- Coco Gauff berpidato soal gerakan Black Lives Matter di depan gedung Delray Beach City Hall.
- Petenis muda itu turut berjuang melawan rasisme di AS menyusul insiden kematian George Floyd.
- Coco Gauff terinspirasi oleh perlawanan yang juga dilakukan sang nenek 50 tahun silam.
SKOR.id – Perjalanan karier Coco Gauff di turnamen Women’s Tennis Association (WTA) Tour mungkin masih pendek. Tetapi, dunia telah mengakuinya setinggi langit.
Sejak kemunculannya pada 2018, petenis putri belia asal Amerika Serikat (AS) ini terus memperlihatkan perkembangan pesat dalam permainannya di lapangan.
Servis tajam dan kecepatan kaki yang luar biasa diprediksi bakal mempertajam peringkatnya dalam daftar WTA untuk tahun-tahun yang akan datang
Meskipun begitu, aset yang paling mengesankan dari petenis berusia 16 tahun ini adalah ketenangannya saat berada di bawah tekanan lawan.
Berita Entertainment Lainnya: Dari Michael Jordan hingga The Weeknd, Bersatu Perangi Rasialisme
Tahun lalu, dia membuat kejutan di Grand Slam Wimbledon dan US Open, masing-masing lolos ke babak keempat dan ketiga, mengingat usianya yang masih belia.
Tahun ini, kiprah petenis termuda yang masuk 100 besar ranking WTA ini di luar lapangan tenis, telah menyita perhatian dunia internasional.
Pada Rabu malam, 3 Juni 2020, Coco Gauff, yang kelahiran Atlanta, Georgia, menyampaikan pidato penuh semangat untuk melawan ketidakadilan dan rasisme di AS.
Di depan demonstran di Delray Beach City Hall, ia menuntut perubahan, menyusul aksi Black Lives Matter terkait pembunuhan George Flyod oleh anggota polisi Minneapolis, 25 Mei lalu.
View this post on InstagramMy speech at the peaceful protest in my hometown of Delray Beach, Florida.
"Saya sangat sedih bahwa saya berdiri di sini memprotes hal sama yang dilakukan (oleh nenek saya) 50 tahun lalu," kata Gauff dalam pidato pembukaannya.
Ia mengakui terinspirasi dari sang nenek. Pada 1961, Yvonne Odome, kini 73 tahun, di usia yang sama dengan Gauff ketika memperjuangkan haknya sebagai warga minoritas AS.
Saat itu, Yvonne merupakan siswa perempuan kulit hitam pertama di SMA Seacrest – semuanya kulit putih – di kawasan Delray Beach, Florida.
Nyatanya, Yvonne dilarang naik bus yang membawa murid-murid kulit putih. Para guru pun bahkan memintanya untuk tidak menggunakan toilet yang sama.
Meskipun menjadi pelari tercepat dan kapten tim basket sekolahnya, Yvonne tidak pernah dapat kesempatan mewakili Seacrest hanya karena ia berkulit hitam.
Semua diskriminasi tersebut menghancurkan mimpi Yvonne untuk mendapatkan beasiswa olahraga di perguruan tinggi.
Belakangan, ia mengungkapkan semangat dan dorongan yang membantunya mengatasi kesulitan tercermin dalam prestasi Coco Gauff.
Nenek dan cucu itu bertukar panggilan telepon dan SMS. Yvonne kepar memberikan kata-kata bijak, dari ayat-ayat Alkitab, untuk memotivasi Gauff.
Berbicara secara eksklusif kepada Sunday Mirror, dia berkata: “Saya sebaya dengan Coco ketika menjadi gadis kulit hitam pertama di SMA saya.”
"Pada hari pertama Anda bisa melihat mereka (orang kulit putih) memalingkan muka saat saya melihat ke mereka. Mereka tidak ingin melakukan kontak mata.”
“Saya merasa memiliki apa yang saya butuhkan ketika saya berada di kelas itu dan Coco juga memilikinya, yakni keyakinan untuk mencapai hal-hal baik.”
Lima dekade berikutnya, kalimat berapi-api dari mulut Coco Gauff ini beresonansi hingga ke telinga banyak tokoh berpengaruh di seluruh pelosok dunia.
Thank you, @CocoGauff, for using your platform to speak to both the young and the not so young about injustice.
We stand with you and the entire black community. #BlackLivesMatter https://t.co/ISHXaToBG1— Billie Jean King (@BillieJeanKing) June 4, 2020
I believe we have a future leader, role model, and activist in @CocoGauff At the young age of 16, she is showing up in the fight against racial prejudice. She could champion human rights and still be a champion in tennis. I believe she can be an inspiration and do it all..❤️— Chris Evert (@ChrissieEvert) May 30, 2020
Best 2mins of my morning watching this. You are special, @CocoGauff!! ⭐️ https://t.co/KpnYUPVNMj— Maria Sharapova (@MariaSharapova) June 4, 2020
Sejak itu, Coco Gauff, yang sukses menyingkirkan Venus Williams di babak awal Wimbledon 2019, menerima banjir pujian di media sosial.
Salah satunya karena keluwesan Gauff memilih kosa kata. Dalam upaya untuk terhubung dengan banyak penggemar muda, ia merunjuk pada budaya pop zaman sekarang.
"Jika Anda mendengarkan black music, jika Anda menyukai black culture, jika Anda memiliki teman kulit hitam, itu juga bentuk perjuangan Anda," ujar Coco Gauff.
Kalangan tenis pun angkat topi sebagai bentuk apresiasi. Dari Billy Jean King, Chris Evert, Kim Clijster, hingga Maria Sharapova menyampaikan pujian setinggi langit.
Berita Entertainment Lainnya: Son Heung-min, Bintang Sepak Bola Korsel dan Pesona Bintang KPop
Terakhir, para akademisi juga terkesan dengan kemampuan Gauff dalam mengangkat dan menyampaikan isu-isu krusial, mengingat ia masih terbilang anak di bawah umur.
"Coco jelas bijaksana di luar usianya," kata Mark Anthony Neal, profesor yang mendalami isu budaya populer orang kulit hitam dan ketua Departemen Studi Afrika & Afrika-Amerika di Duke University.
Rupanya Neal terkesan oleh komentar Gauff yang menyoroti kontradiksi kaum kulit putih muda yang telah banyak mengonsumsi budaya populer kulit hitam.
“Pada kenyataannya mereka justru memutuskan kontak dengan para seniman kulit hitam dan komunitas tempat mereka berasal," ujar Neal.