- Di tanah Sulawesi Utara sempat beredar tim yang disegani bernama Persma Manado.
- Persma Manado mengalami pasang surut dalam perjalanan karier di Liga Indonesia.
- Skor.id menyajikan fitur kilas balik kiprah Persma Manado sejak awal hingga situasinya saat ini.
SKOR.id - Medio 1990-an, sepak bola Sulawesi Utara punya tim kebanggaan bernama Persma Manado yang kiprahnya terbilang apik.
Persma Manado terbentuk pada 1960 dan memulai kiprah dari kompetisi Divisi Satu (saat ini Liga 2) era Perserikatan.
Kesuksesan Persma Manado mulai terlihat ketika kompetisi sepak bola Indonesia, Galatama dan Perserikatan, dilebur menjadi Liga Indonesia pada 1994-1995.
Pada musim pertama Liga Indonesia era profesional itu, Persma yang dihuni 100 persen pemain lokal tampil trengginas di Divisi Satu.
Menjadi tuan rumah di Grup B, Persma Manado mengandaskan PSSB Bireun (2-0) dan Persedikab Kediri (3-2), serta imbang melawan Persikab Bandung (0-0).
Tujuh poin yang dikoleksi tim beralias Badai Biru itu cukup membawa mereka lolos dari fase grup dengan status tim juara.
Pada babak semifinal yang juga digelar di Stadion Klabat, markas Persma, Yan Kaunang dan kolega mencukur Persis Solo dengan skor 6-0.
Kemenangan atas Persis sekaligus memastikan satu tiket ke Divisi Utama (Liga 1 kala itu) dan akan menghadapi Persikab di babak final.
Persma tumbang 1-2 dari Persikab, tapi itu tak mengubah keadaan bahwa mereka bakal promosi ke Divisi Utama 1995-1996 dengan status runner-up Divisi Satu 1994-1995.
Tim Persma saat itu pun menjadi sorotan. Dibesut pelatih (Alm) Hentje Poluakan, Persma sukses menggabungkan kekuatan pemain senior dan junior.
Pemain senior yang membela Persma kala itu sebut saja Alfrits Tindi, Abner Makatindu, Maxi Waroka, dan lain sebagainya. Sementara pemain muda seperti Hengky Kawalo, Jacky Sumampouw, dan Alen Mandey juga menjadi andalan.
Di samping itu, ada dua pemain yang mencuri perhatian dan disebut sebagai kunci keberhasilan Persma promosi ke kasta tertinggi Liga Indonesia, yakni Francis Wewengkang dan Jan Kaunang.
Sosok Gubernur Gila Bola
Di balik kesuksesan Persma Manado menembus Divisi Utama 1995-1996, ada peran serta pemerintah Sulawesi Utara.
Gubernur Sulawesi Utara periode 1995-2000, Letjen Purn Evert Ernest Mangindaan, adalah sosok pengagum berat sepak bola.
Maklum saja, EE Mangindaan merupakan putra dari Erents Alberth Mangindaan, mantan pelatih timnas Indonesia dan Persma Manado.
Piala Opa EA Mangindaan turut berperan serta dalam kesuksesan Persma musim itu. Tim-tim besar seperti Pelita Jaya Jakarta, Mitra Surabaya, Persebaya Surabaya, dan Gelora Dewata Bali diundang mengikuti turnamen pramusim tersebut.
Tak hanya itu, tim dari Sulawesi Utara seperti Persmin Minahasa dan Persibom Bolaang Mongoundouw jiga ikut ambil bagian.
Walhasil, terciptalah euforia dari eksistensi Persma Manado yang dibesut dengan sepenuh hati hingga lolos ke kasta tertinggi Liga Indonesia.
Aksi Il Phenomenon, Ronaldo da Lima, di Stadion Klabat
Salah satu momen paling bersejarah bagi persepak bolaan Manado terjadi pada 1995. Kala itu, Badai Biru kedatangan "tamu" dari jauh, dari negeri Belanda.
Tim Eredivisie (kasta tertinggi Liga Belanda), PSV Eindhoven, menggelar tur ke Indonesia. Salah satu kota yang dikunjungi adalah Manado.
Dalam rombongan PSV Eindhoven kala itu bercokol banyak pemain bintang timnas Belanda seperti Boudewijn Zenden, Philip Cocu, dan Wilfred Bouma.
Tak hanya itu, PSV yang kala itu dilatih Dick Advocaat juga memiliki pemain muda 18 tahun yang menggemparkan dunia, Ronaldo Luis Nazario de Lima. Ronaldo turut dibawa rombongan PSV ke Indonesia.
Sebelum ke Manado, PSV juga sempat bermain di Surabaya. Tapi Ronaldo tak main pada laga tersebut.
Saat melawan Persma di Stadion Klabat, setelah melalui negosiasi dengan manajemen PSV, Ronaldo akhirnya bermain meski hanya 20 menit.
Alasannya, Ronaldo sudah menjalin kesepakatan untuk menjadi pemain Barcelona. Selain itu, pemain asal Brasil tersebut juga tengah dalam proses pemulihan cedera.
Dilansir dari Tribun Manado, kehebohan langsung mewarnai Stadion Klabat ketika Ronaldo masuk ke lapangan pada menit ke-70.
Sorak sorai penonton makin kencang ketika Ronaldo mempertunjukkan skill olah bola. Peluang sempat didapatkan Ronaldo pada menit-menit akhir pertandingan, tapi bola sepakannya masih bisa diamankan kiper Persma, Rudi Momot.
Sekembali dari Indonesia, Ronaldo langsung pindah ke Barcelona dan namanya makin melejit di sana.
Perjalanan di Divisi Utama
Persma Manado enam musim berlaga di Divisi Utama sejak pertama kali tampil pada musim 1995-1996.
Pada musim pertamanya tersebut, Persma mengikat pemain-pemain asing asal Cile, yakni Rodrigo Araya, Juan Rubio, dan Nelson Sanchez.
Sayang, kiprah Persma tak mentereng. Tim yang dilatih Manuel Vega finis di posisi ke-11 klasemen Wilayah Timur Divisi Utama 1995-1996.
Perombakan terjadi pada musim 1996-1997, pemain asing Persma diisi oleh trio Kamerun, Onana Jules Denis, Ebongue Ernest, dan Jean Pierre Fiala.
Ketiga pemain tersebut merupakan pemain jebolan Piala Dunia bersama timnas Kamerun. Permainan Persma pun terdongkrak.
Setelah menempati peringkat ketiga Wilayah Timur, Persma melenggang ke babak 12 besar Divisi Utama.
Langkah Persma harus terhenti pada fase grup setelah mengoleksi dua angka dari tiga pertandingan di babak 12 besar.
Meski begitu, permainan Persma disanjung karena mampu mengimbangi tim besar, Persib Bandung, dengan skor 0-0 pada laga kedua Grup B.
Persma menjadi salah satu kekuatan yang disegani di wilayah Timur pada waktu itu. Terbukti pada Liga Indonesia keempat musim 1997-1998, Persma kembali kukuh di puncak klasemen.
Hingga laga ke-15, Persma berada di posisi kedua Wilayah Timur dengan poin 24. Mereka hanya berselisih enam angka dari tim Juku Eja, PSM Makassar, yang ada di puncak.
Sayang, sebelum kompetisi musim tersebut selesai, sepak bola Indonesia dihentikan karena krisis dan reformasi yang terjadi di Indonesia.
Reformasi turut membawa dampak besar bagi Persma Manado. Si Babirusa, julukan lain Persma, tak pernah bersinar lagi setelah itu.
Penurunan performa Persma terlihat pada Liga Indonesia 1998-1999, mereka menduduki peringkat ketiga di Grup E Wilayah Timur dan gagal lolos ke babak selanjutnya.
Semusim berselang, Persma menjadi tim papan tengah pada musim 1999-2000 dengan finis di posisi ketujuh Wilayah Timur Divisi Utama.
Puncaknya, Persma harus rela turun kasta pada 2001. Krisis finansial ditengarai menjadi penyebab Persma terdegradasi.
Memainkan 25 pertandingan, Persma hanya satu posisi di atas tim juru kunci alias tempat ke-13. Persma hanya lebih baik dari Putra Samarinda yang mundur setelah menjalani 22 laga.
Persma juga mengalami pengurangan poin karena melakukan empat pergantian pemain saat melawan Pelita Solo.
Persma sempat kembali ke Divisi Utama pada 2007-2008, namun hanya bertahan semusim sebelum degradasi lagi.
Perjalanan Persma di Divisi Utama pun harus berakhir saat itu juga. Lambat laun, Badai Biru semakin kehilangan pendarnya.
Dihukum FIFA hingga Persma Kiwari
Persma Manado sempat dicoret dari keanggotaan PSSI pada 2011 karena mendapat sanksi dari FIFA.
Persma dinilai bersalah karena menunggak gaji pemain asing, serta tak mengikuti kompetisi resmi selama tiga musim berturut-turut (2009-2011).
Persma kemudian muncul kembali dengan embel-embel 1960 pada 4 Juni 2013 karena tak boleh lagi menggunakan nama Manado.
Capaian Persma 1960 jauh jika dibandingkan dengan era 1990-an akhir. Persma lebih banyak berkutat di kasta terbawah, Liga 3.
Pada 2013 Persma 1960 mulai melangkah ke Liga Nusantara Zona Sulawesi Utara dan menjadi juara dua kali beruntun hingga 2014.
Setahun setelah kompetisi sepak bola Indonesia dihentikan FIFA pada 2015, Persma 1960 kembali menjadi juara Liga Nusantara Zona Sulawesi Utara.
Persma 1960 absen pada gelaran Liga 3 2017 dan baru mulai ambil bagian setahun kemudian.
Mereka menduduki peringkat kedua Liga 3 Zona Sulawesi Utara pada 2018, namun gagal promosi ke Liga 2.
Sementara pada Liga 3 2019, langkah Persma terhenti di babak regional Sulawesi setelah menduduki peringkat ketiga Zona Sulawesi Utara.
Persma 1960 juga siap ambil bagian di Liga 3 2020, sayang kompetisi belum sempat bergulir karena pandemi Covid-19.
Hingga kini, tim dari Sulawesi Utara yang sempat tersohor pada masa lalu itu masih belum bangkit dari keterpurukannya.
Tak hanya Persma, sepak bola Sulawesi Utara pun seolah mati suri. Tak ada wakil di kasta tertinggi, hanya Sulut United yang kini berlaga di Liga 2.
Padahal di masa lalu, Sulawesi Utara memiliki tim-tim yang disegani seperti Persma Manado, Persmin Minahasa, dan Persibom Bolaang Mongoundouw.
Ikuti juga Instagram, Facebook, dan Twitter dari Skor Indonesia.
View this post on Instagram
Berita Kilas Balik Lainnya:
Kilas Balik Galatama Edisi Pertama, Dibuka Menteri Orba tetapi Bukan Menpora
Kilas Balik Piala AFC 2013: Kontras Nasib antara Semen Padang dan Persibo Bojonegoro
Kilas Balik Liga Champions Asia 2005: Persebaya dan PSM Kalah Kelas