- Berikut ini wawancara eksklusif Skor.id bersama dengan legenda Persib Bandung, Aji Nurpijal.
- Aji Nurpijal berbagi kisah saat menjadi bagian dari Persib, dapat julukan Si Rambo, hingga akhirnya dilepas dan karier lanjutannya.
- Sudut pandang soal perkembangan sepak bola Indonesia, memilih jadi pelatih hingga mengorbitkan Ginanjar Wahyu juga dibeberkan Aji Nurpijal.
SKOR.id - Aji Nurpijal merupakan salah satu legenda Persib Bandung yang mempunyai lika-liku di dunia sepak bola Indonesia.
Selama berkarier di dunia sepak bola, pemain bertahan itu mengaku sudah melewati banyak situasi, mulai dari hal yang menyenangkan hingga sangat dirugikan.
Lelaki kelahiran 26 Mei 1981 ini sekarang memilih jalan untuk terjun ke dunia kepelatihan pemain usia muda.
Di sana, Aji Nurpijal sudah berhasil "menciptakan" pemain berkualitas yakni Ginanjar Wahyu yang kini menjadi bagian dari Persija Jakarta dan timnas U-20 Indonesia.
Kepada Skor.id, ia bercerita soal awal kariernya hingga jadi bagian Persib, kenangan manis dan pahit, sampai soal Ginanjar Wahyu. Berikut wawancara eksklusif selengkapnya:
Bagaimana awal karier Anda menjadi pesepak bola profesional?
Walaupun saya lahir di Jawa Barat, tetapi awal karier saya dulu itu tidak langsung bermain bersama Persib. Pertama itu saya bermain di Liga Amatir atau Liga 3 pada tahun 1999 bersama Peseban Banjarmasin.
Kemudian saya dilirik oleh Barito Putera pada tahun 2001 dan ini adalah karier pertama saya di level profesional. Jadi saya masuk Barito itu sekitar umur 20 tahun.
Selama satu tahun setengah saya dibina di sana. Menariknya memang Barito sejak dulu sampai sekarang itu salah satu tim yang senang dengan pemain-pemain muda.
Kemudian Persib baru melihat, progres saya di Barito dari segi kualitas, mental, hingga fisik saat bertanding di Liga Bank Mandiri (wilayah timur).
Pada tahun 2003 saya kembali ke Bandung, karena pada saat itu Persib ada perubahan skuad besar-besaran dengan mengedepankan para pemain muda.
Saya masuk ketika Persib mendatangkan pelatih asing pertama kalinya dari Polandia, Marek Andrejz Sledzianowski.
Apa kesan Anda ketika sudah berhasil berseragam Persib?
Musim pertama saya bersama Persib malah sangat sulit. Pada putaran pertama musim 2003 itu Persib terseok-seok di papan bawah.
Kami menjalani laga dengan cukup sulit, karena memang di tim yang banyak dihuni pemain muda ini terlihat harus butuh proses.
Tetapi seperti biasa pendukung Persib menekan manajeman untuk bisa tampil bagus dengan instan.
Maka dari itu pada putaran kedua kembali Persib merombak tim dengan mendatangkan beberapa pemain senior dan mengganti pemain asing.
Ketika itu masuk pemain Marwal Iskandar, Suwandi HS, hingga Nur Alim. Hampir setengah tim dirombak dan hasilnya memang cukup baik, kami bisa menolong Persib dari jurang degradasi.
Memang ketika di musim itu saya harus kuat telinga dan sangat melatih kesabaran juga karena kan banyak hujatan yang datang.
Kenangan manis Anda di dunia sepak bola profesional?
Kenangan manis saya selama menjadi pesepak bola ketika saya bermain di Persijap pada ISL musim 2008.
Saya di sana bermain hanya satu musim tetapi menit bertanding saya sangat banyak. Ketika itu saya juga sempat masuk tim bintang ISL.
Saya juga bisa memberikan 3 gol, masuk semifinal Copa Indonesia juga masuk predikat sebagai pemain bertahan yang mempunyai kebobolan paling sedikit.
Kenangan buruk Anda saat berkarier sebagai pesepak bola?
Ada dua kenangan yang kurang baik bagi saya ketika berkarier sebagai pesepak bola. Pertama itu saat saya bermain di Mitra Kukar pada 2006 silam.
Sebelumnya di musim 2005 saya bermain bersama Persib di level tertinggi lalu harus menerima kenyataan turun bermain di level kedua.
Ketika itu saya satu-satunya pemain muda yang tidak diperpanjang kontrak oleh coach Risnandar Soendoro. Rasa kecewa pasti ada karena saya saat itu sudah sama Persib berjalan dua tahun dari 2003.
Hal pahit kedua yang tidak bisa saya lupakan, ketika saya di Bontang FC pada IPL 2012. Saat itu saya salah satu pemain yang tidak dibayar gajinya selama lima bulan.
Kondisi pada saat itu memang beberapa pemain ada yang dibayarkan gajinya, tetapi saya menjadi salah satu pemain yang tidak dibayar.
Mendapat julukan Si Rambo, bagaimana ceritanya?
Dari dulu ketika saya menjadi pesepak bola, saya memang senang dengan rambut gondrong.
Terutama ketika saya masuk Persib di 2003 itu sudah gondrong ditambah badan saya tegap, bisa dibilang pada saat itu sangat proposional.
Karena di tim dulu itu kalau latihan fisik selalu angkat-angkat beban terus. Nah di suatu pertandingan saya bersama Persib, saya masuk sebagai pemain pengganti dengan perawakan rambut basah gondrong dan badan yang tegap.
Di situ MC pergantian pemain, menyebut saya sebagai Aji 'Rambo' Nurpijal dan disambut dengan riuh penonton ketika itu. Jadilah mulai saat itu saya dikenal dengan sebutan Si Rambo.
Menurut Anda bagaimana perkembangan sepak bola Indonesia sampai saat ini?
Menurut saya dari segi prestasi dan kompetisi seperti jalan di tempat. Kemudian dari segi pembinaan usia muda juga tidak konsisten.
Ditambah juga seperti masih belum bisa seimbang dalam mengurus kompetisi di Liga 1, Liga 2, dan Liga 3.
Saya rasa perlu ada terobosan yang baik untuk mengembangkan kualitas kompetisi, lalu wasit, dan juga pelatih.
Salah satu hal penting terkait kepelatihan. Menurut saya sangat penting untuk para calon pelatih difasilitasi dengan baik.
Karena untuk mendapatkan bibit-bibit pemain muda yang baik juga butuh pelatih yang mempunyai pengetahuan yang baik juga dalam dunia sepak bola ini.
Kalau saya lihat, perkembangan sepak bola saat ini yang bisa dirasakan yaitu semakin baiknya segi fasilitas sepak bola dan juga semakin baiknya kesejahteraan bagi insan sepak bola. Jauh lah jika dibanding dengan yang terdahulu.
Bagaimana awal mula Anda terjun ke dunia kepelatihan?
Awal terjun di kepelatihan itu tahun 2013, saya ambil lisensi kepelatihan D Nasional, tapi ketika itu saya juga masih sambil main di Liga 2 dan Liga 3.
Jadi, saya pensiun sebagai pemain di tahun 2016 ketika itu usia saya 34 tahun. Saya terkahir bermain bersama Persikotas Tasik.
Event terakhir saya itu ketika membawa tim Persikotas menjuarai Liga Nusantara Jabar.
Alasan yang membuat Anda ingin berkecimpung di kepelatihan khususnya usia muda?
Pertama tentu karena faktor usia dan tidak bisa untuk terus menjadi pemain sepak bola, kemudian saya memang sangat mencintai dunia sepak bola, sulit untuk lepas dari lapangan.
Akhirnya saya ambil keputusan untuk menekuni dunia pelatih. Saya juga mempunyai harapan menciptakan pemain muda yang berkualitas dengan mental bertanding yang baik.
Kemudian selain ambil lisensi D itu, saya juga banyak belajar ikut lisensi kepelatihan fisik level 1, kepelatihan teknik, juga rutin ikut coaching clinic dari Danurwindo sampai Indra Sjafri.
Semua itu saya juga sekalian praktikan di SSB hingga pemain-pemain muda yang private dengan saya juga.
Adakah pemain didikan Anda yang kini sukses di sepak bola profesional Indonesia?
Saat saya menjadi pelatih kepala di SSB Pro Duta pada 2016 lalu, saya menemukan Ginanjar Wahyu.
Dia salah satu pemain Pro Duta yang saya bawa sejak kecil dan saat ini berkembang dengan pesat.
Dahulu itu Ginanjar angkatan 2003 yang ikut bermain di Liga TopSkor U-13 Bandung.
Saya tentu senang dengan perkembangan Ginanjar yang sampai saat ini sudah berada di Persija Jakarta hingga timnas Indonesia muda.