SKOR.id – Usai mengakuisisi Tim Jaguar Racing Formula One (F1) dari Ford pada 15 November 2004, perusahaan minuman berenergi asal Austria, Red Bull, mulai mewujudkan ambisi untuk turun di kejuaraan balap mobil paling bergengsi di dunia, F1.
Mulai turun di F1 pada musim 2005 dengan nama Red Bull Racing, dua sasis RB1 bermesin Cosworth TJ2005 3.0 V10 digeber oleh David Coulthard dan Christian Klien. Christian Horner diangkat sebagai bos tim dan masih menjabat Prinsipal Tim Red Bull hingga kini.
Memasuki musim ke-21 turun penuh, semua tahu apa saja yang diraih tim yang kini bernama lengkap Oracle Red Bull Racing tersebut. Red Bull mampu mendominasi F1 hanya dalam dua dekade berkiprah.
Apa saja faktor yang membuat Red Bull Racing begitu kuat dalam kurun waktu 20 tahun terakhir?
Skor.id akan coba membahasnya secara detail dalam Skor Special edisi kali ini. (Skor Special adalah artikel yang akan memberikan perspektif berbeda setelah Skorer membacanya dan artikel ini bisa ditemukan dengan mencari #Skor Special atau masuk ke navigasi Skor Special pada homepage Skor.id.).
Red Bull Racing berhasil menguasai F1 dalam dua periode, pertama lewat Sebastian Vettel lalu Max Verstappen. Red Bull merebut kemenangan Grand Prix (GP) pertamanya di F1 pada 2009 (tepatnya di GP Cina pada 19 April 2009).
Antara 2005 sampai 2024, Red Bull berhasil merebut delapan gelar juara dunia pembalap, masing-masing empat melalui Vettel (pada 2010, 2011, 2012, 2013) dan Verstappen (2021, 2022, 2023, 2024).
Menariknya, Red Bull hanya mampu memenangi enam Kejuaraan Konstruktor, tepatnya saat menyandingkan trofi dengan Vettel dan dua lainnya (2022, 2023) ketika Verstappen juga juara dunia. Mercedes dan McLaren berhasil mencuri gelar konstruktor dari Red Bull ini masing-masing pada tahun 2021 dan 2024.
Skor.id akan coba menguraikan apa saja faktor yang membuat tim yang bermarkas di Milton Keynes, Inggris, ini begitu superior di F1.
Kekuatan Finansial dan Investasi
Pemilik Red Bull berani menggelontorkan anggaran yang sangat, memungkinkan mereka berinvestasi besar-besaran dalam penelitian dan pengembangan, menarik insinyur maupun teknisi top, dan mendapatkan pembalap papan atas.
Tidak hanya teknisi dan pembalap hebat, dengan kekuatan finansialnya Red Bull juga memikirkan investasi dengan membangun berbagai fasilitas untuk tim F1 mereka seperti Red Bull Technology Limited dan Red Bull Advanced Technologies (RBAT), serta akademi pembalap yang dinamai Red Bull Junior Team.
Adrian Newey
Adrian Newey memang tidak akan bersama Red Bull mulai musim depan (karena bergabung ke Aston Martin). Namun kedatangannya ke Red Bull pada Februari 2006 silam menjadi salah satu kunci sukses tim tersebut merebut 14 gelar di F1 dalam 14 tahun terakhir.
Sebelum bergabung ke Red Bull, mobil-mobil rancangan Newey berhasil merebut enam gelar juara dunia konstruktor (5 untuk Williams dan 1 McLaren) dan enam pembalap (4 Williams dan 2 McLaren).
Kemampuan Newey melakukan inovasi pada desain aerodinamika terbukti mampu meningkatkan performa mobil secara signifikan.
Pendekatan Inovatif dalam Mengembangkan Teknologi
Di bawah pimpinan Newey sebagai chief technology officer, Red Bull Racing berani mengambil risiko dan mendorong batas-batas yang mungkin, sehingga mengarah pada pengembangan teknologi mutakhir.
Tim ini secara konsisten memproduksi mobil-mobil dengan aerodinamika luar biasa, yang memungkinkan downforce (gaya tekan ke darat) ideal sehingga memiliki stabilitas tinggi baik di lintasan lurus maupun tikungan.
Pembalap Hebat dan Red Bull Junior Team
Kemampuan finansial yang hampir tak terbatas dimaksimalkan benar oleh Red Bull saat memutuskan turun di Formula 1. Empat tahun sebelum turun di F1, mereka sudah mendirikan semacam akademi pembalap yang dinamai Red Bull Junior Team.
Red Bull Junior Team yang dibuat pada 2001 sebagai program Red Bull untuk mengembangkan pembalap di Eropa itu telah menghasilkan sederet pembalap hebat.
Christian Klien menjadi lulusan Red Bull Junior yang pertama menembus F1 pada 2004. Sedangkan padaa 2008, Sebastian Vettel menjadi pembalap jebolan Red Bull Junior yang memenangi Grand Prix di F1.
Lima lulusan Red Bull Junior: Vettel, Daniel Ricciardo, Verstappen, Pierre Gasly, dan Carlos Sainz Jr masing-masing sudah mampu memenangi minimal satu GP di F1.
Liam Lawson yang kini mendampingi Verstappen, juga jebolan Red Bull Junior. Bergabung di Red Bull Junior sejak 2019, Lawson adalah reserve driver untuk Red Bull Racing dan AlphaTauri—nama terakhir berganti nama menjadi RB alias Racing Bulls F1 Team sejak 2024—dari tahun 2022 sampai 2024.
Dengan adanya Red Bull Junior, Red Bull Racing tidak terlalu sulit untuk mendapatkan pembalap berkualitas. Biasanya, para pembalap muda ini lebih dulu dikirim untuk memperkuat RB.
Budaya Tim
Di bawah kepemimpinan Christian Horner, Red Bull memupuk budaya ambisi, sangat berani mengambil risiko, dan perbaikan berkelanjutan hingga mendorong batasan dalam peraturan olahraga.
Pendekatan Strategis
Red Bull selalu menunjukkan pengambilan keputusan strategis yang kuat selama balapan, dan sering kali memanfaatkan peluang untuk mendapatkan keuntungan. Tim ini juga tidak takut untuk menjelajah ke hal yang tidak diketahui dengan strategi ambisius, baik di dalam maupun di luar lintasan.
Red Bull Racing juga memiliki kelompok kecil dalam hal proses pengambilan keputusan, yang telah membantu mereka mempercepat menuju hasil yang luar biasa.