- Atlet paralimpik Blake Leeper banding atas putusan World Athletics yang melarangnya berkompetisi dengan atlet normal.
- Sprinter yang terlahir tanpa dua kaki bagian bawah itu bermimpi tampil dalam Olimpiade.
- Tim kuasa hukumnya berhasil memenangi kasus Oscar Pistorius pada 2008.
SKOR.id – Blake Leeper terus memperjuangkan mimpinya. Ia berharap dunia memberinya kesempatan untuk menjadi sprinter disabilitas Amerika Serikat (AS) pertama di Olimpiade.
Per tanggal 27 Februari, Blake Leeper, asal California, AS, mengajukan banding atas keputusan World Athletics yang diterimanya sembilan hari sebelumnya.
Intinya, World Athletics menganggap atlet paralimpik itu tidak memenuhi syarat untuk bisa berlomba melawan atlet normal di kompetisi internasional, termasuk Olimpiade 2020 Tokyo.
Poin utama yang dipermasalahkan World Athletics adalah prosthetic blade atau bilah kaki palsu Leeper, memberinya keuntungan atas pesaingnya yang sehat.
Namun Blake Leeper merasa optimistis memperjuangkan kasusnya karena dia dibantu oleh Jeffrey Kessler dan David Feher dari kantor hukum Winston & Strawn LLP.
Ini menarik karena Winston & Strawn LLP sebelumnya juga mewakili atlet paralimpik peraih medali Olimpiade, Oscar Pistorius, dalam kasus serupa. Dan, mereka menang.
Pada 2008, Pengadilan Arbitrase Olahraga (CAS) memberikan izin Pistorius untuk ikut berkompetisi dalam semua event yang disetujui oleh World Athletics.
Dan, pada Olimpiade 2012, pelari asal Afrika Selatan tersebut memastikan kaki prostesisnya berlari dalam nomor 400 meter putra.
Perbedaan terbesar antara kasus Pistorius dan Leeper adalah bahwa beban pembuktian justru diberikan kepada sang atlet, alih-alih oleh World Athletics.
Dalam kasus Pistorius, World Athletics yang harus membuktikan bilah pedang kaki palsu si atlet tidak memberinya keuntungan saat berlomba.
Sekarang, Blake Leeper yang harus membuktikan kaki palsunya tidak akan memberinya keuntungan dari lawan-lawannya yang berfisik sehat.
Sebenarnya kasus ini tidak akan berlanjut jika World Athletics mempertimbangkan penelitian dari Alena Grabowski.
Baca Juga: Sempat Gagal Tes Medis di AC Milan, Antonee Robinson Punya Masalah Jantung
Perempuan itu seorang profesor di University of Colorado-Boulder yang membandingkan lima pengukuran kaki prostetik dengan kaki biologis.
Ternyata Grabowski tidak menemukan bukti bahwa kaki prostetik memberikan keuntungan bagi pemakainya. World Athletics menolak aplikasi tersebut.
Leeper memulai perjuangannya pada Juli tahun lalu, dan sejak itu atlet paralimpik 30 tahun tersebut tidak diberi kesempatan berkompetisi dalam Kejuaraan Dunia 2019 di Qatar.
Padahal Leeper finis kelima di final lari 400 meter di Kejuaraan Luar USATF 2019 di USATF, dengan catatan waktu yang memenuhi syarat untuk Kejuaraan Dunia.
Leeper dan kuasa hukumnya pun beralih ke CAS demi memperjuangkan hak berkompetisi yang sama untuk para atlet disabilitas. Tim kuasa hukumnya fokus pada dua poin utama.
Pertama, tindakan menempatkan beban pembuktian pada Leeper adalah melanggar hukum, mengutip banding Pistorius pada 2008.
Bahwa World Athletics tidak mematuhi ketentuan anti-diskriminasi dalam Konvensi tentang Hak-Hak Penyandang Cacat dan Konvensi Eropa tentang Hak Asasi Manusia.
Yang kedua, meskipun beban pembuktian jatuh pada Leeper, tidak ada bukti bahwa sang atlet memiliki keunggulan kompetitif.
“Keputusan World Athletics untuk saya itu merupakan pukulan berat bagi para atlet penyandang disabilitas,” ujar Blake Leeper.
“Saya hanya ingin kesempatan yang adil. Saya mau tampil di Olimpiade melawan pelari terbaik di dunia, dan menunjukkan saya bisa bersaing dengan mereka,” ia menambahkan.