- Sebelum jadi pembalap papan atas MotoGP, Fabio Quartararo menjalani karier berliku saat masih mentas di kelas Moto3 maupun Moto2.
- Peruntungan Fabio Quartararo mendadak berubah begitu direkrut Petronas Yamaha SRT untuk menjalani debut MotoGP pada musim 2019.
- Perjalanan panjang ditempuh Fabio Quartararo untuk meraih kesuksesan yang tentunya tak lepas dari bantuan berbagai pihak.
SKOR.id - Fabio Quartararo merupakan salah satu bintang dalam kompetisi MotoGP. Ia konsisten meramaikan persaingan papan atas sejak debut di kelas utama pada 2019.
Sebelum memiliki karier mentereng di MotoGP, Fabio Quartararo ternyata lebih dulu melewati perjalanan berliku saat tampil di kelas Moto3 maupun Moto2.
Dua kali juara dunia FIM CEV Moto3 Junior (2013 dan 2014) itu sebenarnya memulai debut Moto3 pada musim 2015 dengan catatan yang cukup impresif.
Memperkuat Team Estrella Galicia 0,0, Fabio Quartararo yang berstatus pembalap muda potensial mampu dua kali naik podium saat jadi runner up GP Americas dan Belanda.
Sayang, ia mengalami cedera retak pergelangan kaki kanan usai mengalami crash di Sirkuit Misano dalam sesi latihan bebas kedua GP San Marino.
Alhasil, pria kelahiran 20 April 1999 itu harus absen di lima seri beruntun dan menutup musim dengan menduduki peringkat 10 klasemen dengan koleksi 92 poin.
Fabio Quartararo kemudian memutuskan pindah ke Leopard Racing, tim yang mengantar Danny Kent jadi juara dunia Moto3 2015.
Difavoritkan di awal musim, Quartararo justru tampil melempem. Ia banyak berkutat di papan tengah dan finis ke-13 dalam klasemen akhir Moto3 2016 dengan torehan 83 poin.
Periode buruk karier balap pria kelahiran Nice itu pun berlanjut saat naik kelas ke Moto2 dengan memperkuat tim Pons HP40 pada musim 2018.
Sepanjang musim, El Diablo hanya mengumpulkan 64 poin dengan pencapaian terbaik finis keenam di GP San Marino. Ia pun bertengger di peringkat ke-13 klasemen akhir.
Namun, performanya berangsur membaik saat dirinya memutuskan pindah ke tim Speed Up Racing pada musim berikutnya.
Meski masih sering berkutat di papan tengah, Quartararo mampu meraih kemenangan perdananya saat finis terdepan di GP Catalunya.
Ia menutup musim di peringkat 10 klasemen Moto2 2018 dengan torehan 138 poin. Ini jadi kali pertama dirinya mampu mengumpulkan tiga digit angka dalam satu musim.
Berubah Peruntungan di Kelas Utama
Meski memiliki perjalanan karier yang berliku, Fabio Quartararo cukup "beruntung" bisa mendapat tiket promosi ke kelas utama MotoGP pada musim 2019.
Saat itu, Fabio Quartararo direkrut Petronas Yamaha SRT yang tengah menjalani musim perdananya di MotoGP.
Tim satelit Yamaha tersebut sejatinya memiliki sejumlah opsi pembalap yang lebih berpengalaman untuk dijadikan rekan setim Franco Morbidelli.
Namun, pilihan tak populer dibuat Razlan Razali selaku pimpinan Petronas Yamaha SRT dengan merekrut Fabio Quartararo.
Dalam sebuah siniar yang dirilis 2020, Razlan Razali mengaku tak pernah menyangka keputusannya merekrut El Diablo ternyata berbuah manis.
"Jika Anda melihat Fabio, dia tak mencolok di Moto2 2018. Ada sejumlah pembalap lain yang bisa kami ambil karena mereka mampu bersaing di papan atas," katanya.
"Namun, kami memutuskan untuk mengambilnya (Quartararo). Dia sangat spesial dan boom! Dia melakukannya."
"Apakah kami bisa menemukan seseorang yang sama sepertinya? Kami tak tahu. Kami hanya beruntung," kata pria asal Malaysia itu.
Fabio Quartararo pun membayar kepercayaan Razlan Razali dengan tujuh kali naik podium dan enam raihan pole position dari 19 seri MotoGP 2019.
Ia menutup koompetisi dengan bertengger di peringkat lima dengan 192 poin dan berhak atas predikat Rookie of The Year.
El Diablo mengalahkan Joan Mir, Francesco Bagnaia, dan Miguel Oliveira yang punya karier lebih mentereng saat mentas di kelas Moto3 maupun Moto2.
Tren positif Quartararo berlanjut pada musim berikutnya. Ia membuka MotoGP 2020 dengan dua kemenangan beruntun di Sirkuit Jerez (GP Spanyol dan Andalusia).
Sayang, performanya tak konsisten meski sempat sekali lagi menang di GP Catalunya. Akhirnya, ia finis kedelapan pada pengujung musim dengan koleksi 127 poin.
Meski begitu, penampilan kompetitif Quartararo pada musim 2019 dan 2020 telah memikat hati Yamaha. Satu kursi tim pabrikan pun diberikan ke El Diablo untuk musim 2021.
Gelar Juara Dunia Bersejarah
Setelah pindah ke tim Monster Energy Yamaha pada MotoGP 2021, karier Fabio Quartararo secara konsisten terus menanjak.
Berbekal pengalaman yang dilakoni pada dua musim sebelumnya, Quartararo tampil lebih dewasa dan konsisten pada MotoGP 2021.
Quartararo beberapa kali menunjukkan kedewasaan dengan tak lagi ngoyo memburu kemenangan di setiap lomba. Ia seolah sudah tahu kapan harus merasa cukup.
El Diablo pun sukses 10 kali naik podium dari 18 seri MotoGP 2021, di mana lima di antaranya berakhir dengan kemenangan (GP Doha, Portugal, Italia, Belanda, dan Inggris).
Pada akhirnya, Quartararo sukses mengunci gelar juara dunia MotoGP 2021 usai finis kedua di GP Americas atau saat musim masih menyisakan tiga seri.
Ia menutup musim dengan torehan 278 poin atau unggul 26 angka atas pesaing terdekatnya, Francesco Bagnaia (Ducati Lenovo).
Bagi Quartararo, gelar juara dunia MotoGP 2021 tentu sangat berarti sekaligus jadi jawaban atas berbagai keraguan yang mengiringi langkahnya naik ke kelas primer.
Ia juga mencatat sejarah sebagai orang Prancis pertama yang sukses jadi juara dunia kelas primer ajang balap motor Grand Prix sejak 1949.
Lewati Rintangan Cedera dan Manfaatkan Bantuan Psikolog
Sebagai seorang atlet, Fabio Quartararo tentu pernah mengalami masa-masa sulit berkutat dengan cedera.
Seperti yang sudah ditulis sebelumnya, Quartararo pernah menderita cedera pergelangan kaki kanan yang membuatnya absen di lima seri beruntun Moto3 2015.
El Diablo juga pernah bermasalah dengan lengan kanannya yang mengalami cedera arm pump pada 2019.
Meski sudah mendapat tindakan medis, cedera serupa kembali datang dua tahun berselang yang membuatnya kembali naik meja operasi.
Keputusan Quartararo untuk melakoni operasi di tengah musim kompetisi MotoGP 2021, selepas cedera kambuh di GP Spanyol, terbukti tepat.
Ia pulih tepat waktu dan sudah kembali balapan pada seri berikutnya, GP Prancis. Quartararo pun tampil kompetitif sepanjang sisa musim hingga akhirnya jadi juara dunia.
You had to feel for an emotional @FabioQ20 today as arm pump cost him a shot at victory! ????
We hope to see him back fighting fit on home soil at Le Mans! ????#SpanishGP ???????? pic.twitter.com/xpDDvthJHS— MotoGP™???? (@MotoGP) May 2, 2021
Tak hanya fisik, Quartararo juga menaruh perhatian khusus terhadap aspek mental dengan memanfaatkan bantuan psikolog.
Hal ini pertama kali diketahui menjelang musim 2021. Saat itu, ia mengaku menggunakan jasa psikolog selama jeda musim dingin atau pramusim.
Quartararo merasa butuh bantuan psikolog usai menjalani musim roller coaster di MotoGP 2020.
Usai membuka musim dengan dua kemenangan beruntun di Sirkuit Jerez, dan membuatnya memimpin klasemen, Quartararo justru tampil tak stabil.
Ia seperti tertekan dan sempat dua kali menyia-nyiakan peluang meraih kemenangan di GP Prancis dan Aragon meski start dari pole position.
Quartararo tentu tak ingin hal itu kembali terulang pada musim 2021. Terlebih dirinya bakal mendapat tekanan lebih besar usai dipastikan promosi ke tim pabrikan Yamaha.
"Dalam masa pramusim, saya bekerja sama dengan psikolog. Saya merasa semua latihan yang diberikan sangat baik dan membantu saya lebih tenang," katanya saat itu.
"Saat ini, saya hanya memikirkan balapan demi balapan. Ketika saya menang dua kali di Jerez (MotoGP 2020), saya 'takjub' berada di puncak klasemen karena tak pernah ada di posisi itu."
Dengan pola pikir yang baru, Quartararo memang tampil lebih dewasa dan jadi salah satu kunci keberhasilannya menjuarai MotoGP 2022.
Peran Vital Sang Sahabat, Thomas Maubant
Jika Valentino Rossi memiliki Alessio “Uccio” Salucci, maka Fabio Quartararo punya sosok Thomas Maubant.
Pria asal Antibes, Prancis itu tidak hanya menjadi sahabat bagi El Diablo tetapi juga penasihat, koordinator suporter, sekaligus asisten.
Persahabatan keduanya dimulai pada 2015. Meski terpaut enam tahun, Maubant yang lebih tua bisa cepat akrab dengan Quartararo karena merasa punya banyak kesamaan.
“Kami memiliki banyak kesamaan. Karena ia lebih matang ketimbang usianya, saya pun mulai simpati,” ucap Maubant.
View this post on Instagram
Setahun kemudian, Thomas Maubant mulai terlibat dalam karier balap Fabio Quartararo yang saat itu memutuskan berpisah dengan Eduardo Martin selaku manajer.
“Saat itu kami bertukar pikiran dan Quartararo meminta saya mendampinginya pada tiga balapan terakhir musim 2016, yakni GP Jepang, Malaysia, dan Valencia,” kata Maubant.
Sejak momen tersebut, Thomas Maubant seolah tak bisa dipisahkan dari Fabio Quartararo.
Hingga sekarang, Maubant selalu hadir saat El Diablo mengalami masa sulit maupun meraih kejayaan.
Ubah Gaya Balap demi Perbaikan Performa
Dalam sebuah wawancara untuk motorsportmagazine pada Juli 2019, Quartararo mengakui bahwa dirinya punya teknik membalap yang halus.
Ia juga merasa cukup bagus dalam aspek corner speed alias kecepatan saat melaju di tikungan.
Namun, itu adalah sosok Quartararo yang dikenal pada awal kiprahnya di kelas primer. Kini, ia sudah banyak berubah karena harus menyesuaikan diri dengan karakter motor YZR-M1.
Dalam sebuah wawancara untuk Autosport pada Juli 2021, Quartararo mengaku jika dirinya sudah mengubah gaya balap jadi lebih agresif.
Ia mulai kerap melakukan late brake alias mengerem hingga saat-saat terakhir sebelum memasuki tikungan serta tak lagi mengandalkan corner speed.
"Setiap pembalap harus beradaptasi dengan motor. Saya sendiri berkendara dengan cara yang berbeda dibanding tahun lalu," katanya saat itu.
"Gaya balap saya sekarang tidak terlalu alami tetapi bekerja dengan baik. Saya bisa merasakan limit, melaju cepat, dan semuanya berjalan dengan baik."
Tak lagi mengandalkan corner speed, El Diablo tentu harus mengompensasinya dengan tampil cepat dalam aspek lain.
Adaptasi ini bisa dibilang sukses membawa Quartararo jadi pembalap tangguh yang punya kemampuan komplet karena tak hanya mengandalkan satu aspek.
Dukungan Penuh Yamaha untuk Karier Fabio Quartararo
Kecemerlangan karier Fabio Quartararo sebagai pembalap tak bisa dipisahkan dari pengaruh pabrikan asal Jepang, Yamaha.
Seperti yang sudah dipaparkan sebelumnya, El Diablo menjalani debut MotoGP pada musim 2019 dengan memperkuat tim satelit Petronas Yamaha SRT.
Setelah dua tahun ditempa di tim satelit, Yamaha mempercayakan satu kursi tim pabrikan untuk diisi Fabio Quartararo sejak musim 2021.
Bahkan, rider yang identik dengan nomor motor 20 itu juga dijadikan "pembalap utama" Yamaha. Alhasil, perkembangan motor YZR-M1 banyak disesuaikan dengan kehendaknya.
Situasi ini sempat membuat kondisi garasi Yamaha memanas. Maverick Vinales yang sudah memperkuat Yamaha sejak musim 2017 jadi tak kerasan.
Maverick Vinales pun berulah di GP Styria 2021. Saat itu, ia dengan sengaja menggleyer motor sampai melebihi batas maksimal sehingga berpotensi merusak mesin.
Yamaha lantas mengambil sikap tegas. Mereka menskors Maverick Vinales selama dua seri sebelum akhirnya diputus kontrak dan posisinya digantikan Franco Morbidelli.
Keputusan tersebut secara tak langsung melanggengkan langkah Fabio Quartararo sebagai pembalap prioritas Yamaha.
Pabrikan asal Jepang itu juga seolah sudah mantap menyerahkan masa depannya di tangan Fabio Quartararo dengan memperpanjang kontrak sang rider hingga akhir 2024.
Langkah tersebut sekaligus mengakhiri spekulasi kepindahan Fabio Quartararo yang sebelumnya diisukan tengah didekati oleh sejumlah tim.
Berita Fabio Quartararo Lainnya:
Ada ''Peran'' Fabio Quartararo dalam Perpanjangan Kontrak Monster Energy dengan Yamaha
Fabio Quartararo Tak Yakin Dirinya Bisa Pertahankan Gelar Juara MotoGP