SKOR.id - Ketua Umum Pengurus Pusat Persatuan Tenis Meja Seluruh Indonesia (PP PTMSI), Komjen Pol (Purn) Drs. Oegroseno, S.H., kembali angkat bicara terkait kisruh seleksi nasional atlet tenis meja menuju SEA Games 2025.
Oegroseno menyebut seleksi tersebut tidak hanya cacat prosedur, tetapi juga menunjukkan indikasi kuat campur tangan politik non-teknis dalam olahraga yang semestinya mengedepankan prestasi.
“Kalau olahraga sudah dijadikan alat negosiasi politik, maka kita sedang membunuh semangat sportivitas di negeri ini,” kata Oegroseno, dalam keterangan resminya baru-baru ini.
Pernyataan itu dilontarkan menyusul tidak dilibatkannya PP PTMSI sebagai federasi resmi yang diakui ITTF dalam proses seleknas.
Ironisnya, sejumlah atlet yang baru saja berprestasi di SEA YOUTH 2025 Jakarta (event internasional tahunan SEATTA) justru tersingkir dari radar seleksi, sementara pihak yang belum terbukti dalam pembinaan justru dilibatkan penuh.
Oegroseno secara terbuka mempertanyakan netralitas Kemenpora (Kementerian Pemuda dan Olahraga) yang dianggap mendukung kelompok tidak sahsecara struktural dan hukum.
Menurutnya, pasal 69 dalam PP No. 46 Tahun 2024 jelas menyebutkan bahwa federasi yang diakui oleh induk internasional (dalam hal ini ITTF) adalah yang sah melakukan pembinaan dan seleksi.
“Saya tidak anti siapa pun. Tapi jangan paksa kami tunduk pada sistem yang keliru. Kemenpora seharusnya jadi jembatan, bukan pelindung kelompok tertentu,” ucapnya.
Atas kondisi ini, PP PTMSI telah mengirim surat resmi ke Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, berisi keberatan formal atas proses seleksi yang dianggap tidak transparan dan sarat konflik kepentingan.
Selain itu, laporan juga telah dilayangkan ke ITTF, demi menjaga kredibilitas Indonesia dalam mata rantai keolahragaan global.
“Kami tidak akan membiarkan atlet kami, yang telah berjuang dan meraih prestasi, didepak begitu saja oleh permainan kepentingan," ujar Oegroseno.
"Ini bukan sekadar konflik organisasi, ini krisis integritas olahraga nasional,” Ia menambahkan.
Dalam upayanya menyuarakan keadilan, Oegroseno meminta agar Kemenpora memfasilitasi pertemuan terbuka antara seluruh pihak yang terlibat, termasuk kelompok Peter Layardi. Ia menolak proses “di balik meja” dan menyerukan seleksi ulang yang adil, terbuka, dan berbasis prestasi.
“Kalau kita mau menang di SEA Games, maka pilihlah yang memang pantas. Bukan yang paling pandai melobi,” tutur Oegroseno.
PP PTMSI menegaskan bahwa pihaknya tidak anti-pemerintah, tidak pula ingin memonopoli pembinaan.
Namun seleksi yang sehat, kata Oegroseno, hanya mungkin terjadi jika Keputusan dibuat berdasarkan fakta dan prestasi, bukan tekanan politik atau manuver organisasi.
“Negara ini butuh prestasi, bukan polemik. Dan olahraga hanya akan berkembang jika diserahkan pada tangan yang tepat, bukan tangan yang penuh intrik,” pungkasnya.