- Persaingan sengit antara PSMS Medan dengan Persib Bandung di era Perserikatan 1980-an memang layak dilabeli el clasico.
- Sebab, PSMS Medan dan Persib Bandung menjadi barometer kekuatan sepak bola di Indonesia pada era Perserikatan.
- Dari dua kali pertemuan di partai final yang bertajuk el clasico itu, Persib Bandung selalu dipecundangi PSMS Medan.
SKOR.id – Perihal kisah persaingan sengit antartim Indonesia, salah satu rivalitas yang layak mendapat gelar el clasico Indonesia ialah pertemuan antara Persib Bandung dengan PSMS Medan.
Sebab, setiap bentrok yang terjadi antara Persib Bandung melawan PSMS Medan selalu menjadi laga klasik, utamanya pada era Perserikatan dekade 1980-an.
Pada masanya, duel antara dua tim besar ini selalu diwarnai dengan rivalitas yang sengit, baik di dalam maupun di luar lapangan.
Setidaknya, skuad Maung Bandung dan Ayam Kinantan sering beradu sikut pada dua edisi partai final Divisi Utama Perserikatan, yakni 1983 dan 1985.
Final Perserikatan 1983: Maung Bandung Gigit Jari
Duel pertama antara Persib Bandung melawan PSMS Medan pada partai final Perserikatan terjadi pada edisi 1983.
Awalnya, mereka sama-sama tergabung satu grup di Wilayah Barat. PSMS dan Persib bersaing dengan Persija Jakarta, Persiraja Banda Aceh, dan PSP Padang.
PSMS Medan saat itu sukses keluar sebagai juara grup setelah meraup 12 poin dari delapan pertandingan. Sementara Maung Bandung harus puas di posisi runner-up dengan koleksi 11 poin.
Posisi itu mengantarkan keduanya melanjutkan persaingan pada babak empat besar Perserikatan 1983. Dua tim lain yang jadi pesaing ialah Persebaya Surabaya dan PSM Ujungpandang.
Pada babak ini, Maung Bandung gantian menjadi jawara grup. Dari total tiga laga, mereka sukses menyapu bersih seluruhnya dengan kemenangan.
Sementara itu, PSMS Medan harus puas menguntit di posisi kedua karena hanya mampu meraih satu kemenangan. Adapun dua laga lain masing-masing berakhir dengan imbang dan kekalahan.
Dengan hasil itu, Persib dan PSMS berhak tampil pada babak perserikatan. Ketika itu, duel tersaji di Stadion Utama Senayan (saat ini SUGBK), Jakarta, 10 November 1983.
Selama waktu normal, Maung Bandung dan Ayam Kinantan sama-sama gagal mencetak gol. Skor kacamata membuat laga harus dilanjutkan ke babak adu penalti.
Persib yang di atas kertas lebih diunggulkan justru harus gigit jari. Mereka kalah 2-3 dari PSMS Medan saat melakoni babak tos-tosan.
Gelar juara pun akhirnya menjadi milik PSMS Medan, sementara Persib harus puas dengan predikat sebagai runner-up.
Final Perserikatan 1985: Ayam Kinantan Kembali Jinakkan Maung Bandung
Persaingan sengit antara Persib Bandung dengan PSMS Medan masih berlanjut pada kompetisi Perserikatan edisi 1985.
Keduanya masih menjadi dua tim terkuat di Wilayah Barat. Pada babak penyisihan, Persib dan PSMS sempat berjumpa dua kali. Namun, seluruhnya berakhir seri.
Pada akhir fase ini, skuad Maung Bandung lolos ke babak enam besar setelah berada di puncak klasemen, sementara PSMS duduk di peringkat ketiga, di bawah Perseman Manokwari.
Namun, ketika keduanya berjumpa pada babak enam besar, PSMS Medan menjadi tim yang lebih unggul karena sukses menjinakkan Maung Bandung dengan skor 1-0.
Hasilnya, Ayam Kinantan melaju ke partai final sebagai juara grup dengan koleksi tujuh poin dari lima laga.
Adapun Maung Bandung, sukses merebut tiket ke fase puncak dengan koleksi enam poin. Mereka unggul produktivitas gol atas PSM Ujungpandang yang memiliki koleksi serupa.
Pada pertemuan di partai final, Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, penuh sesak dengan suporter dari kedua tim.
Saat itu SUGBK yang berkapasitas 120 ribu penonton dipadati oleh bobotoh dan suporter PSMS. Bahkan, kapasitas stadion tak mampu membendung animo suporter.
Sebab, jumlah penonton saat itu ditaksir mencapai 150 ribu jiwa. Imbasnya, jumlah ini membuat penonton meluber hingga pinggir lapangan.
Sayangnya, nasib baik belum juga berpihak pada Persib. Pada pertemuan kedua pada grand final 1985, Persib kembali ditaklukkan PSMS dengan skor 1-2.
Lagi-lagi pemenang ditentukan dari drama adu penalti, setelah kedua tim berbagi angka 2-2 pada waktu normal, injury time, hingga babak tambahan.
Kesaksian Pemain soal Munculnya Label El Clasico
Panasnya persaingan antara Persib Bandung dengan PSMS Medan memang tergambarkan dari dua pertemuan mereka pada partai final Perserikatan.
Mantan pemain Persib Bandung, Robby Darwis, menyebut bahwa saat itu kedua tim menjadi barometer kekuatan sepak bola di Indonesia, meski bermain di kompetisi amatir.
"Karena pertemuan kedua klub adalah barometer sepak bola Indonesia saat itu. Dua klub yang paling konsisten mempertahankan prestasi terbaiknya," ujar Robby.
"Pencinta sepak bola nasional pun selalu menomorsatukan Perserikatan daripada Galatama. Bahkan, wartawan olahraga juga lebih intens," Robby menambahkan.
Sementara itu, Adeng Hudaya, legenda lainnya Persib, juga tak menampik bahwa persaingan sengit kedua tim memang membuat duel ini terasa istimewa, baik bagi suporter maupun pemain yang bertarung.
"Laga ini sangat bersejarah. Betul kami kalah lagi. Nyesek memang. Tapi ada harunya juga. Yang nonton itu kata data yang saya baca di koran (lebih dari) 100 ribu," ucap Adeng.
"Itu juga barangkali yang membuat laga Persib vs PSMS disebut el clasico Indonesia. Karena itu benar-benar laga besar," libero andal Persib ini menambahkan.
View this post on Instagram
Berita Kilas Balik Lainnya:
Kilas Balik PSMS Medan 1985: Rekor Abadi di Final Lawan Persib Bandung
Kilas Balik Persib Bandung 1986: Ditolong Perseman hingga Juara di Brunei Darussalam
Kilas Balik PSM Makassar 1999-2000: Juara dengan Dominan, Cuma 2 Kali Tumbang dalam Semusim