- Mantan bintang NBA, Pau Gasol, pernah bercita-cita menjadi seorang dokter sebelum bermain basket profesional.
- Keinginan itu dipicu oleh apa yang terjadi pada legenda LA Lakers, Magic Johson, yang positif HIV pada awal 1990-an.
- Padahal, ibu Pau Gasol adalah seorang dokter dan sang ayah seorang perawat.
SKOR.id - Jika mimpi Pau Gasol bermain di NBA tidak menjadi kenyataan, dia pasti sudah mengikuti jejak orang tuanya dan mengejar karier di bidang kedokteran.
Alasan itulah mengapa Pau Gasol yang menjadi Rookie of the Year 2002 ini berharap semua orang menawarkan bantuan kepada para tenaga medis yang bekerja keras memerangi Covid-19.
Baca Juga: Bos Dallas Mavericks Sebut Kelanjutan NBA Tergantung Ahli Kesehatan
"Kita harus meluangkan waktu untuk berterima kasih kepada para dokter, perawat, dan para responden pertama yang membantu kita memberantas pandemi ini," ujar Pau Gasol, 39.
Pau Gasol, yang baru tahun ini bermain di negaranya Spanyol setelah 18 musim menjalani kariernya di enam tim NBA, mengajak semua orang melakukan itu karena dia paham dengan tugas para tenaga medis.
Pasalnya, Pau Gasol berasal dari keluarga medis.
Ibu mantan pemain LA Lakers ini, Marisa, adalah seorang dokter. Ayahnya, Agusti, seorang perawat. Keduanya sama-sama mantan atlet bola basket.
Tetapi, bukan faktor mereka yang membuatnya tertarik pada bidang kedokteran.
Keinginan Gasol untuk menjadi dokter justru dipicu oleh sosok bintang LA Lakers era 1990-an, Magic Johnson.
Suatu ketika, Gasol yang pernah memperkuat Chicago Bull dan Milwaukee Bucks ini, pernah mengakui mimpi besarnya itu kepada ESPN.
“Saya ingin menyembuhkan seseorang, saya ingin menyelamatkan hidup seseorang. Saya juga ingin dapat menemukan obat untuk satu kasus penyakit besar.”
Karena Magic Johnson
Pada 1991 ketika ia berusia 11 tahun, Gasol begitu termotivasi untuk menjadi pemain bola basket terkenal seperti idolanya, Magic Johnson.
Dunia seakan runtuh saat Gasol kecil mendengar ketika bintang Lakers itu mengungkapkan bahwa ia positif terjangkit HIV.
Masalahnya, orang-orang pada zaman itu tidak diberi informasi tentang penyakit HIV seperti sekarang. Gasol kecil pun berpikir idolanya itu akan mati.
“Saya pikir, ‘Dia akan mati’. Pada saat itu, HIV-AIDS identik dengan kematian. Saya tidak bisa berhenti memikirkannya,” kata Gasol.
Ada banyak spekulasi tentang bagaimana seseorang bisa terkena virus HIV.
“Anda takut menyeruput kaleng Coke seseorang, makan dari piring yang sama, kena air liur seseorang. Apakah hanya ditularkan lewat darah? Untuk anak 11 tahun, itu menakutkan."
Pada akhirnya Gasol memutuskan untuk jadi dokter, dan benar-benar mendaftar ke fakultas kedokteran di Universitas Barcelona, Spanyol.
Padahal, di saat yang sama, Gasol juga mulai bermain basket secara profesional.
Sayangnya, ketika kariernya mulai menanjak, dia tidak punya waktu melakukan keduanya. Gasol pun hanya terfokus untuk basket.
As @MarcGasol & @PauGasol head to @NBAAllStar.. check out: "Pau Gasol, Life - Vida" - https://t.co/Kz4PP1Ks71 pic.twitter.com/dnsDAnOsCf— NBA (@NBA) February 10, 2015
Tapi, meski meninggalkan dunia kedokteran, Gasol tidak pernah melupakan pelatihan dasar yang diterimanya di sekolah.
Kepala Bedah Ortopedi David Skaggs, dari Children’s Hospital Los Angeles, ingat pertemuan dengan Gasol di rumah sakitnya tujuh tahun silam.
Tak pernah disangkanya Gasol akan bertanya tentang berbagai topik medis yang hanya akan ditanyakan orang yang pernah menjalani pendidikan itu sebelumnya.
Itu sesuatu yang mengejutkan bagi Skaggs, yang tidak bisa percaya bintang NBA bisa tahu istilah-istilah medis yang sangat spesifik.
Baca Juga: Pemerintah Italia Larang Klub Adakan Latihan hingga 13 April 2020
Dalam ruang konferesi rumah sakit, Gasol bertemu para dokter dan menanyakan soal perawatan pasien mereka dengan skoliosis (tulang belakang melengkung).
Gasol bertanya bagaimana mereka memastikan prosedur mereka tidak akan menghambat perkembangan paru-paru si pasien.
"Kita semua saling memandang seperti, ‘Bagaimana dia tahu hal itu’?" kata Skaggs, lalu geleng-geleng kepala.
Bulan berikutnya Skaggs, dengan scrub suit lengkap, telah siap memimpin operasi tulang belakang Gasol. Yang terjadi berikutnya cukup unik.
Sebelum Gasol benar-benar tidak sadarkan diri akibat bius anestesi, dia dan Skaggs saling bicara layaknya kolega ortopedi yang bertemu di ruang operasi.