- Para orangtua sering kali menganggap anak-anak mereka aman karena saat online mereka diam.
- Padahal, ada bahaya serius yang mengintai keselamatan anak-anak tersebut.
- Merujuk pada kasus di Inggris, berikut ancaman online bagi anak-anak itu.
SKOR.id - "Para orangtua menganggap anak aman karena saat online mereka diam, tetapi mereka tidak tahu apa yang anak-anak itu tonton," kata Nic Wetton, kepala sekolah JH Godwin Primary School di Chester, London, Inggris.
Dia memperingatkan keheningan mereka itu sering menyesatkan. "Anak-anak dapat trauma dengan video mengerikan yang mereka lihat secara online," kata pendidik yang tercatat memiliki 180 murid berusia dari empat setengah hingga sebelas tahun dalam asuhannya.
Wetton mengungkapkan dia melihat anak-anak berusia enam tahun bermain game komputer online dengan level 12. "Kami memiliki kasus anak-anak yang membutuhkan obat untuk tidur. Ini sangat mengkhawatirkan".
Beberapa anak datang ke sekolah menjadi lalai di kelas lantaran mereka terjaga sepanjang malam, bermain di perangkat elektronik seperti tablet atau ponsel.
Satu kegilaan yang berlangsung baru-baru ini adalah melihat siapa di grup WhatsApp yang bisa bertahan online paling lama - pemenangnya mengirim pesan pada pukul 04:00.
Selain menonton konten online yang tidak pantas, ataupun begadang, anak-anak yang online tanpa pengawasan, sangat rentan terhadap pedofil.
Isu-isu ini akrab bagi Rachel O'Connell. Dia telah menyelidiki pelecehan anak secara online, bekerja pada teknik statistik untuk mengidentifikasi pelaku.
Selama penelusurannya, O'Connel sengaja online dengan menyamar sebagai anak berusia delapan tahun yang tidak memiliki teman di sekolah.
Pemahamannya tentang pola pikir para pemangsa itu sangat luas dan mengerikan, misalnya, dia mengatakan bahwa anak-anak yang tidak memiliki teman sering menjadi sasaran: "Mereka mencari itu," jelasnya.
O'Connell mengunjungi sekolah dan menemukan banyak orang tua tidak tahu aplikasi mana yang dapat diakses anak-anak mereka.
"Menempatkan selfie telanjang secara online tampaknya menjadi ritus peralihan sekarang," katanya. "Orangtua merasa mereka tidak tahu bagaimana cara menjadi orangtua 'digital', mereka bisa merasa tidak berdaya. Kita perlu pengawasan."
Salah satu masalah yang signifikan adalah bahwa anak-anak dapat menjadi sasaran saat menjelajahi situs-situs yang secara teoritis terlarang bagi kaum muda.
Jadi, mencegah anak-anak mendapatkan akses ke salah satu situs tersebut akan membantu mengatasi masalah tersebut.
Bisnis yang didirikan oleh O'Connell, TrustElevate, didasarkan pada prinsip Zero Data - yakni menetapkan apakah seorang anak harus diizinkan untuk masuk ke layanan tetapi tanpa memberikan detail pribadi apa pun tentang anak tersebut.
O'Connell telah menguji coba teknik Zero Data dengan operator telepon seluler Inggris, EE. Dia ingin membuat aplikasi akses keluarga yang akan menyaring pengguna untuk usia mereka dan meminta persetujuan orang tua.
Perangkat lunak TrustElevate menghasilkan token yang hanya berisi rentang usia anak dan tidak ada informasi pribadi, informasi yang memungkinkan penyedia layanan untuk memeriksa calon pengguna baru.
Meskipun penyedia layanan dapat memblokir akses, jika detailnya tidak sesuai dengan izin yang dimiliki sistem, token tidak dapat dieksploitasi untuk mendorong layanan atau produk lain ke anak.
Jenis alat teknis ini membantu, tetapi sekolah juga melakukan perlawanan.
Di JH Godwin School, Wetton menyelenggarakan lokakarya keselamatan online, di mana para orangtua diundang untuk membawa laptop agar mereka dapat mengunduh aplikasi keselamatan dan kontrol orang tua.
Namun, hanya frustrasi yang didapat sang kepala sekolah. Atensi orangtua tidak maksimal. Dia telah mengatur lokakarya, sayangnya hanya satu orangtua muncul dari 150 yang memiliki anak di sekolahnya.
Wetton bahkan mencoba pendekatan taktis, menempatkan pembicaraan keamanan online di atas acara populer, seperti sesi bingo Natal atau Paskah. Namun, dia malah menuai ejekan dari orang-orang yang merasa bahwa mereka tidak boleh diceramahi saat keluar malam.
Alhasil, sekolah hanya dibiarkan bekerja dengan langkah-langkah praktis untuk melindungi anak-anaknya dari kontak online yang berbahaya.
Misalnya, Wetton menyarankan untuk tidak mengenakan jumper bermerek sekolah saat menggunakan TikTok. "Jika anak-anak melakukan itu, siapa pun yang menonton akan mengetahui di mana mereka akan berada pada pukul 0800 dan 1600."
Dia percaya aplikasi keamanan online harus dimuat di depan ke perangkat apa pun yang mungkin digunakan anak.
"Tentunya, itu lebih baik daripada menunggu pandemi kesehatan mental di usia yang sangat muda? Plus, game komputer bisa membuat ketagihan. Jika kita tidak melindunginya, kita membuat anak-anak yang kelelahan datang ke sekolah, dan itu seperti mencoba mengajari bejana kosong yang tidak akan terisi."
Dia ingin melihat perusahaan teknologi harus ikut dibuat merasa bertanggung jawab untuk menjaga, melalui langkah-langkah seperti perangkat lunak verifikasi usia.
O'Connell, mengatakan pemerintah harus berbuat lebih banyak untuk mengatur akses anak-anak ke permainan dan situs web. "Tidak ada pengawasan terhadap hal itu saat ini, tidak ada pengawasan terhadap dampaknya."
Online Harms White Paper - Buku Putih Online Harms - Pemerintah Inggris yang diterbitkan pada tahun 2019, melaporkan bahwa anak-anak berusia 12-15 tahun menghabiskan lebih dari 20 jam seminggu untuk online.
Dan salah satu regulator Ofcom menyatakan bahwa 79% dari kelompok itu telah mengalami setidaknya satu pengalaman online yang berpotensi berbahaya pada tahun sebelumnya.
RUU Keamanan Daring, saat ini sedang diuji di hadapan Parlemen, akan memperkenalkan kewajiban untuk melindungi anak-anak dari materi yang berbahaya, atau tidak pantas.
RUU tersebut tidak menetapkan alat teknologi mana yang harus digunakan untuk melakukan ini, tetapi Ofcom dapat menanggapi kegagalan untuk melindungi anak-anak dengan merekomendasikan penggunaan sistem verifikasi usia.
Berbicara pada BBC News, Chris Philp, Menteri Teknologi dan Ekonomi Digital, menjelaskan apa yang dia yakini akan menjadi lingkungan operasi yang jauh lebih ketat untuk platform online di masa depan.
"Jika platform menginginkan anak-anak menggunakan layanan mereka, mereka perlu melindungi anak-anak itu dari mengakses konten yang berbahaya atau tidak pantas. Jika layanan mereka ditujukan untuk orang dewasa, mereka perlu mencegah akses di bawah umur."
Dia menegaskan bahwa sekolah dan orangtua yang bergulat dengan bahaya online akan terbantu oleh tindakan pemerintah yang ketat. "Mereka yang gagal mematuhi, akan menghadapi denda besar dan berisiko layanan mereka diblokir dari akses di Inggris."
Di JH Godwin School, tindakan perlindungan yang lebih ketat akan disambut dengan hangat.
Wetton menggambarkan jurang pemisah antara seberapa besar teknologi menyajikan peran mereka dalam masyarakat sebagai konsekuensi positif dan konsekuensi yang tidak diinginkan di dunia nyata.
"Layanan streaming langsung seharusnya menyatukan 'orang-orang berpikiran sama', tetapi pada kenyataannya itu berarti pemangsa menggunakan istilah pencarian seperti 'gadis menari'."
Dia tahu teknik yang digunakan para pedofil, seperti mencocokkan "langkah" mereka dengan korban yang mereka tuju. "Orang-orang ini sabar ketika bekerja untuk memikat seorang anak, jadi kita harus membuka mata mereka (untuk potensi bahaya) itu."***
Baca Juga Berita Bugar Lainnya:
Ini Penyebab Mabuk Kendaraan pada Anak-anak dan Cara Mencegahnya
Studi: Anak-anak yang Bermain dalam Olahraga Tim Cenderung Memiliki Kesehatan Mental Lebih Baik
Ada Baiknya Anak-anak Mulai Dilarang untuk Makan di Depan Layar, Ini Alasannya