pada masa itu.
Dua petinggi termasuk penyandang dana Tidar Sakti adalah Letkol dr H Moch Soebroto dan Liem Wan King. Moch Soebroto adalah Walikota Magelang kala itu.
Pada masa depan atau per 2015, nama Moch Soebroto dijadikan identitas stadion terbesar Kota Magelang untuk menghargai jasa sang walikota yang memimpin medio 1971 sampai 1981.
Sedangkan Liem Wan King adalah pengusaha pemilik perusahaan besar di Kota Magelang, PT Armada Glass dan PT Indopola.
Sayang, Tidar Sakti hanya bertahan dua musim saja. Galatama edisi kedua musim 1980-1982 jadi kompetisi semipro terakhir mereka eksis.
Suap ke pemain Tidar Sakti membuat klub ini limbung lalu berakhir dengan matinya eksistensi mereka di sepak bola nasional.
Semua ini bermula Tidar Sakti kalah dengan skor yang dinilai tak masuk akal. Mereka kalah 0-11 dari Niac Mitra asal Surabaya dan tumbang dari Arseto Jakarta (sebelum pindah Solo) dengan skor 3-7.
Ditulis dari Majalah Selecta nomor sembilan edisi 9 Juni 1982, mereka menuliskan Moch Soebroto melakukan pengusutan atas kekalahan tak wajar klub dikelolanya.
Ternyata, tiga pemain terbukti menerima suap dari cukong judi. Ketiganya pun kena skorsing enam bulan pada Januari 1982.
Saat jalani sanksi, tiga pemain pesakitan yang tak disebut namanya secara lengkap ini gabung tim hanya latihan saja. Tetapi, mereka membuat suasana tim tak kondusif.
Para pemain lain mayoritas dikatakan Moch Soebroto tak kompak karena enggan main bersama para pelaku suap itu. Kondisi ini diperparah mundurnya Liem Wan King.
Moch Soebroto pun mulai kelimpungan karena biaya operasional klub membengkak karena dia sendiri yang menanggung.
Tidar Sakti pun terenggah-enggah menyelesaikan Galatama musim kedua. Pada Mei 1982, petinggi PSIS Semarang mengambil alih klub ini.
Namun efek tak ada keseriusan pengelolaan Tidar Sakti setelah dimiliki pemilik anyar dan pindah dari Magelang ke Semarang, klub ini tenggelam.
Itu terbukti pada Galatama musim ketiga pada 1982-1983, Tidar Sakti sudah tak ada kabarnya lagi sampai kini.
Klub tradisional sekaligus salah satu pendiri PSSI, PPSM Magelang sempat "merger" dengan Tidar Sakti. Mereka memakai nama PPSM Sakti, tetapi itu bukan Tidar Sakti yang murni dari eks-pilar awal Galatama.