SKOR.id – Air – yang tengah tayang di bioskop-bioskop di Indonesia sejak 5 April 2023 lalu – adalah film biografi (biopic) yang menceritakan kisah nyata tentang upaya keras Nike untuk mendapatkan tanda tangan kontrak Michael Jordan dan menciptakan Air Jordan.
Faktanya, bagian utama dari kisah nyata yang tidak dirinci oleh film tersebut akan membuat penonton melihatnya dengan sangat berbeda.
Film biografi tersebut tidak mengikuti Jordan tetapi Sonny Vaccaro (diperankan oleh Matt Damon), yang berperan penting dalam meyakinkan Nike untuk memasukkan seluruh anggaran sponsor 250 ribu dolar AS hanya untuk satu pemain bola basket, Michael Jordan, alih-alih menyebarkan biaya itu ke tiga pebasket NBA dengan level yang lebih rendah.
Sonny memberikan Michael monolog lima menit yang menyentuh ketika mereka pertama kali, yang meyakinkan Michael dan keluarganya bahwa dia dan Nike adalah pasangan yang sempurna.
Meskipun hampir tidak mungkin untuk menceritakan kisah nyata secara akurat mengingat begitu banyak karyawan Nike yang berbeda telah ikut membantu mengembangkan banyak model Air Jordan dan merekrut pemain bola basket, film Air banyak mengubah kisah nyata.
Baik itu bagaimana Sonny dan Michael kali pertama bertemu, atau bagaimana soal anggaran – yang naik drastis dari 250 ribu dolar AS menjadi 2,5 juta dolar AS yang saat itu tiga kali lipat lebih besar daripada kontrak pebasket NBA – film biografi Air penuh dengan setengah kebenaran.
Bagaimanapun, cara terbesar film ini menipu penonton bukanlah dengan mengubah apa yang terjadi, tetapi dengan menyembunyikan kebenaran.
Dalam film tersebut, setelah pertemuan antara Michael Jordan dan Nike, sang pebasket lalu diyakinkan. Beberapa hari kemudian, mereka menyetujui kesepakatan. Namun, film Air mengabaikan satu detail utamanya.
Michael Jordan Masih Inginkan Kontrak Adidas Usai Pertemuan dengan Nike
Film Air ini dengan menarik membahas banyak mitos urban Nike dan Adidas, dan secara akurat menggambarkan betapa kompetitifnya persaingan kedua merek olahraga tersebut pada saat itu.
Di bola basket, pada era awal tahun 1980-an saat itu – tepatnya pada 1984, ketika Michael Jordan berstatus rookie di NBA bersama Chicago Bulls – Nike di ambang kebangkrutan yang salah satunya karena kalah bersaing dengan Adidas dan Converse.
Dan tantangan terbesar yang dihadapi Nike ketika mencoba mencapai kesepakatan adalah seberapa besar Michael Jordan lebih memilih Adidas daripada merek sepatu kets (sneaker) lainnya.
Film ini menggambarkan ketidaksukaan Michael Jordan terhadap Nike. Namun begitu, Sonny memenanginya dengan pidatonya yang menyentak.
Pun demikian, faktanya Jordan tidak pernah dimenangi sepenuhnya oleh pabrikan asal Oregon, Amerika Serikat, itu. Jordan masih ingin pergi dengan Adidas setelah pertemuan dengan para bos Nike yang menawarkannya persentase dari semua keuntungan produk yang mencantumkan namanya.
Seperti dikutip Insider, Jordan memang kembali ke Adidas dan meminta kesepakatan yang sama. Sutradara serial The Last Dance Jason Hehir menjelaskan, “Dia sendiri yang kembali ke Adidas setelah mendapat tawaran dari Nike dan berkata: ‘Kamu yakin?’ Karena jika mereka cocok dengan kesepakatan, dia akan pergi dengan mereka. Jordan benar-benar ingin pergi dengan Adidas.”
Semua tahu, Adidas akhirnya menolak. Namun, jika setuju untuk memberikan Jordan persentase penjualan (seperti yang dilakukan Nike), ia dipastikan segera menandatangani kontrak dengan merek asal Jerman itu.
Jika itu terjadi, sneaker fenomenal Air Jordan yang sampai 2023 ini sudah masuk seri 38 dipastikan tidak akan pernah ada. Parahnya, Nike kemungkinan besar akan bangkrut.
Kesepakatan Itu Hanya karena Uang, Bukan Tekad Sonny Vaccaro
Momen kehidupan nyata ini pada dasarnya merusak makna dan premis dari keseluruhan film dan penandatanganan Michael Jordan dengan Nike pada akhir film. Air adalah tentang pendekatan “ibu dan budaya pop”, seperti butik yang Nike harus tandatangani dengan Michael Jordan dan bagaimana ia terkesan dengan itu.
Pertemuan Jordan dengan Sonny dan Phil Knight (Ben Affleck), salah satu bos dan pendiri Nike, digambarkan sebagai momen yang sangat luar biasa. Tetapi fakta bahwa Jordan mendekati Adidas setelah pertemuan tersebut berarti bahwa kesepakatan itu benar-benar bermuara pada uang dan sama sekali tidak ada yang lain.
Itu membuat panggilan telepon terakhir antara ibunda Michael Jordan, Deloris (Viola Davis), dan Sonny, serta semua upaya Nike yang mengarah ke sana, menjadi kurang istimewa.