SKOR.id - AC Milan seperti bintang yang jatuh. Kekalahan dari Bologna, 1-2, pada Jumat (28/2/2025) dini hari WIB tadi semakin menegaskan I Rossoneri dalam krisis.
Kekalahan tersebut merupakan kekalahan kedua secara beruntun di Liga Italia 2024-2025 setelah sebelumnya tim asuhan Sergio Conceicao ini kalah dengan skor yang sama dari Torino.
Dua kekalahan tersebut membuat AC Milan kini tidak pernah menang dalam empat laga terakhir di semua ajang. Dua laga lainnya terjadi di play-off 16 besar Liga Champions 2024-2025.
Dalam dua laga tersebut, I Rossoneri kalah dan kemudian imbang lawan klub asal Belanda, Feyenoord. Dengan demikian, Rafael Leao dan kawan-kawan sudah terlempar dari ajang Liga Champions musim ini. Namun, bagaimana dengan musim depan?
Kekalahan dari Torino dan Bologna membuat mereka semakin jauh dari empat besar atau zona Liga Champions klasemen sementara Liga Italia 2024-2025.
Kekalahan dari Bologna membuat AC Milan kini tertinggal 8 poin dari klub peringkat keempat yaitu Juventus. I Rossoneri tetap dengan 41 poin dan berada di peringkat ke-8 sedangkan Juventus dengan 49 poin.
Tentu saja, masih ada peluang bagi AC Milan untuk bersaing berada di empat besar. Namun, jika mereka bermain seperti saat menghadapi Torino dan Bologna, peluang untuk meraih tiket Liga Champions akan sangat sulit.
Lalu, apa yang membuat AC Milan terlihat semakin sulit untuk meraih kemenangan?
Banyak faktor, namun setidaknya ada lima yang dapat dikedepankan.
Berikut ini, lima persoalan terbesar AC Milan yang harus segera diselesaikan jika ingin tetap bermain di Liga Champions musim 2025-2026 nanti:
1. Serangan Tidak Efektif
AC Milan memiliki peluang mencetak gol dalam setiap pertandingan. Bahkan, rata-rata kemungkinan di angka dua gol per laga.
Namun demikian, semua itu seringkali diciptakan dengan strategi serangan balik atau dari inisiatif individu pemain.
Dalam hal ini, tidak ada ide yang jelas dan kepastian terkait alur permainan. Semua ini di antaranya disebabkan karena perubahan peran dari Tijjani Reijnders.
Dibandingkan era kepelatihan Fabio Fonseca, posisi atau peran Tijjani Reijnders kini lebih mundur.
Pemain asal Belanda ini bermain sebagai salah satu dari dua gelandang di belakang trio lini serang (di depan pertahanan) dalam pola 4-2-3-1.
Menurut pers Italia yaitu La Gazzetta dello Sports, ketika menghadapi Bologna, Tijjani Reijnders bermain 20 meter lebih ke belakang.
Dalam beberapa situasi atau permainan dia tampak sebagia pemain berbahaya namun dalam fase lainnya seperti pemain yang terpinggirkan.
Pelatih Sergio Conceicao mulai mencoba menempatkan posisi yang dimainkan Tijjani Reijenders sebelumnya kepada Joao Felix.
Tanpa Tijjani Reijnders di lini serang, AC Milan kehilangan kreativitas dan agresivitas dalam melakukan serangan.
2. Minimnya Konsentrasi
Persoalan utama AC Milan sepanjang musim 2024-2025 ini tiada lain seputar kesalahan yang dilakukan individu, minimnya konsentrasi. Baik itu kartu (kartu merah), gol bunuh diri, penyerang yang terisolasi di area lawan, hingga penalti yang gagal.
Sejumlah pemain yang membuat eror tersebut seperti Mike Maignan (kiper), Theo Hernandez (bek kiri), Strahinja Pavlovic dan Malick Thiaw (bek tengah), atau bahkan Rafael Leao.
Secara umum, deretan pemain tersebut tidak mampu fokus pada permainan, tidak mampu mempertahankan konsentrasi setelah gol tercipta atau di awal babak, dan tidak mampu mengambil keputusan-keputusan kecil yang membuat mereka seharusnya menjadi protagonis.
3. Joao Felix
Pemain baru yang seharusnya menjadi solusi justru memberikan persoalan bagi AC Milan. Ya, dia adalah Joao Felix, yang bergabung pada bursa transfer Januari 2025 lalu dari Chelsea dengan status pinjaman.
Dalam laga lawan Bologna terlihat jelas. Joao Felix dalam laga tersebut hanyalah gelandang serang yang justru tidak dapat terkoneksi dengan rekan-rekan setimnya. Bahkan, Joao Felix kesulitan untuk beroperasi di sekitar daerah pertahanan lawan.
Dalam 61 menit bermain ketika menghadapi Bologna, Joao Felix hanya membuat 8 operan.
Pemain asal Portugal ini juga tidak dapat melepaskan tembakan yang tepat mengarah ke gawang. Aspek ini yang membuat perannya sebagai gelandang serang dipertanyakan.
Kemungkinan yang terbaik adalah mengubah peran dan posisinya, atau sebagai pemain yang khusus diturunkan sebagai cadangan di babak kedua.
Ketika menghadapi AS Roma, performanya sangat bagus setelah dia tampil sebagai pemain pengganti di babak kedua.
4. Duet di Jantung Pertahanan
Pelatih Sergio Conceicao memilih Malick Thiaw dan Strahinja Pavlovic sebagai duet bek tengah. Keduanya pasangan starter di jantung pertahanan.
Pilihan ini tampaknya dari faktor fisik keduanya yang memang kuat. Sergio Conceicao juga lebih menyukai bek tengah yang mengetahui cara bertahan dan juga menyerang sampai 30 meter dari gawang.
Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Bersama duet ini di jantung pertahanan, AC Milan lebih sering bertahan begitu rendah sampai ke jantung pertahanan. Dalam hal ini, jarang keduanya membentuk pertahanan hingga ke tengah.
Ketika lawan Bologna, Stranja Pavlovic faktanya mengalami kekalahan dalam duel dengan Dan Ndoye.
Bahkan di babak pertama Stranja Pavlovic dia sudah dikejutkan dengan bola vertikal yang membuatnya kesulitan mengejar bola tersebut.
Ada satu pemain yang justru terlupakan yaitu Matteo Gabbia. Ketika masih bersama pelatih Paulo Fonseca, Matteo Gabbia menjadi bek yang justru berhasil masuk Timnas.
Namun, kini Matteo Gabbia justru seperti tidak dianggap dan terlupakan.
5. Peran Zlatan Ibrahimovic
AC Milan memiliki seorang CEO yang juga membuat keputusan penting dalam bursa transfer yaitu Giorgio Furlani. Lalu ada Goeffrey Moncada yang berposisi sebagai direktur teknik.
Keduanya memiliki peran yang kuat dalam segala hal. Namun demikian, ada satu peran yang disebut dengan Penasihat Senior dan itu adalah Zlatan Ibrahimovic.
Dalam struktur manajemen AC Milan, Zlatan Ibrahimovic tidak termasuk di dalamnya. AC Milan justru tidak memiliki seorang direktur olahraga, padahal itu menjadi posisi yang sangat penting dalam sebuah klub.
Pers Italia, Tuttosport mengabarkan pada Kamis kemarin bahwa AC Milan tertarik menjadikan Nicolas Burdisso, eks direktur olahraga Fiorentina sebagai calon untuk posisi tersebut.